Setiap orang kalau lagi ambyar-ambyarnya, cidro-cidronya, down-downnya, -apa lah bahasa kalian- pasti butuh asupan semangat untuk kembali bangkit dari kubur. Hal ini bisa datang dari orang lain, juga bisa dari diri sendiri. Tapi, menurut saya semangat dari orang lain itu nggak seberapa berpengaruh untuk keberlangsungan hidup kita, dibanding semangat dari diri kita sendiri, oleh kita sendiri, dan untuk kita sendiri. Demokrasi dong, Bung.
“Semangatin aku, sih.” Beberapa kali saya melontarkan kalimat seperti itu ke teman-teman dekat saya saat sedang ambyar, kemudian mereka memberi saya kata-kata yang menyemangati. Seperti, “Semangat ya, buat ini,” “Semangat ya, buat itu.” Nggak cuma saya sih, teman-teman saya juga sering kali meminta semangat yang kayak gitu ke saya. Gantian gitu deh saling menyemangati. Eaaak.
Tapi apa? Tetep aja itu cuma suntikan semangat yang bisa dirasa sesaat doang, pas bilang, “Oke, makasih.” Dan habis itu melempem lagi, ambyar lagi. Gitu doang terus sampe sukses. Kalaupun dapat semangat dari orang-orang dekat, tapi dari diri sendiri nggak ada motivasi untuk bergerak, ya percuma gitu lho.
Eh, masa saya juga pernah denger, orang yang sukanya nyemangatin orang lain, biasanya dirinya sendiri yang sering ambyar. Masa iya, gitu? Kalian juga setuju sama pernyataan tersebut? Katanya, ada beberapa orang yang sedang ada masalah, kemudian ingin terlihat tegar. Salah satunya, dengan memberi semangat orang lain. Kan kalau kayak gitu, seolah hidupnya baik-baik saja, bukan? Oke, mungkin itu terjadi pada beberapa orang saja.
Nyatanya juga masih melimpah ruah masyarakat Twitter yang masih bertahan dengan sesambatan mereka gitu kok.
Sama saja dengan kalau kita lagi nangis pas lagi cidro, baik karena percintaan duniawi, atau proposal skripsi ditolak dosen. Hambok teman kita pada bilang, “Jangan nangis, ya. Kamu yang tegar.” Padahal mah ya emang kalau butuh nangis ya nangis aja nggak apa-apa kok. sekali lagi, yang tahu apa kebutuhan kita ya diri kita sendiri.
Pun dalam Alquran, sudah dinash pada surah Ar-Ra’d ayat 11 yang mengandung arti, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Lalu, bagaimana cara memunculkan semangat dari diri sendiri untuk kita sendiri? Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan:
Satu, meminta semangat dari orang lain. Seperti di atas, kita bisa meminta teman-teman dekat yang berpengaruh dalam hidup kita. Seperti orang tua, saudara, sahabat, kekasih. Namun, ini mungkin nggak langsung seratus persen mampu memaksimalkan semangat kita. Ini hanya sebagai suntikan, untuk selanjutnya diri kita sendiri yang akan mengolah segala kalimat baik dari mereka tersebut.
Jadi, dengan mendapat semangat dari orang-orang dekat, akan mampu memunculkan semangat pada diri kita.
Dua, baca buku motivasi. Mungkin dengan membaca buku motivasi ini juga akan memicu semangat kita. Meskipun nggak seberapa juga sih efeknya. Apalagi kalau orang macam saya ini, yang tiap habis baca buku motivasi, ya, ya sudah lewat gitu aja. Termotivasinya ya pas lagi baca buku itu. Habis tutup bukunya, kalau memang lagi ambyar, ya sudah lanjut ambyar gitu. Hahaha.
Tapi setidaknya lah, ada sedikit suntikan untuk kembali bersemangat. Buku yang bisa kita pilih, seperti buku-buku yang tersedia di rak pengembangan diri, atau kalau saya lebih suka buku biografi tokoh yang perjalanan hidupnya mampu menginspirasi. Dari situ, kita bisa mengambil bagaimana langkah-langkah yang diambil dari tokoh tersebut dalam mencapai hidup yang (biasanya) happy ending.
Tiga, ngomong sendiri sama diri sendiri. Ini adalah cara paling mujarab yang sering saya lakukan. Kayak orang gila sih memang. Ngomong-ngomong sendiri, jawab-jawab sendiri. Oh wong edan! Dibilang nggak waras ya biarin, yang penting saya mampu bangkit lagi setelah ngomong sama diri sendiri ini. Coba aja deh, kalau nggak percaya. Biasanya nih ya, yang sering saya lakuin ngomong gini:
“Semangat, Lu.” Itu dua kata tersingkat sih. Kadang saya tambahin, “Semangat, Lu. Kamu pasti bisa”. Kalau pas lagi butuh nyemangatin diri yang pwol sedang down-downnya, saya bilang sama diri sendiri lebih lengkap lagi, “Semangat, Lu. Kamu pasti bisa. Kamu harus buat bangga mereka yang sayang sama kamu. Harus buat bangga orang tua.” Dan bla bla bla lainnya.
Kebiasaan ngedumel sama diri sendiri ini lah yang nyatanya mampu memotivasi diri saya sendiri dari dulu sampai sekarang. Ini saya lakukan setiap kali memang butuh recharge semangat.
Ternyata, menurut Ilmu Psikologi, mengafirmasi diri sendiri seperti itu memang perlu. Untuk membentuk pribadi kita supaya lebih siap menjalani hari-hari selanjutnya ke depan, dengan memulai dari membentuk pikiran-pikiran positif dari alam bawah sadar kita, pada saat memberi asupan kalimat-kalimat positif tersebut.
Meskipun demikian, dukungan dari luar memang perlu juga sih. Coba bayangkan, kalau pas lagi jatuh-jatuhnya, terus nggak ada siapa pun yang memberi dukungan ke kita. Bisa-bisa tambah depresi, dong. Hehe. Semangat, semuanya!
BACA JUGA Apa pun Konsernya, Semangat Slankers Tidak Akan Pernah Padam atau tulisan Lulu Erzed lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.