Beberapa minggu ini, laman media sosial saya banyak memperlihatkan potongan video “Kenapa Bandung?” yang intinya bilang bahwa Bandung itu romantis dan cocok banget untuk mempraktikkan gaya hidup slow living. Tidak seperti kota besar lainnya seperti Jakarta yang segalanya serba cepat.
Saya akui Bandung memang romantis dan cocok untuk slow living, dengan catatan kalian tinggal di daerah estetik seperti Braga, Dago, Asia Afrika dan Jalan Riau 20-30 tahun saat Dilan dan Milea masih duduk di bangku SMA. Alias syarat dan ketentuan berlaku.
Cuaca dan kualitas udara Bandung saat ini sudah tidak sebagus dulu. Bandung sudah menjadi kota yang panas dan penuh polusi. Selain karena faktor perubahan iklim, daerah hijau di Lembang dan kawasan Bandung Utara lainnya banyak yang dipangkas jadi perumahan, hotel, hingga tempat wisata.
Lalu lintas Bandung pun parah banget karena ibu kota provinsi ini nggak punya sistem transportasi publik yang proper. Hal ini belum diperparah dengan begal dan genk motor yang kerap kali meresahkan warga, banjir, premanisme, pungli, upah kerja yang belum layak, hingga masalah sampah. Ditambah, kasus korupsi yang melibatkan dua Wali Kota Bandung, yakni Dada Rosada dan Yana Mulyana. Eh sekarang Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hadeh.
Ibarat sebuah pesawat, Kota Bandung adalah kota autopilot. Ia berjalan sendiri, tanpa arahan yang jelas. Tentu saya sampai pada kesimpulan itu, sebab pemimpinnya masuk lapas semua. Sekalipun mereka tak terjerat kasus, tak ada perbedaan signifikan juga. Ya kayak jalan aja gitu, autopilot.
Setiap kali ada masalah di Kota Bandung, penanganan Pemkot saya nilai lelet. Mereka baru bergerak setelah viral. Benar-benar autopilot. Apabila tidak segera dibenahi, bukan tidak mungkin pesawat tersebut (baca: Kota Bandung) akan hilang arah tanpa tujuan bahkan mengalami kecelakaan, bukan? Tanpa mengurangi rasa hormat pada (Pj) Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono, itulah yang warga Bandung rasakan, Pak!
Baca halaman selanjutnya
Agak mendingan waktu dipegang Ridwan Kamil