Dulu saya kurang cocok dengan Citilink karena sering ketinggalan pesawat. Sebenarnya bukan salahnya Citilink juga, sih, tapi saya merasa selalu apes kalau naik maskapai lokal satu ini, makanya saya menghindarinya. Akan tetapi belakangan ini saya merasa kesialan saya mulai hilang. Sudah beberapa kali saya naik Citilink dari Surabaya ke Jakarta PP dan berhasil naik kabin alias nggak ketinggalan pesawat.
Selain itu, jadwal penerbangan Citilink dari Surabaya ke Jakarta juga makin banyak. Setidaknya ada lebih dari 3 kali penerbangan dalam sehari sehingga memudahkan penumpang memilih jadwal yang sesuai dengan keperluan.
Hubungan saya dengan Citilink yang awalnya terasa menyebalkan berubah jadi menyenangkan. Bahkan, saya merasa ada manfaat tersembunyi yang bisa saya dapatkan saat naik maskapai lokal ini dari Jakarta ke Surabaya yang jarang disadari banyak orang.
Daftar Isi
- Naik Citilink dari Jakarta (T3 Bandara Soetta) dikeluhkan banyak penumpang padahal…
- #1 Keuntungan pertama: penerbangan Citilink dari Jakarta membantu program diet penumpang
- #2 Keuntungan kedua: naik pesawat sambil belajar pantun
- #3 Keuntungan ketiga: penumpang bisa belajar teori ekonomi Adam Smith di atas kabin
Naik Citilink dari Jakarta (T3 Bandara Soetta) dikeluhkan banyak penumpang padahal…
Banyak orang mengeluh malas naik Citilink dari Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta karena lokasi gate-nya jauh dari pintu masuk. Padahal gate yang jauh nggak selalu buruk, lho, melainkan bisa menjadi hal positif. Ini cuma soal mindset, Rek.
Pengaturan gate di T3 Soetta memang nggak berpihak pada kaum miskin. Gate 1-10 digunakan untuk penerbangan internasional, sementara gate 11-20 atau gate yang dekat pintu masuk digunakan untuk penumpang Garuda Indonesia. Nah, untuk penumpang pesawat low cost seperti Citilink dan Pelita Air selalu kebagian gate 20 ke atas. Jangan tanya Lion Air di mana, soalnya mereka parkirnya di T1-T2, ya.
Sebenarnya saya nggak pernah melihat aturan tertulis di map Bandara Soekarno Hatta kalau Citilink harus parkir pesawat di ujung belakang sementara Garuda Indonesia di depan. Tapi berdasarkan pengalaman pribadi saya yang terjadi selalu begitu.
Kalau saya naik Garuda Indonesia dari Jakarta ke Ternate, dapatnya gate 11 atau paling mentok gate 13. Akan tetapi kalau saya naik Citilink ke Surabaya, Jogja, Solo, bahkan Kualanamu sekalipun selalu dapat antara gate 20 hingga 28. Seolah-olah pengelola bandara ingin mengatakan pada saya, “Kamu orang miskin, jadi jalan yang jauh, ya!”
#1 Keuntungan pertama: penerbangan Citilink dari Jakarta membantu program diet penumpang
Saya nggak menghitung secara pasti berapa meter jarak antara pintu masuk bandara menuju gate 28. Namun, saya sempat menghitung dengan smart watch jumlah langkah yang saya tempuh dari pintu masuk bandara menuju gate 28, yaitu 3100 langkah. Ini saya berjalan lurus saja ya, nggak mampir ke coffee shop, game center, atau area lain di bandara. Bayangkan kalau saya mampir ke toko oleh-oleh, toilet, musala, atau jalan-jalan dulu di area bandara, mungkin bisa mencapai 5000 langkah lebih.
Kalau kita melihat layar yang dipasang di dekat moving walkway Bandara Soetta, di situ ada informasi jika berjalan 1000 langkah dapat membakar kurang lebih 40 kalori. Artinya, hanya dalam satu kali bepergian dengan maskapai Citilink dari T3 Soetta, kita sudah membakar kalori sedikitnya 120 Kal. Benar-benar membantu orang yang malas berolahraga tapi pengin kurus, kan?
Pembakaran kalori tersebut bisa lebih maksimal lagi kalau kita membawa banyak barang bawaan. Kapan lagi bisa olahraga di tempat yang bersih, nyaman, dingin, sekaligus gratis kalau bukan di T3 Soetta bersama Citilink? Bepergian dengan Citilink dari T3 Soetta dijamin akan membuat program diet kita berhasil asalkan dilakukan secara rutin.
#2 Keuntungan kedua: naik pesawat sambil belajar pantun
Saat naik pesawat Citilink, penumpang akan diberi beberapa pantun. Biasanya pantun akan terdengar saat pesawat take-off, sesaat sebelum pramugari menjual makanan/merchandise, dan saat pesawat landing.
Pantun adalah salah satu karya sastra yang terikat dengan aturan. Dari Citilink, kita bisa tahu kalau pantun itu memiliki ciri-ciri, yaitu terdiri dari empat baris dengan pola a-b-a-b, a-a-a-a, dan bisa juga selang-seling a-b-b-a tapi nggak bisa jika polanya a-a-b-b.
Saya berikan contoh pantun Citilink a-b-a-b buat jamaah mojokiyah:
Jalan-jalan ke Borobudur (a)
Mampir dulu ke Bukittinggi (b)
Para penumpang yang sedang tidur (a)
Ayo bangun sarapan pagi (b)
Pantun Citilink pola a-a-a-a:
Pagi-pagi makan cumi (a)
Makannya di atas permadani (a)
Terima kasih sudah memilih kami (a)
Selamat menikmati penerbangan ini (a)
Dan masih banyak pantun lainnya lagi. Umumnya pantun Citilink lebih menekankan unsur intrinsik. Ciri khas pantun ini ada pada rima yang memiliki akhiran serupa agar menarik. Di mana lagi kita bisa belajar pantun gratisan kalau bukan di dalam kabin Citilink.
#3 Keuntungan ketiga: penumpang bisa belajar teori ekonomi Adam Smith di atas kabin
Pernah mendengar kalimat “keluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya”? Pernyataan tersebut umumnya disampaikan guru SMP anak generasi 90-an untuk menyederhanakan teori ekonomi klasik milik Adam Smith.
Dan tahukah kalian kalau teori tersebut nggak terbukti benar, setidaknya jika kita melihat praktik ekonomi (jual-beli) di dalam kabin pesawat Citilink. Di setiap kursi penumpang, Citilink selalu menyelipkan katalog produk yang bisa dibeli oleh penumpang. Nah, hampir semua penumpang biasanya melihat dan membolak-balik majalah tersebut. Tapi, jarang sekali saya menemukan penumpang yang membeli produk tersebut.
Sebenarnya produk di katalog maskapai Citilink bagus-bagus, kok. Ada syal, miniatur pesawat, parfum, jam tangan, hingga tasbih digital. Masalahnya hanya satu: harganya kelewat mahal. Citilink kelihatan terlalu ingin mengambil untung sebanyak-banyaknya dengan modal sekecil-kecilnya. Saya beri contoh satu produk yang dijual Citilink adalah tasbih digital. Di atas kabin, tasbih digital dijual seharga Rp36 ribuan, padahal produk yang sama persis di Tokopedia harganya Rp6 ribuan saja.
Dari Citilink kita belajar bahwa memanfaatkan peluang berdagang dalam kabin pesawat kurang berhasil selama maskapai menjual produk tersebut jauh di atas harga pasaran. Orang kaya gabut sekalipun malas membuang uang untuk sesuatu yang kelewat mahal dari harga aslinya, apalagi jika produk tersebut bukan produk limited edition.
Itulah tiga manfaat tambahan yang bisa kita dapatkan saat naik Citilink rute Jakarta-Surabaya. Kalau masih ada yang kurang, silakan tambahkan sendiri pada kolom komentar, ya.
Jalan-jalan ke Surabaya
Mampir dulu ke Jogjakarta
Sampai di sini dulu artikelnya
Semoga pembaca Terminal Mojok suka
Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Perbandingan 2 Maskapai Lokal Terbaik: Batik Air Masih Lebih Unggul daripada Citilink.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.