Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kita Sering Lupa Bersyukur tapi Malah Selalu Ingat Mengeluh

M. Farid Hermawan oleh M. Farid Hermawan
13 Januari 2020
A A
Kita Sering Lupa Bersyukur tapi Malah Selalu Ingat Mengeluh
Share on FacebookShare on Twitter

Saya dibuat terhenyak dengan pembicaraan bersama teman-teman saya beberapa hari yang lalu. Pembicaraan tersebut muncul dari sebuah keluhan teman saya tentang IP (Indeks Prestasi) yang ia dapat di semester ini. Pembicaraan yang sebelumnya hanya berisi candaan, ujungnya malah berisi keluhan yang tak terbatas dan melampauinya.

Teman saya, sebut saja Junjun secara tiba-tiba bertanya ketika obrolan sedang asyik-asyiknya ngalor ngidul. Dia bertanya, eh IP kalian semester ini berapa? Semua sontak terdiam. Lalu si Junjun ini dengan muka tak berdosa berkata, “IP aku semester ini turun, ih.”

Penasaran dengan si Junjun, saya bertanya, sedrastis apa IP si Junjun turun. Dia mengatakan bahwa semester kemarin IP-nya tembus 3,9 dan semester ini cuma dapat 3,8-an. Saya berteriak, tapi dalam hati. Cuma! Cuma 3,8! Itu tinggi, Cok!

Hingga hampir semua teman saya yang ada di situ ikut menimpali. Mulai dari yang IP-nya memang tinggi tapi tetap dianggap rendah sampai ada yang mengeluhkan dia cuma dapat IP 2 koma-an. Nah kalau yang IP 2 koma saya mafhum. Tapi saya tidak habis pikir, kalau IP yang sudah menyentuh 3,8 saja masih dianggap rendah, bagaimana nasib mereka yang IP-nya 2 koma ke atas sedikit. Kasihan sekali. FYI, saya juga turut menjelaskan berapa IP saya, yah, kisaran 3,6 lah. Dan saya yakin, bagi si Junjun IP saya itu masih sangat rendahan di matanya.

Dari pembicaraan soal IP tersebut saya dapat poin penting. Bahwa ternyata memang benar, banyak-banyak bersyukur sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental. Namun bukan berarti mereka yang tidak bersyukur lantas akan gila. Tidak seperti itu. Hanya saja, seringnya mengeluh akan sejalan dengan seringnya diri menjadi insecure dan tidak pernah puas. Dari ketidakpuasan tersebutlah yang akan menjadi beban yang tak habis-habis dan sering diaggap sebagai masalah yang sangat berat. Padahal jikalau lebih ditelaah, IP 3,8 si Junjun teman saya ini baiknya disyukuri daripada dikeluhkan.

Saya tidak tahu pasti apa tujuan semua orang selalu ingat mengeluh tapi sering lupa bersyukur. Hanya saja, ketika berbicara soal kepuasan dalam suatu pencapaian, alangkah lebih baik syukurilah dahulu lalu mulai pikirkan langkah yang lebih baik. Maksudnya, segala pencapaian yang kita dapat jika berasal dari kemauan, kerja keras, dan sifat pantang menyerah kita tentunya akan lebih baik harus dirayakan.

Dengan cara apa? Ya bersyukur itu tadi. Ketika kita hanya mengeluh dan selalu mengeluh. Saya yakin salah satu variabel keluhannnya didasarkan atas membandingkan diri dengan orang lain. Hal tersebut sering terjadi di era ini. Era yang lekat dengan slogan milenial, digital, dan 4.0.

Membandingkan diri dengan orang lain memang tidak salah. Tapi menurut saya jika slogan rajin pangkal kaya diubah frasanya, tentunya bisa menjadi seperti ini, membandingkan diri dengan orang lain pangkal mengeluh. Ketika melihat orang lain IP-nya lebih tinggi, lebih cantik, lebih ganteng, lebih kaya, dan lebih semuanya dibandingkan dengan diri kita sendiri, saya yakin semua kelebihan yang ada di dunia ini menjadi tak terbatas.

Baca Juga:

Apakah Ateis Bersyukur? 3 Cara Bersyukur Tanpa Membawa-bawa Spiritualitas

Memangnya Orang Cakep Nggak Boleh Insecure?

Melihat manusia A, oh dia kaya. Melihat manusia B, anjir dia lebih kaya dari A. Melihat manusia C, damn dia kekayaannya lebih dari A dan B. Sampai seterusnya dan tidak ada habisnya. Posisi kita di mana sebagai seorang pengeluh? Pastinya selalu di bawah dan selalu di bawah. Karena kita mempersepsikan diri kita selalu tidak punya ini, itu, dan apalah itu.

Cerita lainnya soal pentingnya bersyukur saya dapatkan baru saja. Saya dapat DM Instagram dari teman SMP saya dahulu. Dia bertanya kabar hingga aktivitas apa yang saya lakukan saat ini. Saya jawab, saya lagi mau skripsian. Dia nyeletuk, wah masih pengangguran, dong? Saya bantah pernyataan dia dengan mengatakan, tidak, saya masih semi pengangguran.

Hingga percakapan itu sampai di titik teman saya ini mengeluhkan gajinya yang sedikit. Ah, hati saya kembali meronta. Saya bergumam, situ sudah kerja dan ngata-ngatain ane pengangguran. Tapi lupa bersyukur kalau dia sudah kerja, punya gaji dan bisa hidup mandiri. Nah saya? Lulus belum, kerja belum, punya gaji bulanan nggak. Jikalau saya mau bikin PPT soal perngeluhan duniawi untuk dipresentasikan, saya yakin slidenya bakal menyentuh angka ratusan.

Apa yang bisa kita simpulkan? Tentu saja bukan menyimpul tali temali. Perlu kita sadari, bagi tiap orang bersyukur ada standarnya masing-masing. Apa yang saya syukuri saat ini mungkin di mata orang lain tidak bisa ia syukuri karena baginya ia bisa lebih dari itu. Bagus memang jika tidak pernah puas terhadap suatu hal. Mungkin itu bisa mentrigger diri untuk lebih berkembang ke depannya. Tapi ingat, tidak semua manusia lahir untuk jadi Presiden. Harus ada tukang sayur, siomay, menteri, polisi, pegawai, dan lain-lain. Tidak semua manusia bisa di posisi seorang Bill Gates, Steve Jobs, atau Jack Ma.

Bukannya pesimis, tapi kadang pencapaian mereka yang luar biasa itu tidak sebanding dengan kenyataan dan pengalaman yang kita miliki masing-masing. Ketika saya bilang saya bangga dapat IP 3,6 dan itu saya anggap sudah sangat tinggi. Ternyata masih ada yang lebih tinggi dari IP saya tersebut. Begitu seterusnya. Dan pada akhirnya pameo di atas langit masih ada langit selalu sangat relevan di tiap zaman. Karena itu tadi, tiap zaman dan tiap masa selalu saja lahir mereka yang selalu ingat mengeluh tapi sering lupa bersyukur. Maka dari itu, yok dengerin lagu d’Masiv yok~

BACA JUGA Belajar Menjadi Manusia Bersyukur ala Ika Natassa atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Januari 2020 oleh

Tags: bersyukurmengeluh
M. Farid Hermawan

M. Farid Hermawan

Manusia

ArtikelTerkait

Apakah Ateis Bersyukur_ Inilah Cara Bersyukur Tanpa Membawa-bawa Spiritualitas terminal mojok

Apakah Ateis Bersyukur? 3 Cara Bersyukur Tanpa Membawa-bawa Spiritualitas

8 Agustus 2021
sambatan

Hidup yang Penuh Sambatan: Kenapa Tidak Kita Injak Hidup Si Anjing Diogenes Sekalian?

5 September 2019
Memangnya Orang Cakep Nggak Boleh Insecure?

Memangnya Orang Cakep Nggak Boleh Insecure?

1 Maret 2020
Belajar Menjadi Manusia Bersyukur ala Ika Natassa

Belajar Menjadi Manusia Bersyukur ala Ika Natassa

6 November 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.