Perkenalan saya dengan sepatu Kodachi diwarnai kesalahpahaman. Saya mengira sepatu ini bikinan atau impor dari Jepang. Rupanya si Kodachi merupakan sepatu berlabel local pride, alias bikinan dalam negeri. Yang tertulis di kotaknya memang huruf kanji Jepang, sangat kawaiii pokoknya. Namun, di sepatu itu yang tertulis bukan made in Japan, melainkan mode Japan. Boleh dibilang ia sepatu yang bentuknya begitu-begitu saja. Meski akhir-akhir ini mulai banyak model baru dan mereka sudah rajin berinovasi.
Harganya yang kini hanya seratus ribuan, membuat sepatu ini masuk kalangan sepatu akar rumput. Yang biasanya tersirat dari sepatu seratus ribuan adalah kualitas rendah. Memang, ia murah dan terkesan seadanya. Tapi, ia adalah sepatu yang diciptakan untuk punya kecenderungan selalu ada dan setia. Anda boleh menggunakan sepatu itu setiap hari selama lima tahun lebih, saya jamin tak akan rusak. Memudar dan kotor tentu, tapi tak bisa rusak. Seolah serat-serat kanvas dan solnya terbuat dari adamantium. Sekuat dan sekeras tulang Logan.
Kanvas yang dimilikinya tak mudah koyak, apalagi hanya digunakan untuk sekolah ataupun kuliah. Sangat kuat dan trengginas, nggak kayak hatimu yang rapuh itu. Bagian depan menggunakan bahan sejenis suede sintetis. Yang jika tergesek aspal, niscaya aspalnya yang tipis. Dijahit dengan sempurna, bak benang dari baju ketatnya Superman. Boleh kalau mau coba ditarik sekuat tenaga, tak akan ada satu pun benang terputus. Ia adalah bukti dari kekuatan dalam kesederhanaan.
Kiranya itulah yang menyebabkan para kuproy menggilai sepatu ini. Bersama Kodachi membangun negeri. Bayangkan, pekerjaan kuli itu berat, dan Kodachi nyatanya tahan disiksa sedemikian rupa. Manuver liar dari kaki-kaki mereka yang kemrengkel penuh otot, medan penuh tebaran liar ranjau paku dan sisa material, paparan campuran bahan kimia semen dan pasir, hingga harganya yang menyelamatkan dompet. Pilihan baik, bijak, dan sangat tepat. Ia awet dan bisa digunakan sampai puluhan tahun ke depan.
Bahkan, menurut mitos ngawur yang beredar, sepatu Kodachi para kuli masih bagus meski bangunannya sudah hancur setelah melewati beberapa abad roda kehidupan.
Sepatu ini juga punya sol karet yang antiselip, lebih pakem dari rem mobil Formula 1 milik Ferrari. Cocok untuk manjat-manjat di proyek-proyek yang sering tak memperhatikan standar operasional keselamatan. Oleh karena antiselip itulah, sepatu ini juga terkenal di kalangan penarik becak. Pedal keras nan bersahaja itu, adalah perpaduan yang pas dengan sol Kodachi yang tak bisa dihancurkan oleh akik Thanos sekalipun. Mencengkeram kuat bak cakar Wolverine, menempel dengan presisi bak operan Misaki ke Tsubasa.
Para atlet parkour juga sangat menggemari sepatu antijebol ini. Mau dipakai manjat tembok, batu, hingga berlari di lantai dengan tumpahan oli sekalipun, ia tetap tak selip. Tak ubahnya roda tank yang mampu selamat di segala medan. Bukan rahasia lagi kalau anak-anak skateboard juga sangat menggilai Kodachi. Sepatu ini tak bisa jebol, nggak kayak kelopak matamu yang langsung jebol di kala melihat doi dengan yang lain. Ia tabah dan low profile. Disiksa seperti apa pun, ia tetap gagah memeluk kaki-kaki pemiliknya.
Mau buat futsal kek, lari, main sepeda, badminton, voli, bahkan nguli, ia akan selalu bertahan. Memang teknologinya lawas, terutama di seri lamanya. Sol agak berat, meski super duper lentur. Seandainya di masa Majapahit sudah ada sepatu ini, niscaya Gajah Mada akan menggunakannya untuk menjelajah Nusantara. Bahkan saya sangat yakin, kalau saja Bandung Bondowoso membelikan sepatu ini untuk para kulinya, dalam tempo lima menit, itu candi pasti sudah selesai. Dan sudah pasti, Roro Jonggrang nggak akan punya waktu untuk bikin tipuan yang bikin Bandung Bondowoso gagal.
Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Rizky Prasetya