Ketika Panggilan Organisasi Serasa Lebih Sunah Ketimbang Salat Tarawih

menghitung rakaat salat tarawih aktivis organisasi, kelompok abangan

Kelompok Abangan: Nggak Salat Lima Waktu tapi Nggak Pernah Absen Jumatan, Sedekah, dan Puasa

Bagi anda, yang hidupnya di-khitbah-kan penuh menjadi seorang aktivis, pegiat organisasi kemahasiswaan baik ekstra dan intra. Sekedar mengingatkan bahwa salat Tarawih yang hukumnya sunnah muakkad seolah kalah saing dengan acara bakti sosial, buka bersama, rapat rapat, hingga bagi bagi takjil di lampu merah dekat kampus. hess ramashook!

Waktu salat Tarawih hanya khusus di bulan Ramadan sangat sayang jika terlewat secara percuma hanya demi kepentingan organisasi—itu bukan jalan menunju syurga, Bung.

Tulisan ini bersifat kritik reflektif. Meski penulis rajin salat tarawih jarang Tarawih hanya demi alasan bermalas-malasan—barangkali dengan mengingatkan para pembaca budiman akan menjadi titik kesadaran sebagai seorang penulis. Mari sejenak kita ulas tentang salat Tarawih dalam sudut pandang Nahdliyin—sebab saya seorang nahdliyin, yang semoga rahmatan lil alamin. Amiin.

Salat Tarawih merupakan shalat yang dilakukan khusus pada malam bulan Ramadan. Dilaksanakan setelah salat Isya’ dan sebelum salat Witir. Hukum melaksanakan salat Tarawih sunnah bagi kaum laki-laki dan kaum hawa (perempuan), karena Tarawih telah dianjurkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya.

Keagungan, dan keutamaan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana termaktub dalam hadist Nabi; Dari Abi Hurairah ra: sesungguhnya Rasulullah telah bersabda; “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridlo dari Allah, maka baginya diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Itu masih keutamaan secara umum, belum lagi keutamaan yang ada dalam tiap malam. Antara malam pertama, kedua, ketiga sampai malam ketiga puluh dari salat tarawih memiliki keutamaan yang berbeda secara khusus. Apalagi sepuluh malam terakhir menjelang hari Raya Idul Fitri, sebagai umat Islam tentu paham tentang sebuah malam yang disebut dengan lailatul qadar.

Rasulullah saw. sangat giat beribadah di bulan Ramadan melebihi ibadahnya di bulan yang lain, dan pada sepuluh malam terakhirnya beliau lebih giat lagi melebihi hari lainnya.(HR. Muslim).

Sepuluh malam terakhir merupakan turunnya lailatur qodar (malam seribu bulan, malam yang paling mulai, untuk kita ibadah, semua orang meminta, semua orang bahagia, lirik lagu band jaman dulu “Radja“).

Malam lailatur qadar masih misterius kapan turunnya, hanya beberapa literatur menyebut turunnya pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. (Semoga kita termasuk salah satu dari sekian yang mendapat keistimewaan tersebut. Amiin). Tapi jangan terlalu berharap, apalagi bagi anda yang sejak awal memutuskan untuk salat Tarawih jarang jarang. Apalagi mengharapnya sampai bawa jiwa, nanti gagal kemudian sakit jiwa.

Salat Tarawih memiliki riwayat, landasan, juga hukum yang jelas. Jadi, warning untuk pegiat organisasi, utamanya yang hobi membuat acara rapat bentrok dengan ibadah sunnah istimewa ini. Istimewanya Tarawih hanya ada di bulan Ramadan, sementara kegiatan organisasi yang belum tentu apa timbal baliknya terhadap keshahihan di mata Tuhan masih akan berkepanjangan.

Perlu disadari juga salat Tarawih merupak anjuran Nabi Muhammad SAW, sementara rapat organisasi anjuran siapa?. Santai jika tidak mampu menjawab, bertanyalah pada rumput yang bergoyang.

Sekarang kita berbicara realita, saya anggap semua aktivis mahasiswa itu sama, terkecuali mungkin aktivis yang jalurnya islam masih cukup kental, itu pengecualian terselubung. Beragam kegiatan berbau sosial ajang pamer ria saat bulan suci Ramadan getol dilangsungkan, sehingga perlu waktu ekstra dalam persiapan.

Masih menjadi kebiasan, jam Tarawih menjadi waktu paling tepat untuk melangsungkan rapat. Seusai buka puasa, perut sudah terisi penuh, rasa malas melanda—apalagi soal ibadah. Beda lagi ketika ada ajakan rapat di tempat ngopi—pasti langsung cuss. Kalau tidak begitu, esoknya bersiap mendapat cibiran berbahaya.

Mirisnya, salat Tarawih kadang hanya dipandang lucu-lucuan dengan mendalih seseorang yang mengajak Tarawih sebagai “sok alimlah, sok agamis, sok bertuhan, sok-sok lainnya”. Lah ya bener dong, daripada “sok aktivis, sok kritis, sok idealis, tapi omong kosong kepada Tuhan”—mampus kau dikoyak moyak organisasi!

Dari narasi diatas, saya tidak hendak melarang aktivitas berorganisasi di bulan Ramadan. Meski siangnya tengah berpuasa, tapi tetap harus produktif. Hanya saja soal produktif perlu kiranya disesuaikan takarannya. Jangan sampai aktivitas duniawi mengganggu  pada keshahihan di mata Tuhan.

Exit mobile version