Kimono dan Yukata, Pakaian Tradisional Jepang yang Tampak Serupa tapi Kenyataannya Berbeda

Kimono vs Yukata, Pakaian Tradisional Jepang yang Tampak Serupa tapi Kenyataannya Berbeda terminal mojok

Budaya Jepang di Indonesia bukan lagi hal yang asing bagi sebagian kalangan. Budaya Jepang yang terkenal di Indonesia antara lain anime, manga, light novel, bahasa, hingga pakaian tradisional. Berdasarkan pengalaman, saya mengenal beberapa budaya Jepang lewat mata pelajaran Bahasa Jepang ketika masih SMA. Lewat mapel Bahasa Jepang ini saya akhirnya tertarik untuk mencari tahu tentang budaya Jepang, salah satunya adalah pakaian tradisionalnya.

Pakaian tradisional Jepang yang kita tahu biasanya adalah kimono dan yukata. Awalnya saya nggak tahu, apa sih bedanya kimono dan yukata. Sekilas bentukannya mirip Cuy. Sama-sama nggak ada kancingnya, bajunya panjang plus langsungan, dan sama-sama sering nongol di anime tanpa penjelasan yang purna. Tapi usut punya usut, ada beberapa perbedaan mendasar antara kimono dan yukata.

Salah satu perbedaan mendasar yang pertama adalah nama dan fungsi keduanya. Lho, kan namanya jelas beda? Iya, tapi baca dulu, Gaes, biar mentas dari kesalahkaprahan. Kimono secara harfiah berasal dari kata “ki” yang berarti sesuatu yang dipakai dan “mono” yang berarti benda. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kimono adalah pakaian tradisional Jepang.

Terus, yukata itu apa? Oke, sabar dulu, ya. Sebentar lagi saya jelaskan. Jadi, kimono dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan keformalan situasi yang dihadiri oleh orang Jepang. Misalnya, untuk menghadiri acara pernikahan, pertemuan resmi, penghargaan dari pemerintah atau kaisar, acara minum teh bersama kolega, menghadiri matsuri atau perayaan, hingga sekadar baju tidur. Salah satu jenis kimono yang paling terkenal adalah jenis furisode yang digunakan oleh pengantin wanita pada acara pernikahan tradisional, biasanya juga disebut hanayome ishō. Kimono juga bisa digunakan untuk menunjukkan status sosial.

Akan tetapi seiring berjalannya waktu, istilah kimono beralih jadi pakaian tradisional Jepang yang dipakai pada situasi formal. Hingga kita mengenal adanya yukata sebagai salah satu pakaian tradisional Jepang atau kimono. Lho, kok yukata tapi kimono? Ya yukata adalah kimono yang digunakan pada situasi informal oleh semua orang Jepang tanpa memandang status sosial. Yukata ini sering kita jumpai saat musim panas lantaran banyak matsuri yang diadakan pada musim panas. Atau kalau kita lihat tempat wisata yang menawarkan foto memakai pakaian tradisional Jepang, ya itu biasanya adalah yukata, bukan kimono lho, ya.

Kemudian, kimono dan yukata juga dapat dibedakan berdasarkan jenis kain yang digunakan untuk membuat keduanya. Kimono biasanya terbuat dari kain sutra dan dibuat lebih tebal dengan motif yang mengandung isyarat khusus. Bukan isyarat sekelas sandi Morse lho, ya. Motif kain kimono biasanya digunakan untuk membedakan jenisnya dan terkadang terdapat lambang keluarga dengan jumlah yang berbeda tergantung tingkat keformalan situasi, kondisi, dan toleransi. Eh, yang terakhir nggak masuk, Gaes. Jangan disingkat juga, jare wong tuwo, ora ilok!

Sementara itu, yukata terbuat dari kain katun yang lebih tipis dan motif yang nggak mengandung makna tertentu. Hal ini dikarenakan yukata adalah pakaian tradisional yang dipakai pada musim panas, sehingga harus didesain memberikan sirkulasi udara lebih banyak biar si pemakai nggak merasa hareudang, hareudang, hareudang. Oleh karenanya, yukata juga mempunyai ciri lain, yaitu bagian lengan yang lebih pendek biar semakin isis. Adem maksude, bukan negara ISIS!

Jadi, bisa kita katakan kalau yukata dan kimono adalah sama, tapi juga berbeda. Sama-sama pakaian tradisional Jepang, namun memiliki perbedaan fungsi berdasarkan formal tidaknya situasi yang akan dihadiri. Sudah merasa tercerahkan?

BACA JUGA Beberapa Budaya yang Mematahkan Persepsi Kalau Laki-laki Nggak Wajar Pakai Rok dan tulisan Ngafifudin lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version