Dalam salah satu unggahan video YouTube, Habib Ja’far mewawancarai salah seorang pemilik warung madura yang ada di ibu kota. Blio bertanya, apakah warung madura tidak takut kalah saing dengan ritel minimarket yang sudah menggurita. Pemilik warung kemudian mantap menjawab bahwa rezeki sudah ada takarannya masing-masing dan tidak akan tertukar. Warung madura juga akan selalu buka kecuali kiamat, itu pun masih buka setengah hari, lanjut si pemilik warung sambil bercanda.
Harus kita akui, warung madura memang tidak sekeren minimarket. Penampilannya jauh dari kesan mewah. Yah, namanya juga warung. Akan tetapi, warung ini punya keunikannya sendiri, khususnya soal penataan barang-barang dagangan. Biasanya beras dan rokok ditata di bagian paling depan menggunakan etalase.
Sebagai orang Madura, awalnya saya kurang percaya bahwa warung sekecil itu bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Akan tetapi setelah melihatnya langsung, saya akhirnya mengerti dan memahami.
Daftar Isi
Jangan meragukan omzetnya
Tahukah kalian bahwa orang Madura terkenal akan keuletannya dalam bekerja? Mereka pantang menyerah sebelum berhasil dan rela berjuang dari nol untuk sebuah mimpi yang diinginkan.
Maka tak heran kalau keberadaan warung madura, khususnya di ibu kota, tak bisa dipandang sebelah mata. Warung ini hadir di gang-gang kecil menyasar kebutuhan rakyat kecil.
Walaupun secara penampilan warung ini terlihat sederhana, jangan pernah ragukan omzetnya. Ada yang jutaan sampai belasan juta rupiah per harinya! Rata-rata orang Madura mengambil keuntungan 10% dari omzet yang mereka dapatkan. Bayangkan jika omzet warung mereka 7 juta per hari, berarti mereka bisa mendapatkan hasil bersih 700 ribu rupiah setiap harinya. Atau jika omzet hariannya mencapai 15 juta, pemilik warung bisa meraup keuntungan hingga 1,5 juta per hari. Bayangkan kalau itu dijumlahkan dalam satu bulan. Padahal untuk kebutuhan hidup sehari-hari, para pemilik warung mengambil barang dari tokonya.
Akan tetapi jangan hanya membayangkan enaknya. Para pemilik warung madura ini jauh dari kata mewah. Mereka hidup sederhana dan rela tidur hanya beberapa jam. Mereka tetap menjunjung tinggi kesederhanaan walaupun seandainya mereka hidup mewah, mereka juga bisa. Sebab, pendapatan yang mereka raih memang besar. Para pemilik warung ini berjuang dengan kesederhanaannya dan pulang dengan keberhasilannya. Mungkin ini yang menjadi titik keberhasilan mereka: sederhana.
Orang Madura tetap hidup sederhana
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, warung madura hadir untuk memberikan solusi bagi rakyat kecil yang hidup di permukiman dan gang-gang kecil di perkotaan. Para warga ini tak perlu harus jauh-jauh ke minimarket untuk berbelanja kebutuhan harian. Dari segi kelengkapan dan pelayanan, warung madura tidak kalah dengan minimarket. Malahan harga barang di sini bisa lebih murah dan pelayanannya 24 jam.
Di tengah gemerlapnya ibu kota, para pemilik warung ini tampil dengan kesederhanaan dan keunikannya. Mereka berani tampil apa adanya tanpa harus malu. Mereka rela hidup berdesakan di tempat yang sempit dan mengandalkan motor butut untuk berbelanja stok barang di warung. Sangat jauh dari kesan mewah.
Ada fakta menarik di balik kesederhanaan para pemilik warung madura. Mereka tampil sederhana di tempat usaha, tapi menikmati kesuksesannya di tempat asal mereka. Baru-baru ini ada yang viral di media sosial, mengenai beberapa pemilik warung madura yang membangun hunian mewah di kampung halaman. Mereka menyadari bahwa ibu kota hanya tempat berjuang, makanya mereka pulang dengan membawa kesuksesan.
Pemilik warung madura di ibu kota rata-rata berasal dari Madura bagian timur, yakni Kabupaten Sumenep. Meski begitu, sekarang banyak juga pemilik warung yang berasal dari kabupaten lain seperti Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan.
Solidaritas tinggi untuk mengembangkan usaha bersama
Orang Madura terkenal dengan solidaritasnya yang tinggi termasuk dalam hal mengembangkan usaha warung madura. Para pemilik warung umumnya saling berbagi informasi mengenai toko grosir yang murah di Jakarta. Selama menggeluti bidang usaha yang sama, mereka tidak enggan berbagi informasi, asalkan kita proaktif seperti mereka, mereka tidak akan merasa tersaingi apalagi kalau tahu sama-sama berasal dari Madura.
Saya termasuk orang yang salut melihat perjuangan para pemilik warung madura di ibu kota. Saya menyaksikan bagaimana mereka rela antre di agen (toko grosir). Wajah mereka terlihat lelah kurang istirahat, namun semangatnya luar biasa.
Bermodalkan sepeda motor butut mereka membawa banyak barang dagangan seperti telur, mi, beras, dll. Barang-barang belanjaan ditumpuk di bagian belakang hingga samping kanan kiri pengendara. Asalkan motor bisa untuk berbelok dianggap aman. Jika di jalan bertemu pengendara seperti itu, tak perlu kaget. Itu bukan motor ajaib, melainkan pengusaha warung madura yang bekerja keras tak kenal waktu dan lelah.
Penulis: Ghufron Abdurrofiq
Editor: Intan Ekapratiwi