Lagu ‘To The Bone’ Pamungkas Enak, Asalkan Nggak Diperdengarkan Terus-Menerus

Lagu To The Bone Pamungkas Enak Asalkan Nggak Diperdengarkan Terus-Menerus terminal mojok

Nama Pamungkas akhir-akhir ini kembali ramai diperbincangkan. Bukan Bambang Pamungkas, melainkan Pamungkas yang seorang musisi, solois yang cukup merajai panggung musik beberapa tahun terakhir. Pamungkas ramai diperbincangkan bukan karena omongannya yang British banget, bukan pula soal artwork yang katanya menjiplak. Bukan, dan kasus itu sudah selesai. Pamungkas diperbincangkan karena lagunya yang berjudul “To The Bone” ini kembali ramai karena salah satu media sosial.

Lagu “To The Bone” tiba-tiba ramai lagi menjadi bahan konten, terutama di aplikasi TikTok. Entah bagaimana awal pastinya, tapi lagu ini tiba-tiba saja naik, di-cover banyak sekali orang (termasuk Bambang Pamungkas dan Ge Pamungkas), dan ramai-ramai dijadikan konten. “When Pamungkas said, bla bla bla, sampai ke tulang-tulangnya, bla bla bla,” adalah kalimat yang sering sekali muncul. Kalimat ini lalu disambung dengan reff lagu “To The Bone”, “take me home, I’m falling, bla bla bla,” dan dikemas dengan video-video yang katanya estetik padahal babar blas itu.

Imbas dari ramainya lagu ini, tentunya adalah dijadikannya lagu “To The Bone” ini primadona di playlist beberapa cafe. Hampir setiap cafe dalam beberapa pekan atau bulan terakhir, pasti memasukkan lagu milik Pamungkas ini ke dalam playlist mereka. Bahkan tidak sedikit yang memutarnya lebih dari sekali. Entah karena lagunya enak (menurut mereka), atau referensi musik mereka yang cetek, jadi tahunya lagu ini saja. Tidak hanya oleh pihak cafe, para pengunjung pun sering meminta lagu ini untuk diputar, dan bukan hanya satu atau dua pengunjung, melainkan cukup banyak pengunjung yang minta lagu tersebut diputar.

Di tempat saya biasa nongkrong, misalnya, lagu ini hampir bisa dipastikan pasti diputar dan lebih dari sekali. MIsalnya, siang sudah diputar, nanti sore masih diputar lagi. Kadang juga ada beberapa pengunjung yang dengan sengaja meminta lagu ini diputar, tidak peduli dengan kenyataan bahwa lagu ini baru saja diputar satu jam yang lalu. Bahkan ada momen di mana saya meminta untuk tidak memutar lagu “To The Bone” lantaran bosan sekali kalau lagu itu diputar terus-terusan. Untung saja baristanya masih teman, jadi masih enak memintanya.

Apa yang saya lakukan sebenarnya tidak terlalu ekstrem, lha wong cuma minta dengan halus tanpa marah-marah, kok. Di tempat lain, ada yang sampai memasang peringatan tertulis mengenai larangan memutar lagu “To The Bone” dari Pamungkas. Bahkan bukan lagu “To The Bone” saja, beberapa tempat malah melarang memutar semua lagu-lagu Pamungkas. Alasan terbesarnya pun bukan karena musiknya tidak enak, tapi lebih karena bosan lantaran terlalu sering diperdengarkan. Kalau enak tidak enak kan urusan selera, tapi kalau bosan itu pasti dan mutlak.

Sebenarnya, lagu “To The Bone” itu enak didengar. Dalam ukuran musik pop, lagu ini juga sangat pop. Jadi, wajar kalau lagu ini mudah didengar dan cepat sekali menempel di kepala orang-orang, termasuk saya yang bahkan tidak pernah dengan sengaja dan kesadaran penuh memutar lagu tersebut. Karena diperdengarkan cukup sering, maka ada satu atau dua bait lirik dan nada yang saya hafal. Supaya tidak berlarut-larut, makanya saya sering meminta agar lagu tersebut tidak sering-sering diputar.

Lantas, apakah lagu enak akan tetap menjadi enak? Jawabannya tentu tidak, karena lagu enak kalau terlalu sering diperdengarkan, akan menjadi lagu yang membosankan. Lagu “To The Bone” salah satunya. Kalau diperdengarkan sekali dua kali dengan takaran yang pas, lagu ini akan tetap enak. Namun, kalau diperdengarkan terus-menerus, sehari mungkin tujuh sampai lima belas kali, itu namanya penyiksaan. Bisa-bisa yang mendengarkan jadi gila semua.

Lho iya, ini serius. Ada banyak lagu, kok, yang sebenarnya enak, tapi dipakai untuk penyiksaan dengan cara diperdengarkan terus-menerus. Lagunya Justin Beiber, Metallica, AC/DC, dan banyak lagu dari band/musisi populer lainnya yang dijadikan alat penyiksaan. Tentu tidak menutup kemungkinan lagu “To The Bone” dari Pamungkas juga menjadi salah satu lagu yang dipakai untuk penyiksaan nanti.

Maka dari itu, mbok ya agak dikurangi intensitas memutar lagu “To The Bone” ini, terutama di ruang publik seperti cafe atau restoran. Kalau di kamar pribadi ya silakan, terserah kalian. Asalkan tidak di ruang publik. Boleh diperdengarkan, asalkan hanya satu atau dua kali saja dalam sehari. Kalau terlalu sering, eneg nanti jadinya. Maaf untuk Pamungkas dan para fans fanatiknya. Lagu “To The Bone” ini sebenarnya enak, dengan syarat tidak diperdengarkan terus-menerus.

Sumber Gambar: YouTube Pamungkas

BACA JUGA Hujatan pada Kasus Plagiarisme Pamungkas Mengisyaratkan Hal-hal Baik Ini dan tulisan Iqbal AR lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version