LRT Jalur Cibubur Adalah Seburuk-buruknya Penataan Akses Transportasi Publik

Rute LRT Jalur Cibubur Adalah Seburuk-buruknya Penataan Akses Transportasi Publik

Rute LRT Jalur Cibubur Adalah Seburuk-buruknya Penataan Akses Transportasi Publik (Dwifa Bagaskoro via Wikimedia Commons)

Siapa yang tidak setuju bahwa Jakarta merupakan surga transportasi umum bagi seluruh warga yang tinggal di dalamnya? Tentu saja, semua pengambilan keputusan akan melahirkan konsekuensi. Tidak terkecuali pengelolaan akses LRT Cibubur Line (Jalur Cibubur).

Sebelum lebih jauh membahas tentang buruknya penataan akses transportasi publik, Anda harus tahu LRT Jalur Cibubur yang akan saya bicarakan. Jadi gini, secara keseluruhan, terdapat 18 stasiun LRT yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek). Nah, secara lebih spesifik, saya akan melampiaskan uneg-uneg saya pada LRT Jalur Cibubur ini.

LRT Jalur Cibubur terdiri atas 12 Stasiun yang meliputi: Harjamukti, Ciracas, Kampung Rambutan, TMII, Cawang, Ciliwung, Cikoko, Pancoran, Kuningan, Rasuna Said, Setiabudi, dan Dukuh Atas.

Menyandang predikat sebagai surga transportasi umum ternyata tidak membawa nikmat surgawi bagi warga. Faktanya, keluhan, cacian, dan makian datang silih berganti dari warga yang tidak puas dengan penataan akses transportasi publik, termasuk saya.

Alih-alih membahas penataan akses yang pating njelimet di Jakarta, saya justru lebih tertarik dengan penataan akses transportasi umum di kota-kota satelit (Bogor, Depok, dan Bekasi) yang sama buruknya. Soalnya, pada akhirnya kota-kota yang terletak di pinggiran Jakarta juga mendapatkan kesempatan untuk menata transportasi umum agar masyarakat bisa sampai di jantung “ibu kota”, mumpung masih bisa disebut sebagai ibu kota. Sialnya, kesempatan untuk membangun akses transportasi publik ini kerap kali jadi disfungsional.

Sebagai pengguna transportasi umum, saya dapat menyimpulkan bahwa akses yang terdapat di pinggiran Kota Jakarta ini justru lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Pemerintah seakan hanya memanfaatkan momen untuk mencari keuntungan dalam pembangunan LRT Cibubur Line.

Masa bodo dengan aksesibilitas warga, yang penting properti yang kami buat laku terjual! Oh no, the ugly truth…

Baca halaman selanjutnya: Fasilitas sulit, akses pun sama sulitnya…

Fasilitas sulit, akses pun sama sulitnya. Elitnya LRT Jalur Cibubur di mana?

Keluhan pertama muncul dari ketidakmampuan LRT memberikan akses bagi masyarakatnya. Lha, ya, gimana? Wong jarak dari stasiun ke pusat permukiman warga saja jauhnya minta ampun. Meskipun dekat, beberapa stasiun seperti Ciracas dan Harjamukti tidak mendapatkan feeder atau transportasi sejenisnya.

Teruntuk Anda yang pernah naik LRT Jalur Cibubur, tentu bisa memahami rasanya berjalan di tengah terik matahari, ditemani oleh batu, kerikil, pasir, hingga kubangan lumpur. Bahkan, beberapa akses pejalan kaki menuju stasiun LRT Jalur Cibubur akan tergenang air ketika diguyur hujan. Nggak elit banget, deh!

Rasanya sulit bagi masyarakat untuk sampai di stasiun LRT tanpa harus menggunakan kendaraan pribadi. Pada akhirnya, tumpukan kendaraan mulai dari motor dan mobil tumpah menyeruak di area sekitar stasiun.

Secara logis, hal ini akan menimbulkan macet dan penumpukan volume kendaraan di jam-jam padat penumpang (rush hour). Transportasi umum yang tadinya ditujukan untuk mengurai kemacetan, eh, justru jadi sumber kemacetan.

Satu masalah terselesaikan, seribu masalah lainnya muncul, begitu seterusnya. Terus, elitnya di mana? Mungkin lagi sibuk menghitung omzet tahunan sewa apartemen, ups…

Transportasi publik atau feeder apartemen?

Hal yang menurut saya tidak kalah absurd-nya adalah lokasi dari stasiun yang jaraknya bisa dibilang tidak merata, atau bahkan tidak proporsional. Bayangkan saja, total jarak stasiun LRT Jalur Cibubur di Ciracas, TMII, dan Kampung Rambutan jika dijumlahkan seluruhnya hanya sekitar 3,5 kilometer saja. Padahal, jarak dari stasiun LRT Harjamukti ke Ciracas mencapai 5,7 kilometer alias hampir 6 kilometer, lho!

Tidak hanya itu, penataan stasiun yang paling buruk, bahkan menumpuk, menurut saya dimulai dari stasiun LRT Cawang. Gila aja, dengan jarak hanya sekitar 1,6 kilometer saja, Anda dapat menemukan tiga stasiun LRT yang berbeda-beda! Apa nggak mubazir itu?

Nih, ya, surga transportasi umum tuh bukan berarti harus banyak stasiunnya supaya terkesan “banyak pilihan”. Bayangin, warga yang tinggal di daerah Kramat Jati (sekitar stasiun TMII hingga Cawang) tidak diperhitungkan untuk dibuatkan stasiun sendiri.

Padahal, ya, jumlah penduduk di Kramat Jati menurut data BPS tahun 2022 mencapai 301,271 jiwa. Hanya terpaut beberapa angka dari jumlah penduduk di Ciracas (303.325 jiwa) dan penduduk di Cipayung (295,829 jiwa).

Alih-alih membangun akses di dekat tempat padat penduduk dan high potential seperti di Kramat Jati dan Kelapa Dua Wetan, stasiun LRT Jalur Cibubur malah berada di tempat-tempat yang kosong dan pas buat dibangun properti. Terkesan sangat properti-sentris, kok bisa?

Jangan bilang-bilang, tapi entah kebetulan atau bukan, isunya transportasi publik yang satu ini hanya dimanfaatkan sebagai aji mumpung buat feeder apartemen saja, lho! Pernah dengar Apartemen LRT City? Xixixi, ngeri, kan?

Harapan saya untuk LRT Jalur Cibubur…

Tidak perlu muluk-muluk, saya yakin, pasti semua pengguna LRT Jalur Cibubur memiliki keluhan yang sama seperti apa yang sudah saya luapkan di atas. Pada prinsipnya, penataan akses transportasi publik lebih penting dari penambahan frekuensi perjalanan.

Hal-hal kecil seperti kenyamanan, efisiensi, konektivitas, aksesibilitas, integrasi, dan pelayanan yang inklusif harus lebih diperhatikan. Saya sudah cukup maklum dengan stasiun Harjamukti yang panasnya kayak dijilat neraka kalau siang hari bolong.

Tolong jangan paksa saya untuk menggunakan pemakluman lainnya. Lha, gimana, kalian sendiri yang membuat masalah itu muncul, kok malah komplain karena kesulitan mengejar target penumpang? Pelayanan aksesibel, terintegrasi, dan inklusif Itu sudah bare minimum, Bos!

Ternyata benar, tidak hanya perumahan yang bisa menyandang status gated community, saya yakin Stasiun LRT Ciracas sedikit lagi akan menyandang stasiun gated community.

Penulis: Marshel Leonard Nanlohy
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Rekomendasi Warna untuk Stasiun LRT Jabodebek selain Oranye.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version