Saya akan memberikan rahasia dapur saya tentang bagaimana cara menulis artikel otomotif yang baik dan tentunya, bisa lolos kurasi Mojok
Berhubung tidak ada lagi rutinitas yang biasa dia jalani, dua hari sebelum lebaran Mas Bojo melakukan sesuatu yang sebelumnya tak pernah dia lakukan kecuali dalam keadaan gabut parah: membaca artikel-artikel saya di Mojok dengan ketelitian seorang akuntan terhadap deret angka. Dia membaca lamat-lamat, satu demi satu, hingga menyusuri kolom komentar yang disesaki impresi orang-orang.
“Secara umum, mereka menyukai tulisanmu,” ringkas Mas Bojo, “meskipun mereka sekaligus tidak percaya bahwa kamu yang menuliskannya.”
Dia benar, tapi saya bisa menyahut apa? Bahwa dunia otomotif dipenuhi bias gender? Bahwa hampir semua pengulas produk otomotif, entah melalui video dan tulisan, adalah laki-laki? Bahwa kehadiran perempuan lumrahnya hanya terjadi ketika ada pabrikan yang merilis motor dan mobil terbaru dan mereka didandani sedemikian cantik agar pantas berdiri berlama-lama di samping produk tersebut? Bahwa bias, sekocak apa pun, adalah karakteristik manusia sehingga sia-sia saja bila saya berusaha mengenyahkannya?
“Saranku, pakailah nama samaran cowok,” ujar Mas Bojo sambil manggut-manggut.
Oh, saya pernah mempertimbangkan hal itu beberapa waktu lalu, tetapi saya merasa bahwa memakai nama samaran adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Seolah saya disuruh memakai baju cowok untuk pergi kondangan. Tidak sepantasnya saya tidak menjadi diri sendiri untuk bersenang-senang, sesuatu yang menjadi tujuan saya menulis banyak artikel otomotif.
Maka, ketimbang mengganti nama atau kelamin, saya pikir akan lebih mudah bagi saya untuk menyebarkan tips-tips menulis artikel ala saya kepada pembaca Mojok yang budiman. Saya ingin menunjukkan bahwa tidak diperlukan kelamin tertentu untuk menulis artikel otomotif. Menulis adalah perkara teknis, sama seperti keterampilan lain. Lagipula, ada bagusnya kalau semua pembaca Mojok, lelaki atau perempuan, berbondong-bondong menjadi penulis. Setidaknya, Anda akan terbiasa menyampaikan gagasan secara runtut dan logis.
Oh ya, saya tidak mencantumkan teknik jitu menjaring ide atau cara-cara ampuh menguasai EYD. Ide bisa didapat dari mana saja, dan sesungguhnya tidak ada teknik yang benar-benar ampuh untuk mendapatkan ide tertentu. Anda bisa saja mendapatkan ide cemerlang ketika ngobrol dengan kerabat atau ketika sedang sendirian di toilet SPBU. Sementara EYD, yah, saya kira perkara ini semestinya sudah rampung dikuasai sejak bangku sekolah.
Inilah tahapan-tahapan saya dalam menulis artikel otomotif di Mojok:
#1 Membuat premis dan topik
Premis, menurut KBBI, adalah kalimat atau proposisi yang dijadikan landasan kesimpulan, dasar pemikiran, atau alasan, yang akan diuji dan dibuktikan kebenarannya dalam tulisan. Sementara topik adalah inti utama dari suatu tulisan.
Sekilas keduanya emang terlihat mirip, tapi ada perbedaan elementer di antara premis dan topik. Premis adalah basis argumen, sedangkan topik adalah predikat utama tulisan yang membeberkan argumen-argumen itu.
Saya akan pakai artikel terakhir yang saya tulis sebagai contoh. Pada artikel otomotif berjudul 4 Mobil Toyota yang Remuk Redam di Pasaran itu saya memakai premis begini: berbeda dari anggapan umum, ternyata ada lho mobil-mobil Toyota yang catatan penjualannya menyedihkan. Topik tulisan itu adalah jenis-jenis mobil Toyota yang gagal total di pasaran—saya terbiasa memakai topik sebagai judul artikel.
Mungkin Anda bakal garuk-garuk kepala sambil bertanya, “Emang apa pentingnya, sih, bikin premis dan topik segala?”
Hmmm… saya tidak ingin berdebat dengan Anda mengenai metode menulis yang benar. Ada orang-orang yang menulis dengan moto “nulis ya nulis aja” atau “menulislah dari hati”, dan mereka terbukti bisa menghasilkan karya berderet-deret. Tapi, bagi saya, membuat premis dan topik adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis apa pun sebelum menarikan jemari di atas keyboard.
Keberadaan premis dan topik akan membuat tulisan Anda terstruktur, jelas, dan enak dibaca. Keduanya juga memudahkan Anda dalam mencari data pendukung karena Anda benar-benar tahu apa yang sesungguhnya hendak Anda tulis. Hasil akhirnya, pembaca akan paham argumen macam apa yang sedang Anda sodorkan sehingga mereka tahu apa yang perlu ditanggapi.
Tanpa kehadiran premis dan topik, kecuali Anda kebetulan sedang ketiban wahyu dari Tuhan, suatu tulisan hanya akan menjadi racauan yang dinarasikan.
#2 Mengumpulkan dan menyiangi data
Bila Anda sudah membikin premis dan topik, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data yang mendukung argumen Anda. Artikel otomotif saya mengenai ragam mobil Toyota yang jeblok di pasaran itu menggunakan sumber data yang jauh lebih banyak ketimbang jumlah halaman artikel itu sendiri.
Untuk data mengenai penjualan, saya menggunakan data dari Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) sejak 2010 hingga 2021. Spesifikasi dan harga mobil-mobil Toyota yang saya ulas tersebut diperoleh dari laman resmi Toyota, brosur penjualan, dan ulasan di Youtube. Data mengenai impresi berkendara, sementara itu, saya dapatkan dari ulasan di YouTube, pengalaman pribadi, atau pengalaman kolega yang saya tahu memiliki jenis mobil tersebut.
Intinya, mengumpulkan data adalah pekerjaan yang paling melelahkan dalam proses penulisan artikel.
Mengumpulkan data adalah satu hal, sedangkan mencomot mana yang benar-benar Anda perlukan adalah hal lain. Anda memperoleh banyak data, tapi mustahil Anda mencantumkannya semua di artikel. Bagaimanapun, Anda tidak sedang membuat brosur. Maka, bagaimana caranya menyiangi data-data tersebut?
Nah, di situlah fungsi premis dan topik tadi. Bila Anda bersetia pada argumen, otomatis Anda tahu mana yang perlu Anda tulis dan mana yang cocok dimasukkan ke tong sampah. Toyota Sienta yang saya ulas, sebagai contoh, punya beragam fitur canggih yang pasti membuat calon konsumen berdecak kagum. Tapi, data mengenai fitur tersebut tidak relevan dengan argumen yang sedang saya usung sehingga dengan sengaja saya abaikan. Fokus argumen saya ada pada tampangnya yang menjengkelkan dan pemosisian harganya yang kurang strategis, sudah.
Pokoknya, Anda membutuhkan data untuk memperkuat argumen. Tanpa data, artikel Anda akan jatuh menjadi klaim belaka, atau yang lebih buruk lagi, Anda akan menjadi bulan-bulanan netizen di kolom komentar.
#3 Menentukan cara penyajian yang paling tepat
Asalkan punya gawai, semua orang bisa mengumpulkan data dari internet dalam jumlah mengagumkan. Namun, setelah punya data, pertanyaan berikutnya adalah ini: bagaimana cara mengolah dan menyajikan data-data tersebut ke dalam sebuah artikel?
Di sinilah wawasan dan keterampilan menulis Anda diuji, dan di sini pula seorang penulis terbedakan satu sama lain. Anda mesti tahu beragam unsur intrinsik dan ekstrinsik tulisan, beragam format tulisan, gaya ungkap, dan sebagainya. Anda harus menentukan apakah artikel Anda nanti memakai moda satire atau lugas, beralur cepat atau lambat, berbentuk listikel atau narasi utuh.
Saya juga kerap menggunakan metafora pada artikel-artikel yang sudah saya tulis, dan saya pikir kebiasaan itu akan berguna pula untuk Anda. Metafora akan memudahkan pembaca dalam memahami konsep tertentu yang sedang Anda ajukan, dan di sisi lain akan membuat tulisan Anda terkesan tidak kaku macam artikel ilmiah.
Oh, ada satu lagi kebiasaan menulis saya yang bisa Anda tiru: berlama-lama dalam membuat paragraf pertama. Bagi saya, kualitas paragraf pertama itu maha penting. Di situlah kesempatan pertama dan terakhir saya dalam memikat pembaca; kalau paragraf pertama saya tidak menarik, besar kemungkinan pembaca akan mendengus kesal dan mendelikkan mata sebelum berpindah ke artikel lain.
Contohnya begini. Pada artikel mengenai ragam mobil Toyota yang remuk di pasaran itu, sah-sah saja bagi saya untuk membuat paragraf pertama yang bertutur mengenai kejayaan Toyota di Indonesia. Saya mungkin akan mengawali paragraf tersebut dengan kalimat ini: Sejak kemunculannya pada tahun 1971, Toyota adalah penguasa pasar otomotif roda empat di tanah air.
Namun, itu adalah kalimat pembuka yang menjengkelkan. Semua orang sudah tahu bahwa Toyota adalah raja otomotif di Indonesia, dan tidak semestinya pembaca disuguhi hal-hal yang sudah mereka ketahui semacam itu. Maka, ketimbang membuat paragraf tidak bermutu seperti itu, saya membuka artikel tersebut dengan ironi: saya mesti menyebutkan pelbagai mobil Toyota yang tidak laku meskipun jenama Toyota sendiri adalah penguasa abadi pasar otomotif tanah air.
Yah, begitulah.
Sekarang Anda sudah tahu sebagian “rahasia dapur” saya, yang semoga membuat Anda terdorong untuk segera menyalakan gawai dan mendaraskan kata-kata. Benar-benar tidak diperlukan kelamin khusus untuk menulis artikel otomotif; semuanya hanya soal teknik dan kecakapan. Kebetulan aja, saya punya keterampilan, sekaligus passion yang tak habis-habis, untuk mengulas dunia otomotif melalui tulisan, sesuatu yang barangkali juga Anda miliki saat ini.
Penulis: Mita Idhatul Khumaidah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengapa Kita Memilih Motor Honda?