Daftar Isi
Batas bawah dan batas atas justru membuat harga tiket pesawat domestik mahal
Mahalnya tiket pesawat domestik juga dipengaruhi adanya revisi peraturan pemerintah tentang tarif batas bawah (TBB) dan tarif batas atas (TBA) yang diberlakukan sejak 2019 lalu. Peraturan tersebut sesungguhnya memiliki tujuan mulia. Tarif batas atas dimaksudkan agar melindungi konsumen dari terlalu tingginya harga tiket pesawat. Sementara tarif batas bawah difungsikan untuk melindungi maskapai dari perang tarif murah yang tidak masuk akal dan menyebabkan kebangkrutan.
Namun, peraturan ini justru lebih banyak merugikan konsumen lantaran maskapai cenderung memilih untuk membanderol harga mendekati TBA-nya. Saya akan mengambil contoh rute Surabaya ke Jakarta, untuk rute ini TBB-nya adalah Rp408 ribu, sementara TBA-nya adalah Rp1.167 juta.
Silakan cek di semua maskapai domestik, harga tiket pesawat rute Surabaya-Jakarta rata-rata di atas Rp980 ribu semua. Tidak ada satu pun maskapai yang membandrol harga Rp500 ribu atau mendekati TBB-nya.
Parahnya lagi, kalau saya ke Jakarta turunnya tidak di Bandara Soetta, melainkan di Bandara Halim Perdana Kusuma harga tiket pesawatnya malah Rp1.3 juta. Nominal tersebut kan sudah melampaui TBA, kok pemerintah diam saja? Harusnya menegur dan memberikan sanksi kepada maskapai yang bersangkutan sesuai peraturan Kemenhub.
Berbeda dengan peraturan penerbangan domestik, dalam rute pesawat internasional tidak ada aturan batas atas dan batas bawah. Semuanya diserahkan pada mekanisme pasar, siapa yang mampu memberikan pelayanan baik dengan harga terjangkau itulah yang akan memenangkan pasar.
Pemerintah harus turun tangan
Industri penerbangan di Indonesia sejatinya melibatkan banyak aspek, tidak hanya maskapai saja, tapi ada Angkasa Pura, Pertamina, AirNav, dan pajak untuk negara. Semua hal tersebut mempengaruhi harga atau tarif tiket pesawat.
Jika pajak suku cadang pesawat mahal, Angkasa Pura mematok jasa bandara mahal ke maskapai. Ditambah lagi Pertamina menjual avtur dengan harga yang tinggi dan berbeda-beda di setiap daerah, hasil akhirnya harga tiket pesawat domestik mahal dan makin mahal lagi untuk daerah yang terpencil.
Di Malaysia, harga avtur-nya lebih murah dari Indonesia dan pajak suku cadang pesawat lebih murah sehingga harga tiket pesawat domestiknya juga bisa lebih murah. Bahkan mereka masih memberikan subsidi untuk beberapa rute domestiknya.
Bisa dibilang pemerintah selaku pembuat kebijakan adalah satu-satunya pihak yang bisa membuat harga tiket pesawat murah. Jika memang benar avtur mahal, ya disubsidi dong. Kalau memang harga avtur di setiap daerah berbeda lantaran jalur distribusi mempengaruhi harga jualnya, itu juga tugas pemerintah untuk membuat harganya sama. Bukankah dulu tarif BBM juga berbeda antara di Jawa dan luar pulau Jawa, tapi sekarang semua daerah tarifnya sudah sama.
Subsidi tiket pesawat domestik bisa jadi kunci
Atau, jika pemerintah mau, silakan memberikan subsidi kepada penumpang. Sebenarnya ada sih subsidi tiket pesawat yang diberikan oleh Pemda seperti yang terjadi di beberapa distrik Papua. Tapi hal tersebut masih jarang dan hampir tidak pernah dilakukan daerah lain.
Pada akhirnya, masalah tiket pesawat juga erat kaitannya dengan pandangan pemerintah tentang transportasi udara. Jika pemerintah menganggap pesawat adalah transportasinya orang kaya sehingga enggan memberikan subsidi dan tidak menganggap mahalnya tiket pesawat sebagai masalah yang mendesak untuk diselesaikan, impian warga Indonesia untuk harga tiket pesawat domestik murah masih akan jauh dari kenyataan.
Padahal, bagi negara kepulauan seperti Indonesia, pesawat adalah transportasi yang paling dibutuhkan oleh warganya. Kalau harga tiket pesawatnya murah maka mobilitas warga antar pulau menjadi tinggi dan otomatis bisa mempersempit kesenjangan ekonomi.
Yaaa lagi-lagi, kalau kepikiran sih.
Penulis: Tiara Uci
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Harga Tiket Pesawat Tujuan Dalam Negeri Nggak Ngotak! Harganya Lebih Mahal daripada ke Luar Negeri