“Mampus! Aku akan dipakai anak biadab itu!” Itulah yang pertama kali terbersit ketika aku, motor Honda Blade 110 Repsol, berpindah tangan. Tuanku sebelumnya memang doyan memaksa dapur pacuku menembus batas. Namun anak dari tuanku lebih parah.
Ada 3 motor lain di dalam garasi. Semua sudah pernah dihajar oleh si anak biadab itu. Dari lupa ganti kampas rem, tidak pernah dimandikan, sampai turun mesin karena lupa ganti oli. Tapi apa daya, aku tak bisa mengelak. Anak biadab itu akan menjadi tuan baru.
Tapi aku tak menyangka. 3 tahun berjalan, aku masih sehat dan siap melaju kapan saja. Meskipun tuan baruku memperlakukanku dengan serampangan, aku bisa bertahan. Inilah kisahku membabat jalanan dan marabahaya bersama tuanku: Prabu Yudianto.
Daftar Isi
Jangan Tertipu dengan “Repsol Racing Series” pada motor Honda Blade
Banyak orang yang salah paham denganku. Mereka pikir, aku versi balap dari Honda Blade. Memang, pakaianku terkesan sangat balap. Apalagi aku dipromosikan oleh pembalap MotoGP. Sayang sekali, aku akan membuat kalian kecewa.
Teman, aku tetaplah Honda Blade 110 karburator. Kalian ingin aku sekencang adikku, CBR 150R? Ya beda kelas dong. Aku hanya dibekali mesin 4 langkah SOHC berkapasitas 109 cc. Aku juga belum pakai sistem injeksi, melainkan karburator. Kecepatan terbaikku hanyalah 110 km/jam. Singkat kata, aku ini hanyalah Revo dengan gaya, Revo yang tidak ditunggangi debt collector.
Meskipun tidak sekencang penerusku, Honda Blade 125 FI, aku tetap siap melaju. Minimal, roda depan dan belakangku dilengkapi rem cakram. Aku siap berhenti mendadak ketika ada halangan seperti motor mak kluwer. Namun konstruksiku memang kurang nyaman untuk berlari lincah. Terbukti tuanku berkali-kali terjungkal karena mencoba zig-zag.
Intinya, jangan terkecoh penampilanku yang mirip motor balap kabupaten. Aku tetaplah motor yang lembah manah seperti motor bebek Honda lainnya. Namun dengan bekal yang kumiliki, aku masih bisa menyalip motor bebek sejenisku.
Jalan Kota sampai Jeglongan Sewu Siap Dilahap
Aku lupa menjelaskan perkara tuanku saat ini. Blio adalah pengendara motor yang berhati dingin. Pernah ia membawa motor Honda Blade yang mungil itu naik perbukitan berbatu. Tuanku juga pernah memacu Yamaha Mio Soul sampai seluruh olinya terbakar dan turun mesin.
Tugasku sama beratnya dengan mereka. Setiap hari, aku harus mengaspal minimal 34 km. Yaitu pulang pergi dari rumah ke kantor tuanku. Tentunya dengan dipacu sekuat tenaga karena blio sering telat. Namun sejauh ini, aku masih baik-baik saja. Hanya sedikit berasap ketika pertama dinyalakan. Kemungkinan ada baret dalam dapur pacuku. Aku jelaskan nanti alasannya.
Karena posturku, tuanku tidak bisa leluasa menyalip kiri kanan. Namun aku cukup seimbang, sehingga tuanku bisa lepas tangan setiap pegal. Tapi jangan salah, posturku justru tahan banting.
Sudah berkali-kali aku dibawa ke antah berantah. Dari pedesaan penuh lumpur, sampai pegungungan terjal dan berbatu. Mungkin tuanku mengira aku ini KLX. Tenang, aku tetap kuat dihajar di medan ekstrem. Posturku yang kokoh membantu saat berhadapan dengan jalanan rusak. Aku tidak mudah oleng dan membahayakan pengemudi biadab satu itu.
Kaki-kakiku juga cukup untuk melahap lubang jalanan. Bahkan ketika harus melintasi Jeglongan Sewu, objek wisata dadakan di Jalan Godean. Tapi seperti saudara Honda yang lain, kaki-kaki depanku cukup ringkih. Sekali tidak hati-hati, shock absorber depan pasti mati. Seperti aku hari ini.
Lupa Ganti Oli Tetap Saja Melaju
Kalian tahu derita terbesar bersama tuanku? Dia selalu lupa ganti oli. Bahkan harus diingatkan tuan lamaku, keluarga, teman kantor, dan netizen. Entah berapa kali oliku hanya tersisa satu gelas belimbing. Namun aku masih kuat menghadapi siksaan ini. Meskipun membuat dapur pacuku sedikit berasap. Hanya saat awal, karena setelah melaju aku tidak meninggalkan jejak.
Konstruksi busana alias body juga jadi masalah. Sebenarnya ini masalah umum motor Honda, tak cuman motor Honda Blade. Body-ku tidak dipasang dengan rapat. Sehingga ketika melaju dan terantuk lubang, semua bagian bergetar. Oiya, aku juga punya penyakit bawaan motor Honda: batok lampu bergetar. Jadi pastikan bawa motor Honda kalian ke bengkel untuk ditambah pengaman. Meskipun Honda Blade 110 Repsol memang tampan, namun busana kami tetap seperti vibrator.
Mungkin kelebihan terbaik yang kumiliki adalah jok. Meskipun badanku ramping, aku punya jok yang cukup lebar. Cukup untuk menampung pantat tuanku yang lebar itu. Selain itu, aku juga cenderung irit. Mungkin tidak seirit seniorku Supra X. Namun konsumsi bensinku lumayan, 54 kilometer per liter. Jelas jadi pilihan terbaik pekerja lintas kabupaten seperti tuanku.
Aku juga tahan banting. Selain bisa melahap jalan berbatu, aku tahan diajak kecelakaan berkali-kali. Mungkin sudah belasan kali aku dan tuanku terkapar di jalan. Entah karena kecerobohan tuanku, atau pengendara lain. Namun sampai hari ini rangkaku tetap kuat. Tidak seperti adik-adikku yang gampang bengkok itu. Generasi lawas nih boss!
Motor Honda Blade kuat, sekalipun dihajar pengemudi biadab
Sebagai motor bebek yang sudah lebih dari 10 tahun, aku berhasil membuktikan kekuatan khas Honda. Honda Blade 100 Repsol bisa menjaga performanya selama satu dekade. Aku tidak pernah mengalami kerusakan dan gagal mesin yang berarti. Paling hanya patah rantai berkali-kali. Maklum, ukuran gir belakangku memang bukan untuk endurance. Namun memaksimalkan kecepatan dengan mesin yang semenjana.
Sebentar! Tuanku mendatangiku. Air mukanya menunjukkan waktu yang mendesak. Sudah pasti aku akan dibawa melaju kencang tanpa dipanasi dahulu. Ah, apa lacur. Aku dikendarai seorang penulis minim pengetahuan otomotif. Ah, aku akan dihajar seperti apa lagi setelah ini?
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya