Logo Tut Wuri Handayani dan Tebakan Makna Filosofisnya

Logo Tut Wuri Handayani dan Tebakan Makna Filosofisnya terminal mojok.co

Banyak orang yang bilang kalau negara kita ini sedang sakit. Lihat saja berita-berita yang sering mampir di beranda media sosial. Hampir semuanya memberitakan berbagai macam masalah dan polemik di tengah masyarakat. Mulai dari oknum pejabat yang doyan korupsi, oknum aparat penegak hukum yang berbuat sewenang-wenang, sampai oknum politisi yang saling berebut kekuasaan. Bangsa ini sepertinya sudah kehilangan hati dan moral. Kalau mau ditarik ke belakang, semua masalah tadi berawal dari sistem pendidikan kita (baik di sekolah maupun di rumah) yang kacau balau.

Saya nggak akan mengomentari lebih jauh tentang sistem pendidikan di Indonesia. Itu bukan ranah dan wewenang saya. Biarlah itu jadi bahan pemikiran para pejabat di atas sana. Tapi, sebagai PNS yang punya kerjaan sampingan sebagai desainer grafis amatir, bolehlah saya mengomentari logo Tut Wuri Handayani yang merupakan simbol pendidikan di Indonesia. Kamu tahu, kan, logo Tut Wuri Handayani? Itu, loh, logo yang ada di topi anak-anak sekolahan. Logo yang mirip burung garuda itu.

Secara umum, logo Tut Wuri Handayani mengandung empat unsur, yaitu bidang segi lima, belencong, motif garuda, dan buku. Meski di laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sudah dijelaskan secara gamblang makna logo tersebut, saya tetap tergelitik untuk menebak makna filosofis yang ada dalam logo itu.

Pertama, bidang segi lima. Menurut makna resminya, bidang segi lima ini menggambarkan alam kehidupan Pancasila. Mungkin maksudnya, segi lima ini merepresentasikan lima sila dalam Pancasila. Tapi, menurut saya, segi lima ini merepresentasikan lima elemen penting dalam dunia pendidikan: pemerintah, anggaran, kurikulum, guru, dan siswa.

Kalau sistem pendidikan di Indonesia mau bagus macam di Finlandia, kelima elemen ini harus bersinergi. Pemerintahnya aware terhadap pendidikan, anggarannya tersedia, kurikulumnya disusun secara sistematis, guru-gurunya sejahtera, dan siswanya bahagia. Idealnya, sih, seperti itu.

Kedua, belencong. Tahu, kan, belencong? Ini adalah lampu khusus yang biasa dipakai pada pertunjukan wayang kulit. Menurut makna resminya, cahaya dari belencong membuat pertunjukan menjadi hidup. Mungkin maksudnya, pendidikan adalah sumber cahaya supaya manusia nggak tersesat dalam hidup.

Tapi, kalau menurut saya, cahaya belencong itu merepresentasikan nilai-nilai tradisional dalam hidup. Di zaman serba modern ini, gaya hidup manusia berubah. Semuanya serba modern dan terdigitalisasi. Namun, satu hal yang nggak boleh berubah adalah moral dan adab. Nilai-nilai tradisional inilah yang harus tetap dijaga sampai kapan pun. Jangan sampai pendidikan sudah setinggi langit, tapi moral dan adab macam orang yang nggak sekolah.

Ketiga, motif garuda. Menurut makna resminya, motif garuda pada belencong tadi memberikan gambaran sifat dinamis, gagah perkasa, mampu dan berani mandiri mengarungi angkasa luas. Ekor dan sayap garuda digambarkan masing-masing lima, yang berarti satu kata dengan perbuatan Pancasilais.

Kalau menurut saya, motif garuda itu merepresentasikan rasa nasionalisme. Artinya, semua kegiatan dalam proses pendidikan harus diniatkan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan untuk kepentingan bisnis apalagi politis. Mencerdaskan kehidupan bangsa ini, kan, sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang ada dalam Pembukaan UUD 1945.

Keempat, buku. Menurut makna resminya, buku merupakan sumber bagi segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tapi, menurut saya, buku itu merepresentasikan catatan penting dalam sistem pendidikan Indonesia.

Maksudnya, masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan. Mulai dari penyusunan kurikulum, penyusunan anggaran pendidikan, peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru, hingga fasilitas sekolah beserta aksesnya. Ini yang jadi catatan penting buat pemerintah.

Itulah kira-kira makna filosofis dari logo Tut Wuri Handayani. Meski dari kacamata desain grafis terlihat bahwa logo itu termasuk old-school alias jadul, tapi makna filosofisnya cukup bagus untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia.

Sumber Gambar: Wikimedia Commons

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version