Keresahan yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Keresahan yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Keresahan yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Kecamatan Bumiaji Kota Batu (Unsplash.com)

Begini keresahan saya sebagai warga Kecamatan Bumiaji, Kota Batu…

Sampai saat ini, saya selalu mengatakan bahwa hidup di Kota Batu itu menyenangkan sekali. Dan sampai saat ini pula saya belum berniat untuk mengoreksi perkataan saya. Apa yang saya katakan jelas bukan omong kosong. Bagi saya, Kota Batu memang tempat yang paling enak untuk ditinggali.

Kota Batu memang bukan kota besar. Kotanya kecil dan hanya terdiri dari tiga kecamatan saja: Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo. Kota Batu juga kota yang muda. Usianya baru 21 tahun (jalan 22 tahun). Usia Kota Batu bahkan lebih muda empat tahun dari usia saya. Meskipun kotanya kecil dan masih muda, setidaknya ada kenyamanan yang disajikan oleh Kota Batu.

Dari segi kepadatan, misalnya, Kota Batu itu masih cukup renggang. Maksudnya, tidak ada kepadatan seperti yang terlihat di kota-kota lain seperti Surabaya atau Malang sekalipun. Tidak ada hiruk pikuk yang menyesakkan. Selain itu, udara di sini cukup enak. Letaknya yang berada di kaki Gunung Arjuno, membuat Kota Batu nyaris selalu sejuk, meski kadang terlalu dingin.

Nyaris semuanya ada di Kota Batu. Mal? Ada, meskipun cuma satu dan tidak terlalu besar. Sekolah? Lengkap, mulai dari playgroup sampai SMA ada. Yah, walaupun Batu tidak punya universitas, sih, tapi cukup lah. Tempat makan? Buanyaaakkk, mulai dari yang murah banget sampai yang mahal banget ada. Tempat wisata? Tinggal pilih, mulai dari yang wisata alam sampai yang modern ada. Enak banget lah pokoknya.

Akan tetapi, segala kenyamanan yang ditawarkan Kota Batu bukan berarti kota ini tanpa cela. Di balik sejuk dan nyamannya, Kota Batu ada beberapa hal yang sebenarnya agak kurang mengenakkan. Khususnya untuk orang-orang seperti saya, yang tinggal di Kecamatan Bumiaji, kecamatan di bagian utara Kota Batu. Apa saja yang membuat hidup di Kecamatan Bumiaji ini tidak enak? Sini saya beri tahu.

#1 Kadang terlalu dingin

Risiko tinggal di kaki gunung ya memang harus siap dengan suhu yang dingin. Apalagi saya tinggal di Kecamatan Bumiaji, yang merupakan kecamatan tertinggi jika diukur secara ketinggian. Di atas, saya memang mengakui bahwa hidup di daerah dengan suhu sejuk (yang cenderung) dingin ini enak banget. Tapi, ada kalanya suhu udara di sini kelewatan dinginnya, apalagi ketika musim hujan hingga menjelang musim kemarau.

Kalau lagi dingin, suhu di Kota Batu, khususnya di Kecamatan Bumiaji bisa berada di 20 sampai 17 derajat Celcius. Mau keluar rumah males, mau di rumah aja juga ngapain? Kalau sudah begini, nggak cukup kalau cuma pakai jaket biasa. Imbasnya, bisa mudah masuk angin seperti saya.

#2 Nyaris selalu macet tiap weekend

Yang paling terkenal dari Kecamatan Bumiaji adalah tempat wisata. Kalau kalian ke daerah Kecamatan Bumiaji, kalian bisa menemukan berbagai macam tempat wisata. Tinggal pilih pokoknya. Dengan banyaknya tempat wisata, imbasnya baru terasa ketika masuk akhir pekan atau weekend.

Nyaris tiap Sabtu-Minggu, jalanan utama di Kecamatan Bumiaji itu macet. Peru diketahui, jalan utama di Kecamatan Bumiaji itu kecil. Bayangkan saja, deretan mobil plus bus sudah jadi pemandangan yang lumrah di akhir pekan. Males banget pokoknya kalau udah macet.

Baca halaman selanjutnya

#3 Jauh dari pusat kota…

#3 Jauh dari pusat kota

Perlu diketahui, pusat dari Kota Batu itu terletak di Kecamatan Batu. Sementara Kecamatan Bumiaji adalah kecamatan di sebelah utara Kota Batu, tentu ada jarak yang memisahkannya dari pusat kota. Apalagi saya tinggalnya di Kecamatan Bumiaji yang bagian utara, lebih dekat ke gunung, tentu jarak ke pusat kota jadi lebih jauh. Jaraknya sih memang hanya 6-7 kilometer, tapi buat saya itu tetap jauh. Kalau ke pusat kota, saya seperti turun gunung, dan kalau pulang seperti naik gunung. Udah jalannya menanjak, dingin pula.

#4 Rawan longsor, terutama jika musim hujan

Ini yang sebenarnya jadi masalah utama. Hidup di dataran tinggi dan dekat dengan perbukitan seperti di Kecamatan Bumiaji ini menyimpan beberapa bahaya. Salah satunya ya tanah longsor, terutama ketika musim hujan datang. Tidak sekali dua kali tanah longsor terjadi di Kecamatan Bumiaji, di sekitar rumah saya.

Rumah saya sih sejauh ini aman (dan semoga selalu aman). Tapi yang namanya bahaya, kita tidak pernah tahu, kan? Makanya, ayo dijaga alamnya. Jangan dikit-dikit dibangun villa, dibangun tempat wisata lagi. Jangan rakus!

#5 Kehidupan seperti berhenti pukul 10 malam

Namanya juga kota kecil, kehidupan di dalamnya pasti tidak segemerlap dan sepanjang kota-kota besar lainnya. Di Kota Batu, khususnya di Kecamatan Bumiaji, kehidupan seolah berhenti setelah pukul 10 malam. Setelah jam 10 malam, jalanan sudah pasti sepi. Hampir semua Indomaret tutup, warung makan tutup, kedai kopi juga banyak yang tutup jam segitu, menyisakan beberapa warung Madura saja yang baru tutup ketika kiamat.

Sebagai jelmaan kelelawar alias manusia nocturnal, ini jelas menjadi penderitaan buat saya. Kalau lewat jam 10 dan masih ingin nongkrong atau keluar, mau tidak mau saya harus ke pusat kota, yang mana lagi-lagi agak jauh pulang-perginya.

Itulah keresahan saya selama tinggal di Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Keresahan yang sebenarnya nggak parah-parah banget. Toh saya masih sangat betah tinggal di sini. Tapi yang namanya keresahan tetap mengganggu dong. Jadi, monggo silakan untuk yang punya kuasa agar membenahi apa-apa yang harus dibenahi, hehehe.

Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Dilema Jadi Orang Kota Batu yang Dikira Masih Bagian dari Malang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version