Solo belakangan memang mulai jadi top of mind orang untuk plesir, mulai menggeser Jogja dari pikiran. Saya rasa itu agak wajar, mengingat Solo benar-benar berbenah dan serius dalam perkara memoles kotanya. Koridor Gatot Subroto, jadi salah satu contoh betapa seriusnya mereka. bahkan, mereka menganggap Koridor Gatsu ini sebagai pesaing Malioboro.
Tapi, nyatanya, Malioboro masih jauh lebih perkasa. Sejarah memang tak bisa dengan mudah ditaklukkan. Koridor Gatot Subroto masih belum seramai dan belum bisa menyaingi suasana yang ada di Malioboro.
Koridor Gatsu-Ngarsopuro ini merupakan Program Prioritas dari Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka untuk menambah daya tarik destinasi wisata Kota Surakarta. Pembangunannya dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya bisa dinikmati masyarakat pada awal 2023 ini. Namun, hingga detik ini Koridor Gatsu-Ngarsopuro, menurut saya dari segi kunjungan wisatawan terkesan masih sangat sepi
Demi menjawab penasaran akan perbandingan Koridor Gatsu-Ngarsopuro dan Jalan Malioboro, saya sering bolak-balik Solo-Jogja dengan teman saya ketika weekend untuk melihat perbandingan yang mencolok kedua destinasi tersebut. Niat betul saya.
Setelah beberapa kali saya amati, Jalan Malioboro bagi saya sendiri memang terkesan lebih mempan untuk mengobati rasa penat saya di hari weekend. Banyak hal yang saya dapatkan ketika jalan-jalan di Malioboro. Jauh melebihi ketika saya healing di Koridor Gatsu. Mulai dari tempat kuliner sepanjang jalan dan tempat-tempat unik yang ada di sekitaran Malioboro.
Saya rasa ya, maklum. Reputasi Malioboro tak dibangun dalam sehari. Puluhan tahun sudah Malioboro meracuni pikiran manusia-manusia yang menjejakkan kakinya di Jogja. Koridor Gatsu, mau tak mau, harus mengakui ini.
Tanggapan dari Wali Kota Solo
Ketika diwawancarai perihal Program Renovasi Koridor Gatsu-Ngarsopuro, Mas Wali tidak memusingkan perkara Koridor Gatsu-Ngarsopuro dianggap mirip Jalan Malioboro. Mas Wali juga mengatakan bahwa destinasi ini tidak akan pernah menjiplak konsep yang ada di Malioboro. Sebaliknya ia mengatakan akan membuat destinasi Gatsu-Ngarsopuro ini menjadi destinasi yang ikonik dengan ciri khas kota berbudaya tanpa meniru konsep-konsep destinasi luar Solo.
Konsep dari Koridor Gatsu-Ngarsopuro ini adalah sebagai tempat bagi para seniman untuk memamerkan karya seni yang telah diciptakan. Bisa dilihat dari banyaknya mural yang ada di sekitaran koridor. Berbeda dengan Malioboro, di sepanjang Jalan Malioboro banyak sekali pusat niaga dan tempat hiburan yang lebih menyihir para pengunjung untuk datang.
Tapi ya, sudah banyak yang mengklaim Gatsu ini bakal menyaingi Malioboro sih. Jadi ya, susah kan melepaskan rasa pengin banding-bandingne, saing-saingke?
Baca halaman selanjutnya
Weekend rame. Tapi hari biasa? Ya sepi
Koridor Gatot Subroto yang hanya “hidup” saat weekend
Bagi saya, yang jelas bikin Maliobor dengan Koridor Gatsu berbeda ya “hidupnya”. Malioboro ramai sepanjang waktu, sedangkan Gatsu hanya pada weekend. Itu pun baru rame jika ada event diselenggarakan di Gatsu. Ojo dibanding-bandingne, ojo disaing-saingke.
Di hari biasa, yang mampir Koridor Gatsu paling ya orang yang abis belanja dari Singosaren. Begitu pun untuk masyarakat lokal yang menikmati Koridor Gatsu-Ngarsopuro di hari biasa dengan mampir di coffee shop sekitar Pasar Triwindu
Kurangnya tempat menarik di sekitar Koridor Gatsu
Bagi para pengunjung Malioboro, tentunya sudah tidak asing dengan suasana gang-gang kecil sekitar Malioboro yang penuh dengan tempat menarik. Banyak sekali toko-toko aksesoris dan buku yang tersedia. Singkatnya, jalan ikonik Jogja ini benar-benar lengkap.
Berbeda dengan Koridor Gatsu-Ngarsopuro Solo. Walaupun sudah terdapat beberapa tempat menarik dan bersejarah, seperti Pura Mangkunegaran, Pasar Singosaren dan Pasar Triwindu, tetapi kehadiranya belum bisa mengalahkan spot-spot menarik yang berada di Malioboro.
Di gang-gang sekitar Koridor Gatot Subroto Solo pun tidak semenarik gang-gang sempit Malioboro. Tidak banyak hidden gem di sekitar Koridor Gatsu yang menarik untuk kita kunjungi.
Tapi, ingat. Solo baru mulai berbenah, dan mereka tidak tanggung-tanggung dalam melakukannya. Sedangkan Jogja, masih sering dikritik karena benar-benar memilih untuk tidak mengubah diri. Zona nyaman jenis inilah yang “mematikan”.
Jika Solo tetap berbenah, rasa-rasanya, Koridor Gatot Subroto, yang awalnya hanya berani klaim menyalip, bisa beneran menyalip Malioboro. Dan sepertinya, itu hal yang amat mungkin terjadi.
Penulis: Fajar Novianto Alfitroh
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Wajah Baru Jalan Malioboro dan Mereka yang Merasa Kehilangan Hal Berharga