Kontroversi King the Land dan Blundernya Drama Korea: Nggak Tobat-tobat dari Rasisme

Kontroversi King the Land dan Blundernya Drama Korea: Nggak Tobat-tobat dari Rasisme

Kontroversi King the Land dan Blundernya Drama Korea: Nggak Tobat-tobat dari Rasisme (Unsplash.com)

Beberapa waktu lalu, drama Korea ongoing berjudul King the Land terlibat kontroversi. Masalah ini bermula di episode 7 dengan kehadiran Pangeran Samir yang berasal dari Arab. Mengenakan keffiyeh, Pangeran Samir yang diperankan oleh Anupam Tripathi ini digambarkan sebagai pemabuk dan suka main wanita. Lebih jauh lagi, Anupam Tripathi yang dulu beken lewat Squid Game ini bukanlah keturunan Arab, tapi India.

Publik marah karena penggambaran orang Arab, terlebih lagi berstatus pangeran, sangat nggak terhormat dan nggak sesuai dengan agama Islam. Kemarahan publik makin menjadi-jadi gara-gara respons tim produksi King the Land. Setelah kena masalah tersebut, mereka malah berkelit. Tim produksi membela diri dengan bilang bahwa karya drama ini cuma fiksi. “Jadi jangan marah, Bos,” gitulah kira-kira.

Gara-gara kontroversi yang problematik itu, King the Land langsung panen downvote di IMDb dan Google. Di awal penayangannya, King the Land bisa meraup skor 9/10 di IMDb dan lebih dari 90 persen pengguna Google menyukainya. Akan tetapi pasca-kontroversi, pencapaian itu turun hingga 1.8/10 dan 12 persen.

King the Land bukanlah drama pertama yang dihujat

King the Land bukan drama pertama yang menuai hujatan gara-gara rasisme yang ditunjukkan dari ketidaksesuaian penggambaran karakter dari negara lain. Sudah banyak negara, khususnya dari Asia dan Afrika, yang representasinya dalam drama Korea nggak sesuai dengan kenyataan, atau terkadang justru menggambarkan stereotipe tertentu. Orang Asia dan Afrika hampir selalu berperan sebagai karakter yang buruk dan mengancam.

FYI, rasisme atau rasialisme ini berupa prasangka dan perlakuan yang berat sebelah terhadap bangsa yang berbeda-beda. Rasisme juga merupakan paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul. Ini saya kutip dari KBBI, ya. Jadi, ibaratnya pelaku rasisme memandang dirinya dan bangsanya sendiri lebih unggul dibandingkan bangsa lain. Inilah yang dilakukan oleh sebagian drama Korea.

Indonesia juga nggak luput dari rasisme ini. Dulu, karakter orang Indonesia pernah muncul di drama Voice 3 dan digambarkan sebagai imigran yang kena tipu, pembuat onar, dan masih percaya pada hal-hal klenik. Tapi uniknya ada satu dialog yang diucapkan Pertiwi (Yannie Kim), karakter orang Indonesia di drama ini, yang menurut saya relatable. “Jangan melucu kalian. Orang Korea semua sama. Pembohong, pura-pura baik, tapi merendahkan kami!” Louder, Sis!

Negara yang digambarkan dengan tepat oleh Korea Selatan ya cuma negara-negara Barat. Kelihatan banget perbedaannya. Salah satu contohnya, lihat Andrea (Joshua Newton) di drama The Good Bad Mother. Ia adalah mahasiswa pascasarjana dari Kanada yang bekerja part-time di peternakan milik Kang Ho (Lee Do Hyun). Ia digambarkan sebagai pekerja keras, melek teknologi, dan mau berusaha buat belajar bahasa Korea.

Korea Selatan yang sebagian masyarakatnya adalah white supremacist memang menghormati orang kulit putih cenderung secara berlebihan, sekaligus merendahkan orang Asia dan Afrika secara over pula.

Selalu kurang riset soal negara lain

Saya pengin menarik perkataan saya yang pernah bilang ke teman-teman bahwa semua drakor itu well-researched. Nyatanya, nggak semua drakor seperti itu. Penulis naskah drakor bergenre medis atau hukum mungkin memang wajib untuk melakukan riset mendalam. Sayangnya, banyak drakor di luar sana yang risetnya asal-asalan dan malah bikin masalah. Biasanya drakor yang kayak gini nih yang bikin Korea Selatan bersinggungan dengan negara lain.

Masih ingat dengan drama Little Women yang diperankan Kim Go Eun? Di drama yang banyak menampilkan anggrek biru itu membahas soal Perang Vietnam. Rupanya, penulis naskah Little Women menggambarkan Perang Vietnam di drama tersebut berlainan dengan peristiwa di kehidupan nyata. Gara-gara distorsi sejarah ini, Vietnam langsung memboikot drama yang dulu tayang di tvN dan Netflix tersebut.

Kalau ini memang keterlaluan, sih. Perang Vietnam yang menjadi sejarah sekaligus trauma bagi warga Vietnam malah dibuat main-main.

Si Paling Tersakiti kalau nggak digambarkan dengan baik

Bagaimana kalau situasi semacam ini dibalik? Masyarakat Korea Selatan tentu nggak akan terima. Mereka bakal langsung jadi pihak yang merasa paling tersakiti dan terzalimi kalau negaranya nggak direpresentasikan dengan baik.

Sewaktu XO, Kitty yang merupakan spin-off dari film Netflix To All The Boys I’ve Loved Before mulai tayang, serial ini panen hujatan dari netizen Korea yang terkenal bermulut pedas dan berjari lemes itu. Padahal, permasalahan di XO, Kitty yang memang mengambil Korea Selatan sebagai latarnya ini sebenarnya sangat sepele.

Kata netizen Korea, banyak hal nggak realistis yang ditampilkan sebagai representasi Korea Selatan di XO, Kitty. Misalnya, nggak mungkin ada cupcake di menu makan siang di sekolah dan mustahil ada siswa-siswi yang sempet-sempetnya ciuman di perpustakaan. Ada juga yang komentar soal porsi nasi Kitty yang kebanyakan sementara porsi bulgoginya hanya sedikit. Soal nama tengah Kitty, yaitu Song, juga dipermasalahkan oleh netizen Korea karena di serial tersebut disebutkan kalau Song identik dengan nama laki-laki.

Netizen Korea langsung mengatai XO, Kitty sebagai serial yang blunder karena nggak merepresentasikan negara mereka dengan baik. Hello, nggak salah nih? Sebelum komen kayak gitu coba ngaca dulu.

Jujur saja saya kecewa sama tim produksi King the Land, apalagi tokoh utama drama ini diperankan oleh idola saya. Tapi saking seringnya kasus semacam ini terjadi, saya sudah nggak kaget lagi. Surprised but not dissapointed. Tapi bukan berarti kejadian semacam ini boleh dinormalisasi. Buruan tobat, deh.

Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 4 Pelajaran Penting Soal Pekerjaan dari YoonA SNSD dalam Drakor King the Land.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version