Kita semua pasti kenal dengan tokoh bernama ‘Pak Ogah’. Seorang jomblo permanen di serial Unyil dkk. Pak Ogah ini botak plontos, keponya maksimal, dan sering banget bilang ‘Cepek dulu dong’. Eh, ucapan Pak Ogah yang ini sudah diganti sepertinya ya untuk di seri-seri terbarunya. Kalau dulu saat saya masih kecil, uang cepek (seratus rupiah) memang lumayan besar harganya.
Kenapa saya bilang kita semua pasti kenal? Ya karena serial Unyil ini memang tidak pernah lepas dari jadwal tayang di televisi kita. Unyil dan karakter lainnya adalah tokok ciptaan Drs. Suyadi atau yang lebih kita kenal dengan nama Pak Raden. Unyil awalnya diproduksi dan ditayangkan di TVRI mulai tahun 1981 sampai dengan 1993 setiap hari Minggu pagi. Unyil sempat menghilang tergerus hadirnya seri para pahlawan super dari mancanegara seperti Ksatria Baja Hitam juga Power Rangers, sampai akhirnya hadir kembali sekitar tahun 2002. Dua kali berpindah stasiun televisi, ia akhirnya menemukan suakanya di ‘Laptop si Unyil’ yang tayang di Trans7 setiap hari.
Bisa kita semua pastikan bahwa di setiap serinya Pak Ogah selalu hadir. Entah karena keidentikkan karakteristiknya atau memang banyak yang cinta figurnya, seri Unyil terasa hambar bila tak ada beliau. Nah, di setiap kali tayang ini bisa dipastikan pula bahwa pak Ogah akan selalu mengalami kesialan, selalu apes, ngenes, melas, dan lain-lain gitulah pokoknya. Anehnya dulu saya fine-fine saja setiap lihat Pak Ogah mengalami sial, baru akhir-akhir ini saja saya mulai berpikir sebenarnya apa yang salah sih di hidup beliau ini? Kok sampai sebegitu apesnya? Kok rasanya yang namanya sial tuh jadi menempel erat di hari-harinya?
Pertama, Pak Ogah adalah manusia sambat sejati. Tak ada hari terlewatkan dalam hidupnya tanpa sambat, tanpa mengeluh. Mulai dari sambat tidak punya uang, tidak punya cemilan, lapar sampai tidak ada yang menemani nongkrong di pos ronda. Padahal kan semuanya bisa saja dijalani dengan santai, woles gitu. Ya siapa tahu justru ini yang bikin Pak Ogah tuh malah apes melulu.
Kedua, ia adalah orang yang amat sangat suka pamrih. Mana mau ia mengerjakan sesuatu yang tanpa imbalan. Mulai dari eranya ‘Cepek dulu dong!’ sampai ke ‘Goceng dulu dong!’ yang diingini oleh seorang pak Ogah adalah imbalan.
Kalau ada yang didapat baru dia mau melakukan. Tidak pernah niat membantu melakukan dari hati, hampir selalu terlihat tidak pernah ikhlas. Kalaupun akhirnya dia mau mengerjakan tentu saja dengan diiringi sambatan seperti di poin pertama yang saya bahas tadi.
Ketiga, Pak Ogah itu lebay. Hiperbolis setengah mampus. Capek sedikit, sambat. Luka dikit, lecet seuprit juga dia bilangnya sudah macam habis operasi besar. Padahal harusnya di umur seperti Pak Ogah itu ya sudah tidak pantaslah kalau mau lebay. Kesannya drama sekali.
Keempat, tidak punya rasa solidaritas dan setia kawan. Jangan harap ia mau dan rela menolong teman atau tetangganya yang kesusahan. Apalagi kalau tidak ada imbalan. Nehi pokoknya! Ini berlaku ke semua orang, mulai dari Unyil dan gengnya yang notabene masih bocah, sampai ke Bu Bariyah yang seumuran dengannya.
Kelima, maunya dinomor satukan, didahulukan. Ini penyakit banget, nih. Ia nggak pernah mau bantuin orang tapi kalau sedang ada hajatan atau acara makan-makan, dia maunya selalu diajakin. Maunya selalu ditawarkan atau paling tidak dibawakan makanan. Egois. Dan lagi-lagi kalau tidak dipedulikan dia akan ngomel, ngedumel, dan sambat.
Dari lima hal di atas sebenarnya bisa kita simpulkan kalau Pak Ogah mungkin dijauhi sama faktor luck ya karena kesalahannya sendiri. Jalan ninjanya adalah sambat dan pamrih. Ya mana mau malaikat baik dekat-dekat sama dia. Biarin aja gitu dia kesel sendirian.
Tapi saya jadi berpikir lagi, apa sutradara dan penulis naskahnya tidak ada keinginan bikin seri dengan tema ‘Pak Ogah Tobat’ gitu? Atau mungkin ‘Pak Ogah’s Lucky Day’ supaya terlihat bahwa sesambat-sambatnya beliau, ya kadang masih juga bisa kecipratan bahagia gitu lho. Supaya terlihat sebagai tokoh hidup yang wajar saja. Sudah cukuplah Unyil dan teman-temannya yang semacam dikutuk tak pernah bisa dewasa, masa iya Pak Ogah mau apes terus sepanjang hidupnya?
BACA JUGA Pak Ogah, Potret Pelaku Industri Kreatif yang Terlupakan dan tulisan Dini N. Rizeki lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.