Awal mulanya, saya adalah seseorang yang skeptis tehadap segala hal berbau mistis. Bukan tidak percaya dengan hal yang gaib, saya percaya sosok gaib dan tak berwujud itu ada namun tentu mereka memiliki dunia sendiri. Pikir saya kurang lebih seperti itu. Jadi, untuk apa para makhluk gaib menampakkan diri secara langsung atau dalam bentuk suara kepada manusia?
Bahkan saya pernah mendengar perumpamaan dari orang tua, guru ngaji, dan teman-teman, “kalau kita ketemu setan, tandanya dia yang apes—sial—bukannya kita (manusia)”. Saya mangkel sendiri dan bergumam, “ya sama-sama apes, lah. Bisa jadi kita yang lebih apes. Mereka nggak takut sama kita. Nah, kalau kita? Bisa lari, kencing berdiri, bisa juga pingsan. Minimal teriak”. Apa bukan apes itu namanya.
Sampai akhirnya, saat semakin dewasa saya justru dihadapkan dengan beberapa pengalaman mistis secara personal, yang membuat saya perlahan percaya terhadap hal gaib juga mistis. Tidak lagi menyepelekan keberadaan para makhluk astral. Jujur saja, pengalaman secara langsung ini membuat badan panas dingin dan betul-betul tidak berkutik. Mau teriak pun nggak bisa, mulut seakan kaku untuk mengucap.
Berikut dua pengalaman mistis yang saya alami secara langsung dan hingga kini masih saya ingat betul suasana dan kejadiannya:
Ketikan keyboard komputer tak bertuan dan ruang kosong yang ramai
Kejadian ini saya alami sewaktu kuliah di semester tujuh, tepatnya saat menjadi asisten dosen. Kala itu, saya dengan beberapa teman tengah pulang larut karena banyak tugas yang dikerjakan. Kami masih beres-beres dokumen sambil bercanda. Ruangan kami dan dosen tentu terpisah. Beberapa kali saya melewati ruangan dosen yang sedang ditutup—karena biasanya ada dokumen rahasia atau sedang tidak bisa diganggu.
Ruangan dosen masih ramai, ada aktivitas mengetik di sana. Lega rasanya, karena kami tidak hanya beberapa tapi banyak. Jadi, walau sudah larut untuk apa takut. Sampai akhirnya saya bertanya kepada salah seorang teman, “itu Bu Dosen belum pada pulang?”, lalu teman saya menjawab, “ngaco lu, udah pada pulang dari maghrib. Kalau nggak percaya, masuk aja ke ruangannya, buka kuncinya. Kenapa emangnya?”.
GLEK!—saya menelan ludah, badan mulai panas dingin, merinding, dan gemetaran. Lalu saya bercerita bahwa, di ruangan dosen ada yang sedang menggunakan keyboard seperti sedang mengetik dan ada yang mengobrol di sana. Tidak lama, kami memutuskan untuk pulang.
Roti kemasan yang dihisap motor sendiri(?)
Pada masanya, saya memiliki kebiasaan tidur di luar kamar—karena ketiduran tepatnya. Saat itu, secara tidak sengaja saya terbangun pada pukul 01.00 dini hari karena ada suara berisik. “Slurp.. Slurp..”, begitu suaranya seperti orang yang menghisap minuman yang hampir habis dengan sedotan. Sudah terbayang suaranya?
Ketika saya cek, bunyi itu sumbernya dari bawah motor saya yang diparkir di ruang tamu. Dengan segera saya nyalakan lampu, persis di bawah motor matic saya (diantara roda depan dan belakang—bagian mesin) ada sebuat roti kemasan yang masih terbungkus dengan rapi. Pikir saya mungkin dibawa tikus.
Lalu saat saya jongkok dan ingin mengambil roti tersebut, secara mengejutkan roti itu melayang, “slurp!” lalu jatuh lagi. Saya kaget dan merinding. Tidak lama kemudian, roti itu langsung terhisap—atau dihisap?—oleh motor saya! “Slurp!”—satu hisapan dan roti pun lenyap!
Sebelumnya, saya tidak pernah menceritakan ini karena khawatir banyak orang yang tidak percaya. Tapi, saya berani sumpah, ketika kejadian berlangsung, saya sudah mencubit tangan dan menampar pipi saya sendiri. Semuanya terasa sakit dan jelas nyata—bukan sedang bermimpi. Sampai sekarang, ini masih jadi misteri bagi saya. Wajar saja kan, lagipula roti kok bisa terhisap dengan sendirinya ke dalam motor?! Itu penjelasannya gimana?!!!1!1!
Sejak mengalami dua hal itu, saya tidak ingin takabur apalagi bertindak sesukanya berkaitan dengan hal mistis. Bukannya takut apalagi tunduk, namun saya juga menyadari, ada beberapa hal yang memang di luar nalar manusia.
Seperti misalnya saat MOS (Masa Orientasi Sekolah) SMP di kawasan Puncak Gunung Mas, Bogor, sekitar 16 tahun yang lalu. MOS diadakan dengan menggelar perkemahan, dilaksanakan hingga pukul 23.00 malam. Setelah itu kami semua tidur di tenda masing-masing. Lalu, sekitar pukul 02.00 saya terbangun karena ingin buang air kecil. Nahas, jarak antara tenda dengan toilet cukup jauh dan harus melalui area yang sangat gelap.
Karena sudah tidak tahan, saya terpaksa memberanikan diri pergi sendiri. Ada dua toilet berdampingan. Saat saya sedang buang air kecil, lega rasanya karena ada suara orang di sebelah, terdengar jelas sedang menyiram WC dengan gayung yang tersedia. Dengan segera saya langsung mengintip toilet sebelah agar bisa bersama kembali ke tenda untuk meminimalisir rasa takut.
Memang apes, saya langsung terkejut bukan main, karena di toilet sebelah ternyata kosong dan dengan segera saya mengecek di sekitar toilet sampai melihat ke arah tenda, tidak ada satu orang pun yang seakan sudah masuk dari dalam toilet. Saya langsung lari sekencang mungkin dan masuk ke dalam tenda. Dan sudah dapat ditebak, malam itu saya tidak bisa tidur dengan nyenyak. (*)
BACA JUGA Lagu Lingsir Wengi dan Kaitannya Terhadap Kemunculan Kuntilanak di Penginapan atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.