Saat ini, pendidikan magister sering disinggung sebagai medium pelarian bagi sebagian besar orang. Terutama untuk mereka yang fresh graduate yang masih bingung kerja apa, merasa haus dengan ilmu pengetahuan (keren banget ini), atau justru karena merasa salah jurusan S1 sehingga ingin kuliah lagi di jurusan lain dengan durasi lebih cepat. Asal ada uangnya dan orang tua mendukung, pilihan untuk melanjutkan kuliah S2 jadi pelarian yang elegan. Yah, daripada nganggur, lebih baik belajar. Begitu kira-kira pembelaannya.
Umumnya, orang memilih lanjut S2 itu linier atau masih berkaitan dengan rumpun ilmu di pendidikan S1-nya. Misalnya, kalau S1 dulu ambil Pendidikan Biologi, berarti S2-nya berkaitan dengan Ilmu Pendidikan atau Biologi. Jadi masih sejalur.
Sebab kalau ditinjau dari kacamata akademik, pendidikan S2 ini tujuannya untuk menguatkan, memperdalam, dan memfokuskan kemampuan berpikir kritis dan analisis seseorang terhadap sebuah disiplin ilmu pengetahuan. Kalau bahasanya dokter ya dari dokter umum jadi dokter spesialis. Hal itu karena seseorang jadi makin mengerucut pemahamannya terhadap sebuah bidang ilmu pengetahuan. Fokusnya bukan lagi membedah sebuah ilmu di tatanan apa, tapi sudah merambah pada aspek mengapa dan bagaimana.
Akan tetapi seiring perkembangan zaman, ada banyak orang melanjutkan kuliah S2 justru nggak linier. Lebih anehnya lagi malah bertolak belakang. Saya kasih contoh, Dokter Tirta misalnya. Beliau lulusan Kedokteran, tapi melanjutkan kuliah S2 Manajemen. Lebih ekstrem ada dosen di kampus saya saat ini yang lulus S1 dari jurusan Teknik Pertanian, tapi lanjut S2 dan S3 Ekonomi hingga akhirnya jadi guru besar di bidang keuangan.
Lho, kok bisa gitu? Ya bisalah. Nyatanya ada dan banyak. Kemudian yang jadi pertanyaan adalah apa sebenarnya kelebihan dan kekurangan lanjut kuliah S2 tapi nggak linier dengan pendidikan S1? Akan saya coba mengulasnya sedikit demi sedikit.
Kelebihan lanjut kuliah S2 nggak linier
#1 Diversifikasi wawasan dan keterampilan
Mengambil jurusan yang berbeda dengan disiplin ilmu ketika S1 membuat seseorang jadi punya wawasan yang beragam. Apalagi kalau orang tersebut benar-benar serius menekuni kuliah S2-nya. Bisa-bisa seseorang punya kombinasi ilmu yang bisa membuatnya terampil di sektor tertentu.
Lihat saja Dokter Tirta. Meski dia seorang dokter, tapi karena dia punya ilmu manajemen dari S2-nya, dia bisa punya legitimasi untuk mengelola sebuah klinik bahkan rumah sakit. Soalnya dia paham kesehatan sekaligus paham manajemen.
Kemudian dosen saya yang saya sebutkan sebelumnya. S1-nya memang lulusan teknik, tapi dengan bekal ilmu teknik yang dimiliki, beliau mampu berpikir logis dan runut ketika menjadi dosen ilmu ekonomi. Penjelasannya jadi lebih konkret.
Baca halaman selanjutnya: Peluang karier lebih luas meski kuliah nggak linier…
#2 Peluang karier lebih luas meski kuliah S2 nggak linier
Walaupun seseorang memilih jurusan S2 berbeda dari S1, kalau pilihannya itu berdasarkan pemahaman terhadap kombinasi antarjurusan yang dipilih, maka itu bisa membuka peluang karier yang lebih luas. Maksudnya begini, ada orang yang kuliah S1 jurusan Hukum, kemudian lanjut S2 jurusan Ekonomi. Kedua jurusan ini adalah kombinasi yang bisa membuat peluang karier orang tersebut makin luas. Pasalnya hukum dan ekonomi kalau digabungkan akan melahirkan seseorang yang punya kemampuan terhadap analisis kebijakan atau produk di korporasi. Bisa juga menjadi pengacara di bidang keuangan.
Saya beri contoh lainnya. Misalnya ada seseorang yang S1 mengambil jurusan Komunikasi, kemudian lanjut kuliah S2 mengambil jurusan Psikologi. Nah, kedua jurusan ini bisa mengantarkannya berkarier menjadi Public Relationship Specialist. Selain itu, karier pendidikannya pun bisa menjadi portofolio sendiri di hadapan HRD. Tapi dengan catatan orang tersebut paham dan mampu menjelaskan mengapa dia mengambil jurusan yang nggak linier.
#3 Gampang naik jabatan
Seseorang yang memiliki gelar S2, entah itu linier atau tidak, umumnya mudah naik jabatan. Kenaikan jabatannya lebih cepat daripada mereka yang hanya S1 karena strata pendidikan yang lebih prestisius. Tapi di sini konteksnya kalau orang tersebut sudah bekerja di sebuah perusahaan, ya. Kalau belum bekerja di mana pun, kemudian melamar kerja berharap langsung mendapat posisi manajer yah namanya halu!
Kerugian lanjut kuliah S2 nggak linier
#1 Susah jadi peneliti dan dosen kalau kuliah S2 nggak linier
Mungkin di era 2010-an ke belakang, jadi dosen atau peneliti dengan kombinasi jurusan S1 dan S2 yang nggak linier masih mudah dan sering ditemukan. Tapi di zaman sekarang, hal itu sudah sulit. Bahkan sangat sulit. Ada satu teman saya yang mengambil jurusan S1 Teknik Lingkungan dan S2 Manajemen Lingkungan, tapi dia ditolak jadi dosen. Padahal sama-sama ada lingkungannya, lho.
Soalnya seperti yang saya sebutkan sebelumnya, dunia akademik itu butuh seseorang yang punya spesialisasi di bidang tertentu, sehingga persyaratan untuk jadi dosen makin ketat. Yang dilihat akademik mengenai spesialisasi ya dari linieritas pendidikan yang ditempuh. Makin linier, seseorang makin dianggap spesial.
#2 Tersesat di awal perkuliahan
Tantangan yang dihadapi banyak orang ketika memulai kuliah S2 nggak linier adalah soal adaptasi dengan materi-materi di awal perkuliahan. Mereka harus bisa menyesuaikan segala perbedaan mulai dari materi, metode, hingga pendekatan perkuliahan yang dilakukan oleh dosen. Orang-orang yang jurusan kuliahnya nggak linier ini harus berjuang dua kali lipat lebih keras demi memahami materi. Soalnya saingan mereka di kelas tentu lebih banyak mahasiswa yang linier.
Kalau gagal dan mengalami kesulitan, yang ada malah orang tersebut tersesat dalam perkuliahan yang nggak disukainya. Efeknya, setelah lulus ya nggak dapat apa-apa selain hanya menghabiskan uang.
#3 Nggak kepakai di dunia industri
Potensi seseorang gagal memanfaatkan momentum S2-nya ini imbasnya fatal. Sebab, orang tersebut bisa jadi malah susah mencari kerja. Dari cerita kawan-kawan saya yang HRD, mereka yang punya ijazah S2 saja nggak banyak diminati oleh perusahaan karena overprice untuk gaji. Apalagi kalau gelarnya S2 tapi dengan jurusan kuliah yang nggak linier.
Masalahnya, HRD biasanya akan menanyakan perihal alasan mengapa gelar tersebut berbeda. Nah, kalau seseorang nggak siap dengan narasi yang baik dan runut dengan alasan yang logis, ya bakalan susah diterima industri. HRD justru akan menganggap orang tersebut plin-plan dan nggak punya orientasi hidup yang jelas. Akhirnya jadi penilaian buruk. Sudah begitu nggak punya pengalaman kerja. Combo maut deh itu.
Jadi baiknya gimana?
Setelah tahu kelebihan dan kekurangan lanjut kuliah S2 nggak linier, baiknya gimana, nih? Mulailah dengan beberapa pertanyaan reflektif ke diri sendiri. Apa tujuan jangka panjang kita? Apakah dengan melanjutkan S2, tujuan itu lebih cepat dan mudah tercapai? Kemudian apakah pilihan melanjutkan S2 akan mendukung karir kita ke depannya meski nggak linier?
Kita perlu memikirkan efek kombinasi dua gelar yang akan kita miliki terhadap karier. Selanjutnya yang nggak kalah penting, apakah kita sudah siap untuk beradaptasi mengejar ketertinggalan di kuliah S2?
Kalau sudah bisa menjawabnya, silakan lanjutkan. Nggak masalah kalau jurusanmu nggak linier, yang penting kamu tahu apa yang akan kamu lakukan dan kenapa melakukannya. Pendidikan itu ibarat kendaraan. Yang membuatnya berguna adalah ketika kamu sudah tahu ke mana arah tujuanmu. Pada akhirnya, tersesat atau tidak, bukan dilihat dari kendaraannya, tapi dilihat dari seberapa jelas peta dan kesiapanmu dalam perjalanan.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
