PPKM sudah berjalan lagi. Sebuah kebijakan yang diambil untuk menekan angka korban dari wabah corona, katanya begitu. Meski sebenarnya kita tahu, sebab musabab pandemi yang nggak kelar-kelar adalah kebijakan yang semrawut sejak awal. Namun, mari lupakan itu dan kita dukung segala kebijakan dari pemerintah kita untuk menangani pandemi. Bismilah, Jubir Kementrian Kesehatan.
Seperti biasa, selama PPKM banyak diadakan sweeping dan patroli di jalanan. Mulai dari penyitaan hingga penyemprotan air ke tempat usaha yang masih ngeyel buka. Namun, saya ingin membahas salah satu kebijakan dari beberapa daerah yang saya rasa patut kita beri apresiasi. Mematikan lampu jalan saat malam hari adalah jalan ninja mereka. Ini beneran, bukan banyolan semacam menyemprot desinfektan di jalanan. Hal semacam ini benar-benar terjadi. Diterapkan oleh beberapa daerah di Indonesia. Sebuah ide yang tak disangka-sangka keluar dari para manusia yang dianggap mampu untul menjalankan roda pemerintahan daerah.
Ada pihak yang setuju, pun sangat amat menentang hal ini. Alasan dari para pembuat kebijakan ini adalah, agar masyarakat tak pergi ke mana-mana saat malam. Kita tahu, tak semua orang bisa duduk dan rebahan santai di rumah. Ada para pekerja yang masih harus berseliweran saat malam. Namun, memang ada juga para pemuda pemudi anti bobok gasik, yang memang niatnya keluar malam buat main dan cari angin. Mengingat malam itu gelap, ditambah tak ada lampu jalan, apa nggak bahaya? Apalagi jika si pengemudi sedang mengantuk, ditambah udara dingin, jalan gelap gulita, kiranya nanti makin terbuai dan ditakutkan terjadi kecelakaan karena tak sengaja bobok di atas motor.
Sudah ada banyak berita yang bisa kita lihat, banyak terjadi kecelakaan di jalanan kota yang gelap itu. Saya kira pihak yang tak suka kebijakan ini ada benarnya. Namun, melihat kengeyelan pembuat kebijakan, saya rasa ada sebuah misi tertentu yang sedang mereka laksanakan. Ada petuah terselebung dari kebijakan unik ini. Tak mungkin bikin kebijakan anyep-anyep saja, pasti semua ini untuk rakyat.
Siapa tahu, niat pemerintah memang untuk melatih kemampuan berkendara dan mengajarkan kita soal rasa syukur. Di tengah perkotaan, di mana-mana dihiasi lampu jalan yang terang dan indah. Sementara di pelosok desa lain, bahkan di luar Jawa, jalanan tak punya penerangan saat malam hari. Kampung saya yang tak jauh dari alun-alun saja, minim penerangan. Bahkan banyak daerah lain di negara kita yang belum dialiri listrik. Kiranya mereka tengah melatih rasa syukur dan kepekaan nurani warganya. Agar kita ikut merasakan penderitaan saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Selain itu, hal ini bisa sekalian melatih kemampuan mata dan kepekaan refleks. Biar nggak gampang kaget kalau lewat daerah seperti kampung saya.
Jika ternyata cara itu masih belum berhasil, izinkan saya memberi saran. Agar makin tambah gayeng dan tambah berjaya, bisa ditambah inovasi lain. Sekalian saja aspal-aspal dilunthung atau dikelotok. Bikin lubang sana-sini. Biar sekalian melatih kemampuan berkendara dan njajal shockbreaker. Kalau perlu, jalanan diganti tanah dan tak perlu diberi lampu merah. Biar benar-benar kapok dan nggak ada yang berani lagi keluar malam-malam. Sekalian melatih tenggang rasa. Agar merasakan keadaan jalanan di banyak wilayah Indonesia yang lain. Yang rusak, berlubang, dan minim fasilitas keselamatan. Dengan begitu, kebijakan yang sudah apik tadi jadi nggak nanggung-nanggung, remuk-remuk sisan.
Kiranya sebagai warga yang baik, saya hanya bisa nyengkuyung dan mendukung setiap kebijakan yang baik semacam ini. Kebijakan yang mampu mengubah negara menjadi lebih baik dan lebih waspada lagi. Sehingga di masa depan, saat muncul kebijakan yang sebelas dua belas dengan kebijakan mematikan lampu jalan, masyarakat jangan buru-buru marah, dan main kontra saja. Memang soal kebijakan yang baik ini, tinggal pintar-pintar kita mencari celah kebaikan dan sisi husnuzan-nya. Pasalnya, kebijakan yang baik adalah soal sudut pandang. Soal hasilnya yang menyengsarakan rakyat dan bikin celaka, itu hal yang lain lagi.
BACA JUGA 6 Kebiasaan Buruk Pengendara di Lampu Merah atau tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.