Kota Tua merupakan salah satu destinasi wisata historis yang terkenal di Jakarta. Tempat yang disebut sebagai titik nol Kota Jakarta ini menyimpan sejarah yang begitu panjang. Ratusan tahun berlalu, bangunan-bangunan kuno peninggalan zaman kolonial masih berdiri kokoh dan terus dilestarikan dengan menjadikannya sebagai bangunan cagar budaya. Beberapa bangunan juga menjadi museum yang tak boleh dilewatkan untuk dikunjungi, seperti Museum Bank Indonesia, Museum Mandiri, Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah, dan Museum Seni Rupa dan Keramik.
Oleh karena bernilai historis serta menjadi destinasi wisata itulah, Kota Tua Jakarta sudah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi wisatawan. Hal yang dapat dilakukan untuk mewujudkan kedua tujuan tersebut ialah revitalisasi.
Revitalisasi Kota Tua sebenarnya telah dilakukan sejak zaman Gubernur Ali Sadikin (Bang Ali) pada tahun 1970-an. Revitalisasi kemudian berlanjut seiring bergantinya gubernur. Terakhir dilakukan oleh Gubernur Anies Baswedan di penghujung masa jabatannya, yakni pada tahun 2022. Revitalisasi yang selesai pada bulan Agustus 2022 ini mengubah tampilan Kota Tua menjadi lebih rapi dan nyaman bagi wisatawan.
Kota Tua yang lebih baik
Ada berbagai perubahan positif yang saya lihat setelah Kota Tua Jakarta direvitalisasi. Pertama, trotoar menjadi sangat lebar, dilengkapi dengan guiding block serta jalur sepeda di sepanjang trotoar yang memutari kawasan Kota Tua. Kedua, tingkat polusi udara bisa berkurang dengan adanya penerapan low emission zone (Zona Emisi Rendah).
Untuk mendukung penerapan Zona Emisi Rendah ini, jalan beraspal yang dahulu dilalui oleh kendaraan bermotor di depan Stasiun Jakarta Kota, yakni Jalan Lada dan Jalan Ketumbar, diubah sepenuhnya menjadi kawasan pedestrian yang apik sehingga jumlah kendaraan bermotor yang berlalu lalang dapat berkurang. Diharapkan hanya transportasi umum seperti bus Transjakarta ditambah sepeda atau sepeda listrik yang boleh beroperasi di Kota Tua.
Ketiga, pemandangan Kota Tua jauh lebih nyaman dan rapi dengan pemindahan sejumlah PKL (Pedagang Kaki Lima) ke berbagai lokasi binaan (lokbin) di sekitaran Kota Tua. Terakhir alias keempat, integrasi transportasi umum antara Transjakarta, KRL, dan MRT (yang saat ini masih dalam tahap pembangunan) dapat terwujudkan berkat revitalisasi yang dilakukan.
Ketika saya mengunjungi Kota Tua Jakarta pada Agustus dan Oktober 2022, situasi Kota Tua yang baru selesai revitalisasi masih terlihat rapi. Situasi ini bertahan hingga saya datang kembali pada bulan Juli 2023. Namun, ketika saya mengunjungi Kota Tua (lagi) baru-baru ini, yakni pada Agustus 2024 lalu, pemandangan Kota Tua hasil revitalisasi yang tadinya rapi, nyaman, asri, dan sedap dipandang mata itu kini telah hilang. Yang sebelumnya terlihat kemajuan, sekarang malah terlihat kemunduran.
Sekarang malah balik setelan pabrik
Hal yang paling mencolok adalah kembalinya para PKL yang menempati trotoar di depan Stasiun Jakarta Kota hingga Kali Besar Barat seperti masa sebelum revitalisasi di tahun 2022. Kota Tua pun terlihat semrawut. Seluruh badan trotoar yang luas itu nyaris ditempati oleh PKL. Mau berjalan pun susah rasanya. Lebih parah lagi, jalur sepeda pun turut ditutupi oleh gerobak hingga lapak dagangan mereka. Ruang yang tersisa dari trotoar hanyalah bagian guiding block saja, itu pun beberapa bagiannya sudah ada yang terlepas.
Kemunduran ini membuat saya mengajukan dua pertanyaan. Pertama, apakah lokbin yang sebelumnya telah ditentukan tidak digunakan oleh PKL secara optimal? Mungkin saja, terdapat hal yang bikin mereka nggak nyaman ketika dipindahkan, seperti dagangan menjadi sepi, harga sewa yang tinggi, dan lain-lain. Kedua, apakah aparat tidak bertindak tegas atas kembalinya PKL menempati trotoar di Kota Tua Jakarta yang membuat pemandangan menjadi semrawut? Pada kunjungan saya ke Kota Tua yang terkini, sebenarnya di sana terdapat beberapa anggota Satpol PP yang sedang berpatroli. Tapi, mereka hanya sekadar melaksanakan apel, berfoto bersama, dan berputar mengelilingi Kota Tua dengan mengabaikan para PKL itu. Saya yang melihatnya pun hanya bisa terheran-heran.
Kalau kata netizen yang budiman, Kota Tua telah kembali kepada apa yang disebut dengan “Setelan Pabrik”, yakni kembali kepada keadaan aslinya (masa sebelum revitalisasi di tahun 2022). Situasi yang semrawut, tidak rapi, dan tidak nyaman.
Kalah sama Semarang
Selain itu, masih ada lagi kemunduran di Kota Tua yang saya rasakan, seperti sumpek, kotor, dan beberapa fasilitas yang kurang terawat. Jika kondisi Kota Tua sekarang ini dibandingkan dengan Kota Lama Semarang yang saya kunjungi saat KKL di bulan Mei 2024 lalu, maka Kota Lama Semarang jauh lebih rapi dan nyaman dibandingkan Kota Tua Jakarta. Apalagi kalau dibandingkan sama Kota Lama Surabaya, bah, tertinggal jauh!
Maka dari itu, sudah semestinya para pemangku kepentingan sekarang ini untuk peduli terhadap permasalahan di Kota Tua ini. Sayang seribu sayang kalau hasil revitalisasi yang bagus, rapi, dan terkesan modern ini kembali ke arah belakang atau perubahan negatif lainnya. Hendaknya mereka melakukan pencarian solusi yang betul-betul efektif agar masalah ini teratasi dan tak terulang kembali. Saya sebagai orang biasa mengharapkan Kota Tua terbebas dari segala permasalahan yang terjadi. Toh, tempat wisata yang aman dan nyaman merupakan hal yang didambakan, bukan?
Penulis: Muhammad Arifuddin Tanjung
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kota Lama Semarang vs Kota Tua Jakarta, Kawasan Wisata Bersejarah yang Serupa tapi Tak Sama