Sebagai penglaju dan pekerja luar kota yang masih ber-KTP Malang, rasanya saya ingin sekali misuh-misuh beberapa hari terakhir. Betapa tidak, kok rasanya kami sebagai perantau yang masih tinggal di Malang dibuat ribet dan riweh dengan kebijakan titik jemput ojek online di Terminal Arjosari Malang. Sudah bertahun-tahun kami menggunakan beberapa lokasi penjemputan di luar terminal karena menghormati aturan zona merah di terminal.
Biasanya, hampir semua penumpang bus yang baru turun dari berbagai tujuan menggunakan Alfamart Ken Dedes untuk melakukan order ojek online. Tempat ini memang sangat strategis. Letaknya berada di pintu gerbang Kota Malang. Dulu, semua bus menurunkan penumpang yang ingin naik ojek online.
Maklum saja, transportasi umum Kota Malang amat sangat tertinggal jauh sekali dibandingkan kota besar lain. Praktis, ojek online menjadi salah satu opsi utama untuk kembali pulang ke rumah selain menggunakan kendaraan pribadi dan menitipkannya di parkiran luar.
Tidak seindah di bayangan
Namun, beberapa waktu lalu pihak Dinas Perhubungan Kota Malang melarang bus-bus untuk menurunkan penumpang di sana. Praktis, tak ada lagi aktivitas naik ojek online di sana. Menurut pengumuman dari pihak Dishub, kini penumpang bisa naik dari dalam Terminal Arjosari Malang.
Penumpang—menurut aturan itu—bisa naik dari pintu 1, yang berada di sebelah sisi timur dari SPBU. Pihak Dishub Kota Malang juga memberi informasi bahwa tempat tersebut bebas dan aman digunakan untuk naik ojek online. Jadi, semua bus harus masuk terminal tidak boleh menurunkan penumpang di beberapa titik yang biasanya jadi tempat pemberhentian bus, mulai Alfamart Ken Dedes, Masjid bawah fly over, Indomaret Raden Intan (Pos Tengah), dan Parkiran Luar.
Aturannya memang seperti itu dan sebagai penumpang saya juga akan menaatinya. Saya juga menyambut baik aturan tersebut karena fungsi Terminal Arjosari Malang akan dikembalikan lagi sebagaimana mestinya. Yakni sebagai tempat naik dan turun penumpang.
Namun ternyata, praktik di lapangan tidaklah seindah bayangan saya. Bus-bus masih tidak mau masuk terminal dan hanya berhenti di parkiran luar sebelum kembali ke pool masing-masing. Saya pun harus berjalan kaki ke pintu 1 yang lumayan jauh. Di sana, ternyata ada beberapa orang yang kemungkinan preman mengintimidasi penumpang yang akan naik ojek online.
Mereka mengarahkan untuk naik di pos biru atau dekat pintu 2. Tempat ini merupakan tempat yang juga sudah lama digunakan untuk naik ojol. Hanya saja, penumpang harus mengeluarkan uang ekstra sebagai bentuk upeti untuk naik ojol. Dengan malas, saya pun akhirnya memilih untuk naik ojol dari sana.
Terminal Arjosari Malang malah jadi aneh
Beberapa saat kemudian, ada video viral yang memperlihatkan seorang driver ojol dimintai uang saat akan menjemput penumpang di pintu 1. Ia pun berdebat dengan orang tersebut yang mengaku bernama Saipul. Entah siapa si Saipul ini apakah yang punya kuasa ekstra sehingga pihak Dishub Kota Malang seakan lemah dan tak berdaya untuk menegakkan aturan.
Sontak, video tersebut ramai di media sosial dan segera saja banyak caci maki kepada Dishub. Kok ya mereka tidak tegas dan seakan membenturkan penumpang dengan preman. Bayangkan, sudah jalan kaki jauh, eh malah dipalak. Disuruh jalan kaki lagi.
Saya tidak tahu kenapa Dishub membuat aturan aneh ini. Kalau misal mau mengembalikan fungsi Terminal Arjosari, ya harusnya ada petugas jaga 24 jam non stop di pintu 1 agar penumpang bisa aman dan nyaman untuk naik ojol. Misalnya kalah, mereka kan bisa minta bantuan TNI/Polri untuk menjaga tempat tersebut. Kalau seperti ini seakan-akan tanah pemerintah dikuasai preman.
Bisa mencoreng nama Malang
Sebelum ramai kasus ini, ada juga huru-hara di Alfamart Ken Dedes. Ada penumpang yang speak up dimintai uang saat order di sana. Memang biasanya driver ojol akan diminta uang 1.000 rupiah hingga beberapa ribu rupiah oleh entah beberapa orang yang duduk di sana. Lalu, ada penertiban dari aparat dan pemalak itu pun hilang. Eh sekarang malah ganti penumpang dilarang untuk naik dari sana. Kok ya kayak premannya pindah saja.
Jujur, kalau terus dibiarkan dan tak ada upaya lanjut, saya rasa nama Kota Malang akan tercoreng. Betapa tidak, pintu gerbang kota yang katanya kota pendidikan dan pariwisata eh malah sarang dari preman. Orang jadi malas kalau naik bus dan turun di sini.
Penulis: Mohammad Ihrom Zain
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Angkot Malang yang Bikin Perantau Newbie Bingung
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
