Mundurnya Kang Tisna yang diceritakan kembali ke Bandung dan berjualan buah mengurangi satu klise cerita Tukang Ojek Pengkolan, yakni adegan marah-marah. Mbak Yuli, istrinya Kang Tisna, seakan nggak punya kerjaan lain (atau cerita lain) selain marah-marah kepada suaminya itu. Entah kehabisan ide cerita atau memang ceritanya begitu-begitu saja dalam mengembangkan kekayaan karakter tokohnya.
Adanya pandemi, juga menggugurkan satu cerita klise yang selalu diulang sampai bosan, yakni percintaan Mas Bobby dan wanita-wanitanya. Kalau ada variasi saya rasa tidak masalah, tapi jika tiap menemukan satu pangkal cerita dan selesainya begitu-begitu saja, rasanya bosan juga. Kisahnya muter antara Bobby dan Annisa, jika nggak Bobby yang ada wanita baru, pasti sebaliknya. Kisahnya hanya bermuara gitu-gitu terus, bak tidak ada pengembangan lainnya.
Sebenarnya dulu ada kisah cinta Mas Pur yang muter-muter nggak jelas. Tapi berhubung masih satu garis lurus dengan lika-liku kehidupan tukang ojek pengkolan, kisah cinta ini selalu ditunggu dan nggak buat bosan. Apa lagi pas Mas Pur ambyar. Namun, menikahnya Mas Pur rasanya membuat nyawa karakter seorang Purnomo dalam kisah ini menjadi mengendur. Tapi ya bagaimana lagi, toh mereka mengembangkan tokoh-tokoh tambahan yang, maaf-maaf saja, kurang penting hadirnya.
Tapi tidak hanya sampai di sana, makin lama, sinetron Tukang Ojek Pengkolan makin hanya berputar dalam kubangan yang nggak jelas. Alih-alih mengisahkan kisah hidup tukang ojek, kini mengisahkan orang per orang dalam satu desa. Ya, kita sama-sama tahu, kualitas sinetron kejar tayang dan digarap dengan sungguhan akan berbeda hasilnya. Jangan dibandingkan dengan Preman Pensiun.
Klise yang membuat Tukang Ojek Pengkolan membosankan #1 Permasalahan selalu bermula dari salah paham
Tidak ada konflik langsung antara satu tokoh dengan tokoh lainnya (selain kisah Pur dan Ojak mengenai jasa titip). Yang paling terasa saat Mas Ferdy digosipkan tidak lolos tes rapid dan terkena virus corona. Kabar tersebut menyebar akibat kesalahpahaman Pengky yang menerima informasi secara asal-asalan.
Contoh lainya, ketika Mbak Rinjani dikabarkan hamil. Ini juga berkutat pada permasalahan klise bernama salah paham. Kali ini informasi yang langsung ditarik garis lurusnya oleh mertua blio sendiri. Kemudian menyebar ke Keluarga Sucipto dan akhirnya menyebar ke seluruh kampung. Pihak yang dirugikan (Mas Pur) marah-marah, mencari biang gosip, dan sudah. Iya, sudah, kan salah paham.
Sebenarnya banyak opsi lain ketimbang mengambil jalan pintas salah paham. Semisal Mas Ferdy benar-benar tidak lolos tes rapid dan terkena corona. Dari sana cerita bermulai dan seluruh warga desa melakukan tindakan ketika ada tetangga yang terjangkit virus. Itung-itung memberikan pelajaran bagi pemirsanya semisal hal ini kejadian di sekitar rumahnya.
Klise yang membuat Tukang Ojek Pengkolan membosankan #2 Plot dikembangkan dari gosip
Bahkan dalam spin-off Abi Umi, sinetron ini seakan tidak bisa lepas dari plot cerita yang berawal dari gosip. Di masa pra-pandemi misalnya, gosip dimulai dari Mbak Sri Wahyuni (sekarang tokoh ini dihilangkan) dan akan menghadirkan cerita konflik ecek-ecek ke depannya. Lalu selama pandemic, cerita lebih lebar dan ba-bar, menyangkut ibu-ibu Rawa Bebek keseluruhan.
Contohnya ketika Mbak Amira cerita kepada Mpok Uyun mengenai dapur rumah tangga, kemudian Mpok Uyun menyebarluaskan gosip tersebut. Hal ini semakin riuh kala ibu-ibu lain join this party. Palingan kata-katanya seperti ini, “Walah, saya nggak nyangka…” atau “Tuh kan, apa saya bilang…”.
Pengamatan saya, ada beberapa langkah dalam menjadikan sesuatu yang sepele ini menjadi besar. Bikin saja satu episode untuk menggambarkan awal mula gosip, nanti aka nada 3-4 episode selanjutnya gosip akan menyebar luas dan konflik-konflik aneh terbentuk. Dilanjutkan dengan 1-3 episode lagi sebagai pertentangan pihak yang digosipkan dengan yang menggosipkan, dan penyelesaian semua ini hanya sekitar 1 episode saja. Ditutup dengan, “Oh, jadi gitu…” atau “Maaf, ya”. Sudah.
Kalau tetap mau menggunakan konsep gosip dan menimbulkan gesekan cerita sih saran saya tetap gunakan jasa Mbak Sri Wahyuni saja. Perannya sebagai katalisator tokoh satu dan tokoh lainnya. Jadi penonton bisa paham, apa lagi nenek saya. Nih, ya, saya itu bosan jika ditanya nenek saya mengenai apa yang terjadi dalam sinetron ini.
Klise yang membuat Tukang Ojek Pengkolan membosankan #3 Tokoh-tokoh dipasangkan hanya untuk bermusuhan
Bang Ojak dan Mak Mae, misalnya. Konflik di antara mereka berdua terus terjadi dari awal cerita hingga kini. Apakah lupa beberapa bulan yang lalu mereka pernah bersalaman dan bermaafan? Kok ya konflik di antara mereka dikembangkan kembali.
Konflik lainnya berlangsung antara Mas Pur dan Mas Jhon. Awalnya sih seru, lama-lama bosan juga. Ejek-ejekan antara keduanya juga rasanya aneh jika ditampilkan dalam jam prime time. Kondisi Mas Pur berantem pun seakan menjadi kebutuhan kala spin-off Abi Umi, Mas Jhon belum ada, Mas Pur malah “dipaksa” berantem dengan Amin Gober. Padahal sebelumnya mereka baik-baik saja.
Barangkali sinetron ini akan naik kualitasnya jika dibikin per musim kayak Preman Pensiun. Setahun sekali atau enam bulan sekali. Jika tiap hari, penonton seakan disajikan tayangan yang melulu seperti itu, tidak berkembang dan dengan konflik yang serupa. Biar ada waktu untuk memikirkan jalan cerita ketimbang terus menanti sponsor yang tampil di tengah tayangan.
BACA JUGA Surat Terbuka untuk Mas Pur yang Ditinggal Nikah Mbak Novita dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.