Politik memang hal yang menyenangkan. Apalagi bagi pihak yang menang. Pihak yang kalah tentu saja barang satu atau dua tahun meratapi, besoknya ngosak-ngasik lagi. Nggak ada alasan gembos di tengah jalan, apalagi pihak-pihak yang punya privilese macam Bobby Nasution dan Gibran. Tapi, yah, begitulah politik. Bagai bermain dadu bermata enam, semua adalah kesempatan.
Dari tiap pagelaran politik, selalu muncul nama-nama yang sahih. Di zaman Perang Bharatayuddha misalnya, muncul satu nama bernama Patih Sengkuni yang licik ngauzubillah dalam permainan catur. Politik juga melahirkan pihak goblok, masih dalam contoh kasus yang sama, Yudhistira misalnya. Ia pertaruhkan negaranya, Indraprastha. Bahkan Dropadi ia pertaruhkan dalam permainan dadu tersebut.
Pun dalam tiap pagelaran pilpres di negara kita maupun di negara tetangga. Nggak hanya pilpres wes, kegayengan selalu muncul bahkan dalam kontestasi akar rumput seperti pemilihan RT atau ketua pemuda. Bahkan, di dekat desa saya, ada yang berani adu jotos hanya untuk posisi ketua pemuda.
Dari kontestasi ke kontestasi, memunculkan watak yang abadi. Kita tarik saja tiga nama, Luhut, Trump, dan Ahok. Tiga sosok yang punya karakter kuat. Pun ketiganya punya karakteristik politik yang berbeda. Bagaimana jadinya ya semisal tiga tokoh ini duduk di cakruk yang sama, kemudian main karambol dengan riangnya? Mungkin, bakal begini jadinya.
Di sebuah cakruk, Trump sedang menggulung sarungnya. Sedangkan Luhut dan Ahok sudah ketawa-ketiwi mencoreng muka masing-masing dengan bedak. Maklum, Trump anak orang kaya pengusaha losmen di bilangan Kaliurang, pikir-pikir dulu kalau mau duduk sembarangan.
“Sini, lu! Duduk bisa kaga!” ajak Ahok. Suaranya nyenthe, tapi nggak bermaksud ngajak gelut.
“Iya, Rump. Sini, duduk, plah, kita membahas makna-makna logis dari tiap slentikan jari jemari kepada kristal,” ujar Luhut.
Trump pun duduk. Dengan lambe yang mencucu-mencucu, ia ngelus-ngelus papan karambol. “Licin sekali,” jemarinya ngawis-ngawis ke angkasa, di hadapan wajah Ahok dan Luhut. “Licin seperti omonganmu, Hok,” kata Trump.
Luhut pun tertawa kemekelen. “Melalui media yang nggak terbatas dan melampauinya, Trump memang bener sih, Hok,” kata Luhut sok asyik.
Trump ikutin njentik kristal karambol, kristal demi kristal bertabrakan dengan gemuruh. “Ugh, ribetnya. Padahal tinggal masukin ke lubang, tapi ribet,” kata Trump makin mencucu. Kembali mengawis-ngawis-kan tangannya, Trump nambahi, “Ribet, kayak omonganmu, Hut!”
Ahok pun menahan tawa. Ia tahu porsi. Takutnya, ada yang tersinggung dengan ketawanya dia. Lha gimana, minggu lalu saja Ahok didemo oleh remaja masjid lantaran omongannya yang keliwat licin. Hasilnya Ahok dirumahkan, nggak boleh keluar desa.
“Sini, sini, aku aja yang menjentikkan kristal agar masuk menuju lobang-lobang dengan khidmat dan tepat sasaran,” ujar Luhut kebawa emosi.
“Kok lu lagi sih, Hut? Kan harusnya gua?” Ahok terpancing juga.
“Udah, kamu diam aja, daripada didemo satu negara!” tutup Luhut bersiap nyentil kristal karambol.
“Yaelah, kepalaaaaaa, pundak, Luhut lagi, Luhut lagi,” katanya. Naklum, Luhut ini jabatannya hanya seksi perkap dalam hierarki karang taruna, tapi terkadang kewenangannya sudah kayak ketua karang taruna. Ia nggak mau tampil, tapi mau unjuk gigi terus.
Trump dari tadi hanya diam dan memainkan ponselnya. Jebul ia sedang nge-tweet begini, “THEY WOULDN’T LET KARAMBOLL’S (bahasa Inggris e karambol opo, sih?) WATCHERS INTO THE CAKRUK ROOMS. UNCONSTITUTIONAL!!!” ujarnya dengan keminggris. Tak lama, Twitter pun memberikan peringatan atas cuitan tersebut. Mampus!
Kemudian giliran Ahok, ia berhasil nyentil satu kristal raja milik Trump. Ia berteriak girang dan Luhut tampak mrengut tanda nggak suka. Trump yang jengkel pun melirik ke Luhut, “Gimana nih, Hut?”
Luhut menjawab, “Saya tidak terpikir soal itu. Ya tidak tahu, itu urusan anak buah saya ” Wedyan, anak buah, Buos! Sekaliber seksi perkap saja punya anak buah.
“I WON THE KARAMBOLL!” kata Trump.
Ahok pun wajahnya langsung merah. Ia kemudian petantang-petenteng sambil bilang, “Won the karambol, won the karambol, pemahaman nenek lu?!”
Sambil nangis di pojok cakruk, Trump memainkan ponselnya dan kembali nge-tweet, “I WON THIS KARAMBOLL, BY A LOT!” Bagai pria yang patah hati, Trump mengubah foto profil dan header Twitter-nya menjadi warna hitam.
Nggak kalah kesalnya, Luhut pulang ke markas karang taruna, mau melaporkan kejadian ini kepada ketua yang hobi kerja, kerja, dan kerja. Saking hobinya kerja, ia sangat piawai mengurus desa dengan baik dan benar. Saking benarnya, semua pada turun ke lapangan desa, demonstrasi.
Ahok pun hanya bisa mbatin, “Waduh, dirumahkan lagi nih gua. Susah emang main sama bocah-bocah cepu dan penginnya menang terus.”
BACA JUGA Trump Butuh Sosok Ki Amien Rais untuk Bikin Aksi Protesnya Meriah dan tulisan Gusti Aditya lainnya.