#3 Mereka yang tidak siap kesepian
Kuliah S2 itu berbeda dengan S1 atau sarjana. Pada saat S1, mungkin pertemanan kalian bisa makin luas dan intim. Bisa sering berdiskusi, nongkrong dengan dalih bahas proker organisasi. Bahkan, kalian bisa sering hangout bareng saat akhir pekan.
Itu semua berbeda ketika S2. Mungkin pertemanan luas, tapi tidak bisa seintim ketika kuliah. Orang-orang waras di dalam ekosistem S2 biasanya bukan orang punya waktu luang untuk nongkrong, nggedabrus ngalor-ngidul, baku omong sana-sini hingga larut malam di kafe. Sehingga potensi kesepian harus dihadapi karena circle pertemanan yang makin kecil. Selain itu orang-orang di ekosistem S2 biasanya lebih oportunis, sehingga sulit sekali diajak nongkrong atau main-main.
Mereka lebih suka untuk fokus pada pendidikannya agar cepat selesai. Mikir jurnal, jurnal, dan jurnal. Itu gak bisa disamakan dengan membuat makalah. Seringkali segala persoalan yang datang di perkuliahan juga harus dihadapi sendiri.
#4 Kuliah S2 tidak untuk mahasiswa yang punya mental aktivis
Kuliah S2 nggak cocok untuk kalian yang punya mental aktivis. Maksud saya, kalau kalian saat S1 dahulu kuliah lebih dari satu dekade karena sibuk mengkritik, memimpin organisasi, dan tebar atensi sana-sini mending urungkan niat lanjut S2. itu Saat menempuh magister, nggak ada urgensi ikut organisasi kampus lagi. Fokusnya sudah kepada cara untuk berpikir logis dan analitis, bukan lagi kritis, tapi cuma ngang-ngong aja.
Ketika sudah S2, prioritasnya adalah segera lulus karena tertekan usia, kesempatan kerja, dan nggak mau lagi bayar mahal-mahal. Asal tahu saja, biaya kuliah S2 itu tidak sedikit lho. Sekelas kampus jaket kuning biaya pendaftaran awal sebelum mulai kuliah bisa sampai Rp30-50 juta. Per semester bisa dua digit.
Jadi sangat disayangkan kalau kalian habiskan waktu berlama-lama di S2, karena biaya yang dikeluarkan sangat besar. Yah tapi lain cerita kalau kalian itu anak konglomerat, DPR atau Menteri yang biaya hidupnya sudah ditanggung negara. Bahkan, biaya sunatan cucu pun dibiayai negara. Bukankah begitu, Pak Yasin Limpo?
Nah di atas tipe orang yang menurut saya nggak cocok untuk lanjut kuliah S2. Ingat, memaksa sesuatu yang sebenarnya bukan kapasitas kita itu namanya mubazir waktu, tenaga, dan uang. Ujung-ujungnya malah jadi pengangguran.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.