Selain soal kesehatan, pandemi ini mengubah juga situasi keamanan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Tidak terkecuali di kampung saya sendiri. Akibat pandemi, situasi keamanan di kampung saya dan kampung lain menjadi tidak aman. Santer beredar kabar akan maraknya maling yang banyak berkeliaran.
Musim maling yang sedang terjadi menjadikan warga lebih waspada. Bahkan sampai kampung-kampung yang dulu sebelum pandemi bisa dibilang aman-aman saja. Warga dengan sigap merespons dengan mengadakan ronda tiap malam. Setiap lelaki dewasa mendapat jadwal ronda. Semuanya mendapatkan giliran sesuai jadwal yang menggunakan hari Jawa: pon, wage, kliwon, legi, dan pahing.
Ini aktivitas yang baru di kampung saya. Seingat saya, kampung saya belum pernah mengadakan ronda. Setidaknya selama 23 tahun saya tinggal di sini. Soalnya selama ini aman-aman saja sampai pandemi menyerang.
Saat meronda, para peronda saling berbagi cerita mengenai situasi keamanan. Tentunya dengan posisi duduk yang menerapkan physical distancing. Jaga jarak satu meter agar tidak tertular virus corona. Situasi kemanan yang dibahas meliputi situasi di kampung sendiri, maupun di kampung-kampung sebelah. Semua informasi ini menjadi bahan perbincangan menemani peronda begadang.
Bagi saya, ada saja cerita yang menarik saat ronda. Salah satu yang menjadi perhatian saya adalah kisah-kisah rada mistis yang pernah dialami peronda saat menjalankan tugasnya. Cerita ini berhubungan dengan maling-maling yang pernah menyatroni perkampungan.
#1 Cerita maling yang tidak kasatmata
Cerita ini terjadi di kampung lain, beda kecamatan tapi masih satu kabupaten. Kabarnya, situasi kampung tersebut sangat mencekam. Suatu malam, ada kejadian yang cukup horor. Pasalnya, tengah malam ada suara ketukan pintu. Dan saat dilihat dari jendela, tidak ada orang yang mengetuk. Keesokan harinya, warga saling bercerita. Ternyata tidak satu dua rumah yang mengalaminya. Ada cukup banyak.
Ada cerita lain di malam yang berbeda. Ada warga melihat motor yang keluar rumah tanpa pengendara. Sontak yang melihatnya menjadi ketakutan. Para warga setempat berasumsi dua kejadian tersebut merupakan ulah maling yang tak kasatmata.
#2 Cerita maling yang menghilang dalam air
Kisah ini terjadi di kampung tetangga dekat. Para peronda melihat orang asing berpakaian hitam di belakang rumah seorang warga. Ketika diteriaki, orang asing ini lari. Sontak warga mengejar dan berteriak, “Maliiing… maliiing….”
Aksi kejar-kejaran terjadi. Warga mengejar dengan membawa senter dan pentungan. Kejar-kejaran ini sampai ke sungai dekat kampung. Di sungai ini, sejatinya warga sudah bisa mengepung maling berkat sudah hafal medan setempat. Ketika sudah terkepung, si maling menceburkan diri ke dalam sungai dan hilang tanpa jejak. Warga mencari-carinya tapi tidak ketemu.
#3 Cerita maling yang berubah wujud menjadi pohon pisang
Kisah yang satu ini terjadi pada masa lampau dan bukan di kampung saya. Menurut penuturnya, kisah ini terjadi pada dekade ’80-an. Waktu itu ada seorang maling yang masuk kampung. Ia ketahuan lalu dikejar-kejar warga. Namun, warga yang mengejarnya kehilangan jejak. Saking kesalnya, seorang warga yang membawa golok menebaskan senjatanya ke pohon pisang di dekatnya. Anehnya, pohon pisang itu mengeluarkan darah.
#4 Cerita maling berkepala anjing
Kisah ini pun juga tidak terjadi di kampung saya. Ceritanya, ada maling yang tertangkap warga. Saat berhasil ditangkap, kepala si maling berubah menjadi kepala anjing dengan tubuh manusia.
Semua kejadian tersebut tidak satu pun yang terjadi di kampung saya. Hanya dapat cerita-cerita tentang kejadian yang pernah dialami kampung lain. Setidaknya sampai hari ini kampung saya masih aman.
BACA JUGA Kategorisasi Maling Efek Pandemi Corona: Studi Kasus di Desa dan tulisan Waloyo Teguh lainnya.