Komentar Jelek Pejabat Bikin Hidup Orang Indonesia Tambah Suram

Komentar Jelek Pejabat Bikin Hidup Orang Indonesia Tambah Suram Mojok.co

Komentar Jelek Pejabat Bikin Hidup Orang Indonesia Tambah Suram (unsplash.com)

Belakangan selalu saja ada komentar jelek dan viral dari para pejabat Indonesia. 

Mengikuti pemberitaan kondisi Indonesia di berbagai media membuat pusing akhir-akhir ini. Selain kabar buruk yang datang bertubi-tubi, warga masih harus menghadapi komentar jelek dari para pejabat. Seperti yang viral baru-baru ini, komentar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, terkait teror kepala babi yang dikirimkan ke salah satu jurnalis Tempo. Komentarnya membuat banyak orang tercengang saking tidak masuk akal. 

“Udah dimasak saja. Kalau kepala babi mah dimasak aja.”

“Saya lihat dari medsos, Fransisca yang wartawan Tempo itu, dia malah minta dikirimi daging babi. Artinya dia tidak terancam kan? Buktinya dia masih bisa bercanda?”

Begitu kurang lebih tanggapan Hasan Nasbi dikutip dari video yang viral di media sosial. Para wartawan yang melontarkan pertanyaan sempat hening sesaat. Mungkin mereka tidak menyangka tanggapan yang muncul akan seenteng itu terkait isu yang dianggap serius oleh banyak orang. Terlebih, dia bukanlah orang biasa, dia seorang Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. 

Saya rasa, tidak perlu jadi sarjana ilmu komunikasi untuk memahami bahwa statement itu buruk. Komentar tersebut menunjukkan minimnya itikad baik dan empati. 

Komentar jelek pejabat Indonesia bertebaran 

Sebenarnya komentar blunder dan viral para pejabat bukan kali ini saja terjadi. Tentu kalian masih ingat tanggapan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengenai tagar dan jargon Indonesia Gelap yang digunakan mahasiswa saat demo menolak sejumlah kebijakan pemerintah Februari lalu. 

“Jadi kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau bukan Indonesia. Jadi kita jangan terus mengklaim sana-sini.”

Kalian mungkin juga masih ingat, sekelas presiden, seorang pemimpin negara, bisa mengatakan “ndasmu” dengan begitu enteng.

Ada orang pintar bilang, kabinet ini gemuk, terlalu besar… ndasmu.”

Begitu kurang lebih yang diungkapkan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dalam acara puncak HUT Partai Gerindra yang digelar di Bogor bulan Februari lalu. 

Masih perlu contoh lain? Kalian tentu masih ingat kasus LPG 3 kg yang tiba-tiba langka karena menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang tanpa persialan matang menerapkan kebijakan baru melarang penjualan gas melon secara eceran. Memang tidak ada kata-kata blunder keluar dari mulut Bahlil. Namun, gesturnya menanggapi keluhan rakyat benar-benar menyebalkan, dia masih bisa senyam-senyum dan tampak tidak serius. Ingat, komunikasi itu tidak melulu soal kata-kata verbal, tapi juga nonverbal.

Sebenarnya masih banyak pernyataan jelek lain dari para pejabat, terutama selama 100 hari masa kepemimpinan Prabowo-Gibran. Tapi, kalau saya bahas semuanya, tulisan ini bisa jadi sangat panjang. 

Bikin hidup orang Indonesia makin repot

Mengingat-ingat kembali pernyataan problematik pejabat dan menuliskannya seperti sekarang ini membuat saya lebih memahami kemarahan orang Indonesia. Ya bagaimana warga tidak jengkel kalau sehari-hari mendengar komentar pejabat yang nggak menjawab persoalan, nggak nyambung, dan nirempati. 

Coba sekarang kalian ingat-ingat, di tengah rentetan berita buruk seperti sekarang ini, adakah pernyataan pemerintah yang mengucapkan “maaf” atau menunjukkan gestur verbal dan nonverbal berempati lainnya? Hampir tidak ada kan? 

Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto akhirnya memang mengakui komunikasi para pejabat perlu diperbaiki. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga akhirnya menunjukkan niat baik dengan melakukan klarifikasi. Klarifikasi yang menurut saya hanya “gula-gula” karena isinya kosong. 

Semua itu terjadi setelah orang Indonesia berkali-kali mengkritik komentar jelek para pejabat. Saya pikir-pikir lagi, jadi orang Indonesia itu memang harus punya banyak energi. Kita harus mau repot-repot mengingatkan para pejabatnya untuk nggak asal “njeplak” dan nggak mendukung kebijakan merugikan rakyat. Semua itu dilakukan di sela-sela upaya bertahan hidup yang kian sulit. 

Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, mereka bekerja dan dibayar untuk mengurus rakyat. Kalau sebagian pekerjaan para pejabat itu justru dilakukan oleh rakyatnya. Bukankah lebih baik gajinya disunat saja dan diberikan kepada rakyat? 

Kalau tidak mau seperti itu, saya rasa para pejabat harus segera memperbaiki diri. Berpihaklah pada rakyat, pupuklah empati, ikuti isu yang berkembang di masyarakat, terima kritik secara terbuka, pilihlah kata-kata yang tepat ketika berbicara, dan sampaikan pesan dengan gestur yang meyakinkan. Itu semua merepotkan? Tentu saja, masak jadi pejabat mau enaknya melulu.  

Penulis: Kenia Intan
Editor:  Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Danantara Memang Mengkhawatirkan, tapi Jangan Sembrono Tarik Dana dari Bank Himbara

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version