Sebagai Kopites, saya ingin membuka tulisan ini dengan ucapan, “Akhirnya, Liverpool juara Liga Inggris!”
Tulisan ini saya buat setelah membaca artikel yang tayang di Terminal Mojok berjudul, “Liverpool yang Juara, Kenapa MU yang Dihina? Norak!” Ditulis dengan penuh suka-cita, sekaligus huru-hara oleh Nasrulloh Alif Suherman. Ngakunya sih fans MU.
Sekira dua tahun lagi, usia saya baru akan menginjak 30 tahun, Mas Alif. Saya termasuk Kopites yang norak versi sampeyan nggak, ya? Sebab menurut sampeyan pada artikel yang tayang dituliskan bahwa, “yang pantas merayakan (Liverpool juara) itu cuman para Kopites tua yang boleh jadi seumuran orang tua kalian.”
Sebentar, sebentar. Nggak perlu dijawab, karena saya nggak peduli juga apa pun jawabannya. Wqwqwq.
Aneh. Betul-betul aneh. Serba salah memang jadi Kopite di masa sekarang. Mau merayakan juara Liga Inggris secara langsung dan keliling kota, tapi nggak bisa karena harus menjaga jarak karena masih dalam masa pandemi. Mau berkoar-koar di media sosial dibilang norak sama fans tim sebelah.
Salahnya kami, para Kopite, di mana, sih? Namanya juga larut dalam euforia. Wajar saja jika sounding perihal juara di lini masa di berbagai platform social media begitu kencang digaungkan.
Bagi fans Manchester United, kami norak? Helooo~ nggak ngaca ketika kalian sempat menguasai Liga Inggris beberapa tahun silam? Sama noraknya, Bung! Apa kalian juga nggak larut dalam euforia? Atau kalian lupa gimana rasanya jadi juara? Sini, biar saya kasih kaca segede gaban.
Melihat tim rival juara liga itu memang selalu menyakitkan, Bung. Hal yang sama terjadi ketika Manchester United akhirnya meraih gelar Liga Inggris yang ke-20. Kala itu, gelar yang dimiliki Liverpool baru 18, dan tim ini sedang berbenah. Tentu perlu usaha ekstra untuk mengejar ketertinggalan dari seteru abadi, Manchester United.
Mengejar dua gelar liga itu tentu saja tidak mudah. Dan begitu kesempatan menyalip ini datang karena usaha dan jerih payah, ditambah dengan kesabaran dari para Kopites, wajar saja jika pada saat mengangkat piala Liga Inggris yang ke-19, kami larut dalam euforia. Sedikit norak, ah… itu biasa. Sangat, sangat biasa.
Kalian lupa ya, saat di mana Manchester United mendapat gelar liga ke-18, 19, lalu 20—dan akhirnya terhenti di situ sampai dengan saat ini? Congkaknya bukan main. Bising sekali di linimasa segala social media. Tidak sedikit pula yang ngece sama Liverpool.
“Hahaha, rasain, kesalip jumlah piala liga-nya!”
Begitu kata mereka di lini masa, pada masanya. Saya tekankan sekali lagi, (((pada masanya))). Sekarang? Hahaha! Biarlah kami, para Kopites, larut dalam euforia.
Eh, sebentar, Mas Alif tahu momen saat Manchester United saat mendapat gelar liga ke-18 sampai 20, nggak, sih? Atau saat itu, malah sampeyan yang belum lahir dan cuman ikut-ikutan jadi pendukung karena tren aja?
Sampeyan bilang, bola itu bundar, roda itu berputar. Ah, filosofis sekali. Tapi, itu yakin ditujukan untuk para Kopites? Bukannya akan lebih tepat ditujukan kepada Manchester United dan sebagian suporternya yang congkak beberapa tahun silam, Mz? Wqwqwq.
Saya curiga, jangan-jangan justru Mas Alif sedang proyeksi diri. Ok, saya sederhanakan. Mas Alif bilang Kopites itu norak, ya, jangan-jangan malah Mas Alif sendiri yang norak sebagai suporter dari Manchester United. Eh.
Ini sepele, sih, tapi beberapa teman saya yang menjadi suporter dari tim rival, semuanya biasa saja, kok. Bahkan mengucapkan selamat kepada saya sebagai Kopites secara terbuka, baik di lini masa maupun secara personal. Mereka mengakui, Liverpool memang layak juara musim ini. Mereka paham, Kopites sedang larut dalam euforia. Biarkan aja. Paham gitu. Nanti perlahan akan kalem lagi, kok. Santai.
Soal para pemain Liverpool yang didapat dari luar akademi? Aduh, emang apanya yang salah dari Salah, dkk. sih? Sepak bola itu dimainkan oleh manusia, Mas Alif. Tentu akan dinamis dan mengalami pasang-surut meski taktik sudah sangat matang dan diperhitungkan oleh sang Arsitek permainan. Mau dari akademi atau belanja pemain dari tim lain, sah-sah aja, toh? Selama tidak menyalahi aturan financial fair play dari FIFA.
Sudah, lah. Nikmati saja euforia para Kopites dalam merayakan juara liga. Nggak perlu bicara norak, sebab adu banter atau ngece antara suporter itu memang sulit dihindari.
BACA JUGA Liverpool yang Juara, Kenapa MU yang Dihina? Norak! dan tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.