Sebelum melanjutkan membaca artikel ini, saya ingin membuat klarifikasi seperti Ria Ricis: Saya bukan fans Livi Zheng. Saya hanya emak-emak yang masih belajar cara menyalakan lampu sein motor dengan benar.
Di balik drama realita Livi Zheng yang masih berhembus, sesungguhnya tak ada yang salah dari seorang seniman yang ingin namanya dikenal. Jangankan artis atau seniman, penjual daster online saja juga ingin terkenal supaya dagangannya laris manis.
Berkat waktu luang yang tumpah ruah, saya sempat menonton beberapa artikel serta video ulasan tentang Livi Zheng, termasuk acara talk show yang mengundang Livi Zheng bersama panelis sutradara senior dan wawancara Livi Zheng dengan Deddy Corbuzier.
Bagi yang sudah menonton kedua acara terakhir yang saya sebutkan, mungkin anda-anda jamaah mojokiyah bisa menyebutkan betapa sikap Livi Zheng saling berkebalikan. Di acara pertama, ia berlaku seperti mahasiswa yang menjalani sidang dengan skripsi yang dikerjakan oleh penyedia jasa joki liar, sedangkan di acara om Deddy, Livi berlaku sebaliknya. Ia seperti dosen killer yang sedang kebagian jatah menyidang skripsi mahasiswa bandel yang tak lulus-lulus.
Bagi yang belum tahu kasus Livi Zheng, cerita singkatnya bisa disimak seperti ini: Livi Zheng adalah seorang sutradara muda asal Indonesia yang sekolah di universitas perfilman keren, saya lupa apa nama sekolahnya. Kemudian Livi mengirimkan salah satu karyanya “Bali: Beats of Paradise” di ajang penghargaan Oscar. Karena berhasil memenuhi syarat administrasi lomba yang susah banget itu, filmnya masuk ke dalam jajaran seleksi nominasi bersama dengan film Hollywood lainnya seperti Avenger dan lain-lain.
Kejadian ini rasanya terdengar biasa-biasa saja kalau dituliskan dengan kalimat begini kan? Rasanya cerita ini lebih terdengar sebagai perjuangan sutradara pemula yang ingin mulai mencari nama. Gak ada yang salah, yang salah itu adalah kita yang selalu gagal move on. Eh.
Beberapa pihak berpendapat bahwasanya pihak Livi Zheng sengaja memanfaatkan ketidaktahuan publik untuk membuat berita yang meningkatkan popularitas dirinya lebih dari realitasnya. Embel-embel menembus Hollywood yang kerap disematkan pada karya filmnya memang berhasil membuatnya menjadi sorotan banyak pihak, padahal karyanya masih belum seberapa, begitu komentar dari sutradara dan produser film senior Indonesia.
Lucunya adalah banyak media bahkan juga membahas pekerjaan orang tua Livi Zheng yang dianggap mencurigakan karena terlibat dengan beberapa kasus proyek mangkrak di Indonesia. Intinya adalah Livi Zheng sedang menjadi makanan pokok banyak media. Jangankan orang tua, bahkan dalam beberapa menit saja saya tahu seluk beluk keluarga Livi Zheng, mulai dari bisnis orang tuanya sampai nama adiknya yang juga sempat memerankan film “Brush with Danger”. Tuh kan, mungkin sebentar lagi saya juga bisa mengetahui nama anjing peliharaan Livi beserta skandal perselingkuhannya dengan anjing Kintamani dari rumah sebelah.
Terlepas dari skandal Livi, rasanya memamerkan diri seperti itu adalah tabiat khalayak umat manusia. Menurut saya sah-sah saja sih pamer pada sesuatu yang membanggakan, seperti menembus Hollywood. Toh itu memang benar adanya. Memang benar ia masuk seleksi nominasi Oscar bersama film Avengers. Memang benar ia direkrut menjadi staff Disneyland, eh, Walt Disney Studios. Memang benar, kan? Sekali lagi yang salah adalah dia yang selalu minta putus di saat lagi sayang-sayangnya. Eh.
Ada satu opini yang menurut saya lumayan menarik dari seorang teman blogger. Menurutnya, Livi bisa kukuh di tengah terpaan ujian serta celaan banyak orang seperti itu karena kemungkinan ada orang yang sengaja membuatnya yakin dengan kemampuan yang belum ia miliki. Sebut saja ada seseorang yang sengaja membiayai pembuatan filmnya hingga promosinya.
Entahlah, di tengah badai opini tentang Livi Zheng, kita sudah tak bisa lagi memilah mana yang salah dan mana yang betul, karena kebetulan itu hanya datang sekali-kali. Tapi yang pasti semua manusia itu sama. Seperti yang pernah ditulis pakcik Andrea Hirata, bahwa semua manusia cenderung melebih-lebihkan cerita tentang diri sendiri dan mengurang-ngurangi ketika bercerita tentang orang lain. Karena itu, Instagram masih selalu ramai.(*)
BACA JUGA Investigasi Livi Zheng Bukan Pembunuhan Karakter atau tulisan Rian Andini lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.