Bertahun-tahun Merantau di Kediri Bikin Saya Sadar, Nggak Semua Orang Bisa Cocok Hidup di Daerah Ini

Bertahun-tahun Merantau di Kediri Bikin Saya Sadar, Nggak Semua Orang Cocok Hidup di Daerah Ini Mojok.co surabaya

Bertahun-tahun Merantau di Kediri Bikin Saya Sadar, Nggak Semua Orang Cocok Hidup di Daerah Ini (unsplash.com)

Sudah hampir 4 tahun saya merantau ke Kediri. Selama 4 tahun ini saya sangat jarang pulang ke kampung halaman. Teman-teman saya pun penasaran kenapa saya bisa begitu betah di Kota Tahu ini. 

Saya akui, saya memang (cukup) bahagia tinggal di Kediri. Tempat ini tidak sempurna, tapi saya masih bisa menoleransi kekurangan-kekurangan itu. Buat kalian yang sekiranya nggak bisa berdamai dengan kekurangannya, saya sarankan nggak usah tinggal di sini. Mending kalian cari daerah lain daripada tetap memutuskan ke Kota Tahu, tapi nggak bahagia. Nah, di bawah ini beberapa tanda kalian nggak cocok hidup di Kediri:

#1 Menginginkan gaji besar di Kediri

Kalian yang ingin merantau ke Kediri dengan harapan gaji yang besar, sebaiknya urungkan niat itu. UMR daerah ini tidak begitu besar, hanya sekitar Rp2,4 juta. Tidak sebesar Karawang atau Jakarta yang bisa menembus Rp4 juta. Dengan kata lain, potensi mendapatkan gaji besar sangat minim. 

Selain itu, berdasar pengalaman kawan-kawan saya, lapangan pekerjaan di Kediri yang berbasis PT atau perusahaan besar macam Gudang Garam itu cukup sulit. Paling gampang ya cari kerja di usaha perorangan macam coffee shop atau pertokoan. Tapi ya begitu, kemungkinan besar gajinya akan UMR atau bahkan di bawah UMR. Bahkan, banyak dari kawan-kawan saya yang gajinya cuma Rp1 juta. 

Kalian mungkin saja bisa hidup irit dan menabung, mengingat biaya hidup yang relatif murah. Namun, coba pikir-pikir lagi deh bagaimana rasanya hidup selama 1 bulan dengan uang segitu. Belum lagi, kalau kamu merantau itu berniat membayar hutang budi ke orang tua, atau bahkan membiayai kebutuhan keluarga di kampung halaman.

#2 Kurang sabar di jalan raya

Dulu, sebelum saya kuliah di Kediri, kawan saya yang pernah liburan ke Kediri sempat mengingatkan saya hati-hati ketika berkendara. Sebab, pengendara pelat AG itu begitu brutal di jalan raya. Saya hanya tertawa mendengar omongan itu. Pikir saya, apa hubungannya antara plat nomor dan kedisiplinan berkendara.

Akan tetapi, setelah bertahun-tahun hidup di Kediri, omongan itu benar adanya. Ini bukan berarti seluruh orang Kediri itu nggak disiplin dalam berkendara ya. Hanya saja, memang kebanyakan orang dengan pelat kendaraan AG itu berkendaranya ngawur. Beberapa pelanggaran lalu lintas yang kerap dilakukan adalah menerobos lampu merah, hingga cara menyalip itu benar-benar brutal. 

#3 Suka keluar malam

Selain harus berhati-hati sama pengendara, kalian juga perlu ekstra hati-hati kalau suka keluar di malam hari. Kejahatan di jalanan Kediri saat malam hari nggak bisa dipandang sebelah mata, terutama in case balap liar. Keberadaan balap liar di Kota Tahu terkadang menjadi kedok untuk mereka yang hendak melakukan kejahatan-kejahatan sejenis merampok. Di bulan Juni ini saja, sudah beberapa kali kasus balap liar terjadi. 

Sekarang, Kediri di wilayah kota mungkin sudah mulai aman. Namun, daerah kabupatennya itu yang masih sarat akan kejahatan-kejahatan jalanan. Saya pribadi juga sempat menuliskannya di Terminal Mojok karena jadi korban balap liar itu. Oleh sebabnya, kalau kamu suka keluar saat tengah malam, maka perlu ekstra hati-hati memutuskan untuk hidup di Kediri. 

Baca halaman: #3 Suka keluar malam …

#4 Ingin dianggap mahasiswa keren ketika kuliah di Kediri

Kalau kamu merantau ke Kediri sebagai mahasiswa dan ingin dianggap keren, kuburlah segera niatan itu. Sebab, citra mahasiswa Kediri itu nggak ada keren-kerennya sama sekali. Beberapa kawan saya bahkan pernah bilang malu kalau update story tentang kehidupan ngampus di Kediri. Sebab mereka selalu diceng-cengin sama kawannya yang kuliah di luar Kota Tahu ini. 

Saya kurang paham kenapa fenomena itu bisa terjadi. Mungkin saja, citra Kediri sebagai daerah pendidikan belum terlalu kuat ya. Jadi, mereka yang kuliah di daerah ini justru jadi bahan candaan. Hal lain yang lebih mencengangkan, ketika saya KKN di pelosok Kediri, banyak warga nggak mengetahui kalau ada universitas di Kediri. 

#5 Malas bertemu “pendekar kopi”

Saya merasa “pendekar kopi” di Kediri begitu banyak jumlahnya. “Pendekar kopi” adalah sebutan untuk orang-orang yang menuntut banyak hal, salah satunya soal penyajian kopi. Mereka biasanya mengaku mengetahui banyak hal seputar kopi, padahal aslinya tidak. 

Kalau kalian malas dengan kehadiran orang-orang semacam itu, sebaiknya bersabar kalau mampir ke kedai kopi di Kediri. Teman-teman saya yang bekerja sebagai barista cukup banyak. Namun, nggak sedikit yang resign gara-gara nggak kuat menghadapi kelakuan pendekar kopi.

Kata teman saya yang masih bertahan jadi barista hingga saat ini, pendekar kopi di Kediri itu geng-gengan. Dan katanya, mereka nyaris setiap hari melakukan aksinya. Tujuannya apa, teman saya pun nggak tahu. Yang jelas mereka itu amat sangat mengganggu, terutama bagi barista yang masih junior.

Di atas beberapa tanda kalau kalian sebenarnya nggak cocok hidup di Kediri. Ini saya bukan berarti melarang atau bahkan menakut-nakuti ya. saya hanya memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan. Kalau kalian merasa bisa berdamai dengan segala kekurangan Kediri, silakan saja hidup di Kota Tahu ini. 

Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Ngekos di Pogung Sleman Memang Nyaman, asal Bisa Berdamai dengan Jalannya yang Menyesatkan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version