Kenapa sih Kalau Ikut Training atau Seminar, Ucapan ‘Selamat Pagi’ Selalu Diganti dengan ‘Semangat Pagi’?

Kebahagiaan Bekerja Sesuai Passion Adalah Sebuah Omong Kosong terminal mojok.co

Kebahagiaan Bekerja Sesuai Passion Adalah Sebuah Omong Kosong terminal mojok.co

Pada waktu kelas 3 SMA, sekolah saya memanggil trainer-motivator agar siswa semangat dalam mengikuti Ujian Akhir Nasional. Selain itu, tidak lupa juga mengingatkan kami semua untuk meminta restu orang tua agar ujian berlangsung dengan lancar. Terpenting, semua siswa bisa lulus dengan nilai yang terbilang baik. Sesaat sebelum memulai kelas training dan menyampaikan materi, dalam suatu ruangan yang di-setting seperti kelas seminar, sang trainer berkata, “Kalau saya bilang ‘apa kabar semuanya?’, kalian balas dengan, ‘kabar baik, luar biasa!’”

Ya, kami diminta—lebih tepatnya dipaksa—untuk mengikuti ucapan tersebut. Jika secara keseluruhan peserta terlihat lesu ketika menjawab, maka sapaan akan diulangi hingga kami semua betul-betul menjawab dengan penuh semangat—lebih tepatnya teriak—agar tidak terus diulangi. Entah kenapa pertanyaan tersebut harus terus diulang di awal sebelum acara dimulai. Ketahuilah, saya bersama teman-teman yang lain bukannya merasa semangat, malah merasa mangkel sejak awal acara karena hal tersebut.

Hal yang identik terus berulang hingga kini saya aktif bekerja atau mengikuti suatu acara training juga seminar. Kalimat pembuka masih saja sama tapi dengan sedikit perubahan. Dari yang sebelumnya jika ditanya, “apa kabar semua?” harus dijawab dengan “luar biasa!”, menjadi “semangat pagi!” dan harus disambut dengan jawaban, “semangat, semangat, semangat!” Hadeeeeh, maksa banget, sih. Hehehe.

Maksud saya, ada dua poin yang menjadi sorotan. Pertama, kenapa kata “selamat pagi” harus diganti dengan “semangat pagi”—meski pagi hari sudah lewat? Kedua, kenapa harus diulang-ulang, sih? Walaupun harus diakui hal demikian sudah seperti SOP bagi para pengisi acara di suatu training atau seminar. Tujuannya? Usut punya usut, setelah saya mencoba bertanya kepada seorang teman yang juga berprofesi sebagai trainer, hal itu dilakukan agar dapat menambah semangat para peserta. Bisa juga sebagai ice breaking, yang bertujuan untuk mencairkan suasana di ruang training atau seminar—utamanya agar komunikasi satu sama lain bisa terjalin dengan baik. Selain itu, agar peserta bisa antusias dan terhindar dari rasa kantuk.

Hal itu juga mengingatkan saya kepada suatu rumah makan ternama. Setiap saya berkunjung ke rumah makan tersebut, entah siang, sore, atau malam, saya selalu disambut dengan sapaan “selamat pagi”. Meski tidak mengganti menjadi “semangat pagi”, rasa-rasanya semangat yang disalurkan sama. Dan setelah saya coba tanya kepada salah satu pelayan yang bertugas, hal itu dimaksudkan untuk menjaga semangat dan antusias para pekerja dan pengunjung. Filosofinya, pagi hari adalah saat di mana banyak orang memulai aktivitas. Dan semua diharapkan untuk menyalurkan semangatnya.

Sebetulnya tidak salah jika pembawa acara pada suatu seminar melakukan hal yang sama dengan tujuan sama pula. Namun, sebaiknya sih ada variasi agar tidak monoton. Kalau perlu diadakan survey dulu, peserta lebih suka disapa bagaimana dan seperti apa. Sebab, ajakan untuk meneriakan “semangat pagi!” rasanya perlu pembaruan. Belum lagi jika para peserta kurang semangat, selalu saja ada remedial—diulang hingga mendapat tingkat semangat yang diinginkan.

Padahal, cukup dengan menyampaikan “selamat pagi” (atau menyesuaikan waktu dimulainya acara) pun sudah membuat para peserta nyaman, kok. Jadi, tidak perlu lah memaksa orang lain untuk semangat. Belum lagi jika tidak merespons sapaan “semangat pagi”, sering kali peserta diminta untuk cuci muka karena dianggap mengantuk. Hadeeeh. Please, deh. Nggak peka banget, sih. Peserta tuh bukan ngantuk, tapi mangkel dan ngerasa annoying aja. Bosan dengan kalimat template yang itu-itu aja.

Dan kini, sapaan untuk mengawali training atau seminar semakin beragam—namun dengan pola yang tetap sama dan tidak kalah menjengkelkan. Kira-kira seperti ini:

“Jika saya bilang HAI, kalian jawab HALO, ya?”

Kita coba, ya, “HAAAAII!”

“HALOOO.”

“Kurang semangat. Kita coba sekali lagi, ya. HAAAII!”

“HALOOO!”

“Nah, seperti itu. Tepuk tangan untuk kita semua.”

Ketahuilah, dalam beberapa hal, first impression itu penting. Lalu, bagaimana para peserta training atau seminar antusias mengikuti materi yang diberikan jika dari awal sudah dipaksa untuk semangat? Bukannya dalam suatu komunikasi, sesuatu yang dipaksakan itu akan berujung pada ketidaknyamanan? Eh.

Semoga, kedepannya ada hal lain yang bisa membuat orang lain atau karyawan semangat dalam mengikuti training atau seminar—toh, tujuannya baik, untuk meng-upgrade skill sekaligus menambah wawasan—selain camilan yang enak saat coffee break pastinya. Hehehe.

BACA JUGA Punya CV Menjulang, tapi Jadi Pembicara Kok Biasa Aja? atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version