Kerbau dan Pulau Moa adalah dua hal yang saling melekat. Ia sudah menjadi ikon bagi salah satu pulau terdepan yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya ini. Selain itu, salah satu baju adat Pulau Moa mengabadikan bentuk tanduk kerbau pada ikat kepala yang dililit sedemikian rupa dan kerap digunakan oleh laki-laki berkedudukan tinggi dalam upacara penting.
Bahkan, Gunung Kerbau sebagai puncak tertinggi di Pulau Moa pun mendapatkan namanya lantaran menjadi rumah tinggal bagi ratusan bahkan ribuan populasi kerbau moa. Selain itu kerbau ini juga menjadi salah satu komoditas ternak unggulan Pulau Moa.
Sudah sejak lama kerbau moa menjadi satwa endemik yang menghuni Pulau Moa. Mungkin terbersit di pikiran kalian, bagaimana mungkin kerbau bisa sampai di pulau terpencil yang dipisahkan dari daratan utama oleh lautan luas? Bisa jadi kerbau ini dibawa oleh orang luar pulau lalu dibudidayakan di pulau itu ratusan tahun silam.
Atau mungkin juga berasal dari daratan utama saat daratan masih menyatu di zaman glasial yang memungkinkan hewan-hewan untuk bebas bermigrasi. Kemudian saat suhu Bumi meningkat dan rata-rata permukaan laut global naik kerbau-kerbau ini terjebak di pulau terpencil itu sampai saat ini. Ini semua cuma imajinasi liar saya saja lho ya.
Nah daripada mumet mikirin asal-usul kerbau moa, mending kita cari tau aja hal-hal unik seputar fauna berikut ini:
#1 Kemampuan adaptasi yang luar biasa
Kerbau moa termasuk ke dalam kelompok kerbau rawa yang punya ciri khas gemar berkubang di lumpur untuk menjaga kestabilan suhu tubuhnya. Kerbau ini banyak dimanfaatkan sebagai pembajak sawah. Namun, kerbau moa sudah lama terpisah dari habitat asal nenek moyangnya dan melakukan adaptasi dalam kurun waktu yang sangat panjang di lingkungan barunya.
Perlu diketahui bahwa Pulau Moa beriklim kering. Di tempat yang curah hujannya rendah ini tentu saja kerbau-kerbau tidak memiliki banyak kesempatan untuk berkubang. Kekeringan sering kali melanda saat musim kemarau datang. Namun, nyatanya kerbau ini dapat bertahan hidup di lingkungan yang serba kekurangan itu. Makanannya bergantung pada rerumputan kering. Mau bagaimana lagi, rumput segar susah sekali tumbuh di pulau ini.
Masa kehamilan tua kerbau moa betina tiba bersamaan dengan musim kemarau, sehingga produksi susu kerbau justru melimpah. Selain mampu mencukupi kebutuhan gizi anak-anaknya, kelimpahan susu kerbau ini juga menjadi penyelamat bagi warga lokal yang kekurangan air. Selain itu dagingnya juga bisa dikonsumsi. Ada yang pernah makan daging kerbau? Rasanya nggak kalah enak dari daging sapi lo.
Kerbau ini telah teruji tahan banting terhadap kondisi lingkungan beriklim kering dengan kualitas pakan yang rendah berkat kemampuan adaptasinya yang luar biasa. Hal ini mendorong pemerintah pusat untuk memasukkan kerbau moa sebagai plasma nutfah nasional, sebuah kekayaan sumber daya genetik ternak Indonesia yang perlu dijaga kelestariannya.
#2 Dibudidayakan secara liar
Masyarakat Pulau Moa membudidayakan kerbau di alam bebas, tidak mengurungnya dalam kandang-kandang buatan manusia. Sebagian besar populasi kerbau terkonsentrasi di Gunung Kerbau. Di kaki Gunung Kerbau ini, terdapat padang sabana yang luas dan menjadi habitat yang cocok untuk kawanan kerbau. Pemerintah juga membangun bendungan di Gunung Kerbau untuk menampung air yang bisa digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan air ternak maupun masyarakat setempat saat musim kemarau.
Peternak akan sesekali saja datang ke Gunung Kerbau untuk menengok ternaknya, larena kerbau-kerbau ini sudah sangat mandiri dalam mencari pakan. Saat ada pembeli atau memerlukan kerbau untuk acara tertentu, baru peternak ini akan pergi ke padang dan menangkap kerbau yang sesuai. Agak susah sih menangkapnya, karena perlu kejar-kejaran dulu. Untuk mengimbangi lari si kerbau, masyarakat setempat biasanya menggunakan kuda untuk berburu.
Nggak cuma satu-dua keluarga yang menggembalakan kerbaunya di Gunung Kerbau lho, melainkan banyak sekali. Tapi, mereka punya cara unik untuk mengenali kerbaunya, yaitu dengan memberi tanda khusus pada telinga si kerbau. Tanda ini bentuknya berlainan antar pemilik. Di Pulau Moa, menangkap atau menyembelih kerbau yang bukan miliknya itu sangat dilarang. Kalau ketauan bisa-bisa akan dikenakan sanksi adat yang jumlahnya besar.
#3 Simbol status sosial
Alih-alih kendaraan mewah dan rumah gedongan, masyarakat tradisional di Pulau Moa masih menggunakan kerbau sebagai simbol status sosial. Jangan heran kalau rumah-rumah masyarakat lokal kebanyakan masih sederhana banget, tapi ternyata di balik kesederhanaan itu bisa jadi si pemilik rumah memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat.
Banyaknya jumlah kerbau masih menjadi salah satu patokan tingkat kekayaan seseorang. Nggak tanggung-tanggung jumlah kerbau yang dimiliki bisa puluhan sampai ratusan ekor. Tapi, menanyakan jumlah ternak yang dimiliki penduduk setempat dianggap hal tabu, sehingga masyarakat biasanya akan merendah dan tidak mengatakan jumlah yang sebenarnya.
Selama ini budidaya kerbau moa menjadi salah satu tulang punggung ekonomi penduduk lokal di samping sektor perikanan. Kerbau ini telah diperdagangkan ke luar pulau, bahkan hingga Timor Leste. Peminat tertinggi berasal dari Sulawesi, karena di sana kerbau laku keras untuk upacara adat. Di bulan-bulan tertentu para pedagang Sulawesi ini akan berkunjung ke Moa untuk membeli kerbau dalam jumlah cukup banyak kemudian dikapalkan ke tempat tujuan. Selain itu kerbau moa juga digunakan masyarakat setempat untuk keperluan upacara adat atau sesekali dikonsumsi sendiri.
Sayangnya beberapa tahun belakangan populasi kerbau ini terus mengalami penurunan. Iklim yang semakin tidak menentu ditengarai turut berkontribusi atas banyaknya ternak yang mati selama musim kemarau berkepanjangan. Selain itu tingginya angka perdagangan kerbau ke luar pulau yang tidak sebanding dengan tingkat reproduksinya juga berpengaruh terhadap penurunan populasi kerbau moa.
Oleh karena itu, untuk melindungi kelestarian populasi kerbau moa, pemerintah melalui perda pengaturan lalu lintas ternak dan bahan asal ternak mengatur usia minimal kerbau yang boleh diperdagangkan. Pelestarian kerbau moa sebagai bibit unggul ternak nasional diharapkan mampu menjadi salah solusi untuk mencapai kemandirian pangan di masa depan. Siapa tau dengan mengembangkan potensi ternak lokal secara serius bisa mengurangi ketergantungan kita pada ekspor benih ternak dan daging dari luar negeri.
Sumber gambar: Situs Maluku Investasi
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Potong Kebo Andilan, Tradisi Lebaran Betawi yang Mulai Pudar Tergerus Zaman