Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Lomba yang Pemenangnya Ditentukan Jumlah Like Terbanyak Itu Menyebalkan

Dyan Arfiana Ayu Puspita oleh Dyan Arfiana Ayu Puspita
30 Oktober 2020
A A
Lomba yang Pemenangnya Ditentukan Jumlah Like Terbanyak Itu Menyebalkan terminal mojok.co

Lomba yang Pemenangnya Ditentukan Jumlah Like Terbanyak Itu Menyebalkan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Mengikuti suatu perlombaan atau kompetisi itu menyenangkan. Bukan sekadar soal menang atau kalah, tapi lebih sebagai ajang untuk menguji diri sendiri. Mampu nggak, ya? Apalagi info lomba dapat dengan mudah kita cari di internet. Tinggal pilih saja mana yang sesuai dengan passion kita. Mau lomba apa? Nulis? Puisi? Nge-vlog? Semua ada.

Mekanisme lomba ini pun berubah seiring perkembangan zaman. Kalau dulu nggak perlu ada follow-follow-an, share, subscribe, mention teman dan akun penyelenggara. Sekarang? Hampir sebagian besar lomba mensyaratkan hal tersebut.

Namun, itu masih belum apa-apa. Dipikir-pikir, wajar lah ya kalau pihak penyelenggara menuntut peserta lomba untuk follow, share, dsb. Ya, kan supaya lebih banyak orang yang tahu tentang lomba tersebut. Makin banyak yang ikut pasti bakal makin seru. Jadi ada greget-gregetnya, gitu. Nggak lucu juga dong kalau yang ikut lomba cuma kamu, doang?

Nah, yang kemudian jadi agak ngeselin adalah ketika ada lomba yang menjadikan jumlah like sebagai salah satu (atau bahkan satu-satunya) standar dalam penentuan pemenang. Rumusnya: yang jumlah like-nya terbanyak, dia yang menang. Dih. Nggak kuat bayar juri apa, ya? Sampai-sampai menyerahkan keputusan di tangan netizen?

Bukan tanpa alasan saya tidak setuju adanya sistem penentuan pemenang dengan mengandalkan jumlah like. Okelah kalau sekadar untuk mencari juara favorit. Masih nyambung jika penilaiannya berdasarkan berapa banyak jempol yang nyasar.

Tapi… juara pertama? Tunggu dulu. Tidak bisa semudah itu, dong.

Mengikuti suatu lomba adalah proses yang panjang. Ada panas perih di sana. Apalagi kalau melibatkan banyak personil. Banyak kepala dengan ide yang berbeda. Mustahil rasanya tidak ada konflik. Mungkin nggak sampai banting gelas atau adu jotos. Mungkin hanya sekadar saling menghela nafas sambil berujar, “Terserah kamu aja, deh!” Namun tetap saja, hal-hal seperti itu sungguh menguras emosi. Bukan hanya itu. Tenaga, pikiran, waktu, dan biaya juga pasti ikut terkuras karenanya.

Mengingat betapa panjang dan melelahkannya proses mengikuti suatu perlombaan, sungguh tak adil jika kemudian penentuan kemenangan hanya berdasarkan pada jumlah like.

Baca Juga:

7 Rekomendasi Channel YouTube untuk Belajar Materi SKD CPNS secara Gratis

Bayar UKT Mahal, tapi Dosen Nyuruh Mahasiswa Belajar dari YouTube, Logikanya di Mana sih?

Pertama, mereka yang memberi like belum tentu paham betul tentang apa yang sedang dilombakan. Bisa jadi mereka hanya ikut-ikutan. Lihat peserta mana yang like-nya sudah lumayan banyak, trus ikut-ikutan kasih jempol di sana.

Kedua, tidak semua orang punya jaringan yang kuat. Seperti halnya jaringan sinyal HP, ada yang sinyalnya kuat ada yang ngajak gelut, orang pun begitu. Ada yang terlahir sebagai pribadi yang supel, aktif di sana sini, tergabung di organisasi ini dan itu, sehingga mudah saja ketika dia minta bantuan untuk memberi like pada karya yang sedang ia ikut sertakan dalam lomba. Cukup kasih kabar bahwa ia sedang ikut lomba, butuh bantuan like, dan violllaaa… jempol-jempol itu pun seketika mampir, melejitkan jumlah like.

Ah, kata siapa? Nggak semudah itu, kok. Kan banyak juga tuh orang yang pelitnya sundul langit meski untuk sekadar urusan kasih jempol. Jadi punya jaringan atau circle di mana-mana belum tentu jaminan bakal mendulang banyak jempol.

Iya, memang. Namun minimal, karya dia nggak akan miskin-miskin amat like-nya dibanding yang lain. Coba kalau terjadi pada mereka, spesies manusia yang jangankan punya jaringan atau circle, menatap matahari pun mereka tak mampu. Bukan vampir. Cuma ia asyik dengan kesendiriannya aja. Yang begini ini nanti nasib like-nya bagaimana, ya? Palingan juga sepi, kan?

Ah, kata siapa? Kalau emang karyanya bagus juga pasti ada yang nge-like, kok. Kuatir amat!

Gini ya, Zubaedah. Suatu karya jika bagus pasti akan ada yang nge-like, itu pasti. Netizen juga ada yang cerdas menilai, kok. Namun, the power of circle ini betul-betul bukan sesuatu yang bisa disepelekan. Itu sebabnya sungguh tidak adil jika jumlah like menjadi satu-satunya faktor penentu kemenangan seseorang.

Sebetulnya, boleh saja memasukkan jumlah like sebagai kriteria penilaian. Tapi ya jangan satu-satunya indikator, dong. Imbangi sama penilaian dari ahlinya, kek. Dan keputusan pun tetap di tangan juri. Jadi mereka yang nggak punya circle, nggak perlu kecil hati dan kalah sebelum bertarung.

Anehnya, meskipun saya kesel sama lomba dengan sistem like terbanyak ini, dan saya berusaha menghindarinya, toh pada akhirnya kepleset juga. Saat ini saya sedang ikut lomba yang penilaian pertamanya menggunakan perhitungan jumlah like. Perasaan saya? Tolong jangan ditanya.

BACA JUGA Lomba Cipta Lagu Corona dan Lelahnya Kita dengan Semua Omong Kosong Ini atau artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 Oktober 2020 oleh

Tags: likelombaYoutube
Dyan Arfiana Ayu Puspita

Dyan Arfiana Ayu Puspita

Alumnus Universitas Terbuka yang bekerja sebagai guru SMK di Tegal. Menulis, teater, dan public speaking adalah dunianya.

ArtikelTerkait

cameo project mojok

5 Film Pendek Karya Cameo Project Paling Recommended

15 Oktober 2020
4 Alasan Deddy Corbuzier Harus Rombak Dekorasi Studio Podcast-nya terminal mojok.co

Deddy Corbuzier Harus Segera Rombak Dekorasi Studio Podcast-nya

17 September 2020
kulino kuliner mukti entut yusril fahriza mojok

‘Kulino Kuliner’, Konten Kuliner yang Antimainstream dan Nggak Ndakik-ndakik

7 Juni 2021
Persoalan Channel YouTube Calon Sarjana: Nyomot Karya Dulu, Minta Maaf Kemudian

Persoalan Channel YouTube Calon Sarjana: Nyomot Karya Dulu, Minta Maaf Kemudian

8 November 2019
5 Tipe Komentar Netizen YouTube di Konten Lagu Indonesia 80-an terminal mojok.co

5 Tipe Komentar Netizen YouTube di Konten Lagu Indonesia 80-an

31 Oktober 2021
Kritter Klub: Opsi Sarana Edukasi Biar Masyarakat Indonesia Nggak Begundal-Begundal Amat!

Kritter Klub: Opsi Sarana Edukasi Biar Masyarakat Indonesia Nggak Begundal-Begundal Amat!

17 Februari 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.