Tanpa terasa masa telah menunjukkan tanggal 3 November 2022. Artinya, Analog Switch Off (ASO) atau penghentian siaran TV analog di Indonesia akan diberlakukan secara bertahap. Sebagai gantinya, siaran TV digital yang akan bertugas memancarkan sinyalnya berupa kabar atau peristiwa ke seluruh Indonesia. Hal ini mengingatkan kenangan keluarga dahulu saat pertama kali membeli TV LED.
Pada semester awal 2021 lalu, kami membeli TV LED 32 inch baru. Alasan utama kami membelinya bukan karena ingin pindah ke siaran TV digital. Alasannya karena TV tabung kami sebelumnya sudah menunjukkan performa yang memprihatinkan. Bukan hanya tampilan warnanya yang selalu menggambarkan suasana pada musim gugur. Bunyi yang dihasilkan juga mengingatkan kami akan suara penjahat yang biasa disamarkan saat wawancara rahasia di TV.
Memang saat itu sudah mulai bergaung iklan pemerintah tentang migrasi siaran TV digital. Namun, kami tidak begitu tertarik dengan iklan tersebut lantaran kami sudah cukup nyaman dengan siaran TV analog. Jadi, sekalipun sudah ganti dengan TV LED baru, kami masih menggunakan siaran TV analog. Kami juga tidak begitu tertarik dengan Smart TV di samping karena harganya yang terlalu mahal, juga limpahan fiturnya yang menurut kami nggak penting-penting amat.
Lambat laun, kami dihadapkan pada review atau komentar banyak orang tentang betapa asyiknya siaran TV digital daripada TV analog. Lalu, kami makin menyadari bahwa beberapa kanal siaran TV analog yang tercinta ini hilang satu per satu. Alhasil kami pun terpengaruh untuk melakukan migrasi siaran ke TV digital. “Bersih gambarnya, jernih suaranya, canggih teknologinya,” begitu slogannya. BTW, kalau masih belum tahu caranya, cek tulisan berikut.
Untuk mewujudkannya, kami membeli secara daring antena TV digital murah meriah yang bisa ditempelkan di tembok itu. Kemudian, kami langsung memasangnya dan mencari siaran digital TV secara manual dengan menekan tombol menu pada remot TV. Dari situlah kami sangat bersyukur kalau TV ini ternyata sudah dilengkapi perangkat yang dapat menangkap siaran TV digital. Jadi, kami tidak perlu mencari-cari Set Top Box (STB) sebagai tambahan.
Berikut kesan kami pascamigrasi dari TV analog ke TV digital selama setahun lebih (studi kasus daerah Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah).
#1 Kanal TV makin banyak walau tidak semuanya tertangkap
Sejak migrasi ke TV digital, kanal siaran di TV kami bertambah jadi dua kali lipat. Tidak hanya televisi nasional, televisi lokal pun turut menyemarakkan kehidupan pertelevisian kami. Hingga saat ini, terdapat 26 kanal siaran TV digital yang berhasil dikoleksi.
Namun, setelah diperhatikan dengan saksama, ternyata masih ada dua kanal yang belum atau susah tertangkap di TV kami, yaitu Metro TV dan TV One. Hal ini tentu mengurangi kesempurnaan dari siaran TV digital, mengingat kedua kanal tersebut termasuk TV nasional.
#2 Kualitas gambar dan suaranya makin jernih, tapi nggak stabil kalau lagi cuaca buruk
Sejak migrasi ke TV digital, kualitas gambar serta suara menjadi makin bersih dan jernih. Namun, bukan berarti tanpa ada celah kekurangan. Ternyata siaran TV digital nggak stabil atau rentan putus-putus kalau lagi cuaca buruk. Sebut saja hujan deras atau angin kencang. Di TV kami, RCTI termasuk kanal TV nasional yang siarannya paling sering putus-putus.
Kalau siaran TV analog, kan biasanya jadi menyemut atau bruwet gitu kalau pas cuaca buruk. Nah, kalau siaran TV digital itu biasanya langsung hilang gambarnya, muncul layar hitam atau tulisan “tidak ada sinyal”. Hal ini tentu mengganggu kenyamanan dan menjadi semacam shock culture bagi yang masih awalan mengenal siaran TV digital.
#3 Canggih teknologinya, tapi siaran kadang suka ngehang atau error
Mengutip dari beberapa sumber, kecanggihan teknologi siaran TV digital ada empat. Pertama, adanya fitur Electronic Program Guide (EPG) sehingga kita bisa melihat kategori, jadwal, dan deskripsi acara. Lalu, adanya teknologi DVB-T2 sehingga sinyal siaran menjadi lebih stabil. Kemudian, adanya teknologi Parental Lock sehingga program acara bisa kita batasi sesuai usia. Selain itu, adanya fitur Early Warning System atau peringatan dini bencana berupa pesan pop-up.
Dengan segala kecanggihan teknologi tersebut, kami justru merasakan kenyataan lain. Pernah nggak, sih remot atau tombol TV kalian nggak kunjung merespon meski sudah dipencet berkali-kali saat menyimak siaran TV digital? Nah, kejadian semacam itulah yang biasa kami sebut ngehang atau error. Di TV kami, kejadian itu paling sering dialami pada kanal Trans TV dan Trans 7.
Untuk mengatasinya, kami biasa langsung cabut-tancap steker TV-nya, lalu kami nyalakan lagi. Barulah setelah itu, TV kembali normal seperti sediakala. Ya, walau cara ini terkesan brutal dan darurat, tapi daripada TV-nya nggak bisa diotak-atik seharian. Hal ini tentu menambah penilaian buruk kami tentang siaran TV digital.
Itulah kesan kami setelah migrasi dari TV analog ke TV digital. Jadi, kami mohon kepada yang terhormat Maskot Digital Indonesia, si Modi serta Bapak/Ibu direksi stasiun TV terkait. Demi mewujudkan siaran TV digital yang makin berkualitas dan menyeluruh, kiranya beberapa keluhan tadi dapat dipahami dan ditindaklanjuti.
Memang kita sudah tertinggal dalam hal digitalisasi. Namun, modernisasi teknologi yang terburu-buru dan nggak dibarengi dengan kesiapan sumber daya yang ada justru dapat menimbulkan masalah baru. Jangan sampai kita bereuforia mengucapkan, “Selamat Tinggal Siaran TV Analog Indonesia Siap ASO”, sementara kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak saudara kita yang mengalami “susah sinyal”.
Penulis: Dhimas Muhammad Yasin
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA TV Digital Membunuh TV Analog Indonesia