5 Kebiasaan Pengendara Motor yang Dianggap Normal, tapi Sebenarnya Melanggar Aturan dan Memicu Kecelakaan

5 Kebiasaan Pengendara Motor yang Dianggap Normal, tapi Sebenarnya Melanggar Aturan dan Memicu Kecelakaan

5 Kebiasaan Pengendara Motor yang Dianggap Normal, tapi Sebenarnya Melanggar Aturan dan Memicu Kecelakaan (unsplash.com)

Kadang pengendara motor menganggap beberapa kebiasaan berikut ini normal, padahal sebenarnya berpotensi mencelakakan.

Beberapa waktu lalu, Mas Ramadhano menulis artikel di Terminal Mojok tentang tipe pengendara motor yang cocok jadi musuh bersama di jalan. Saya sepakat dengan semua poin yang dijelaskan. Daya rusaknya pada lalu lintas memang nggak main-main. Semoga saja mereka semua lekas menerima tilang, atau paling tidak, motornya turun mesin. Amin.

Ngomong-ngomong soal hama lalu lintas, artikel Mas Ramadhano itu perlu saya lengkapi. Sebab, selama saya keluyuran di jalan, saya pikir ada beberapa kebiasaan pengendara motor yang (seakan) dianggap normal, tapi sebenarnya memicu kecelakaan. Bahkan, kebiasaan-kebiasaan ini sebenarnya juga melanggar aturan lalu lintas.

Kalau kalian termasuk pengendara motor, simak baik-baik penjelasan saya. Jika ada kebiasaan yang sempat kalian lakukan, segeralah insaf. Tapi kalau kalian malah jadi korbannya, maka bagikan artikel ini biar hama lalu lintas di luar sana segera bertobat.

#1 Tidak menyalakan lampu utama motor saat siang hari

Kebiasaan pengendara motor pertama adalah tidak menyalakan lampu utama saat siang hari. Tentu, ini tidak berlaku bagi pengendara yang motornya sudah punya fitur automatic headlight on. Tapi bagi yang tidak, segera tinggalkan kebiasaan ini. Menyalakan lampu utama kendati saat siang hari itu sangat berguna, terutama untuk mengurangi risiko kecelakaan.

Kalian pasti bertanya-tanya, kok bisa?!

Mengutip Detik.com, menyalakan lampu depan meski bukan di malam hari meningkatkan waktu reaksi pengendara lain. Ini terjadi karena cahaya lampu motor, secara alami cenderung menarik perhatian mata saat berada di jalan. Pengendara di depan pun akan lebih aware ketika melihat keberadaan kalian dari kaca spion.

Ketentuan ini juga telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009. Praktis pada Pasal 107 ayat (2), dijelaskan bahwa pengendara motor wajib hukumnya menyalakan lampu utama saat siang hari. Maka di sini jelas kalian tidak bisa alasan lagi untuk ngeyel tidak menyalakan lampu utama meski langit masih terang benderang.

#2 Kebiasaan pengendara motor yang sebenarnya melanggar aturan: berhenti di lajur kiri saat lampu merah padahal mau belok kanan

Kebiasaan kedua terjadi di lampu merah. Sampai hari ini, saya masih sering menemui pengendara motor yang mau belok kanan saat di lampu merah, tapi malah berhenti di lajur kiri. Kebiasaan ini jelas nggak bisa dianggap normal. Sebab, kecelakaan akan sangat mungkin terjadi ketika pengendara lain di lajur kiri berniat jalan lurus.

Ya, kalau sebelumnya menyalakan lampu sein, dan pengendara lain di lajur kiri melihat, mungkin nggak (terlalu) masalah. Lha kalau tidak? Ya sudah barang tentu terjadi tabrakan. Dan itu, yang salah jelas pengendara yang mau belok kanan, bukan pengendara yang mau berjalan lurus.

UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 108 ayat (2) bisa menjadi dasar hukumnya. Pada ayat itu disebutkan, bahwa lajur kanan hanya boleh digunakan pengendara untuk manuver tertentu. Dan salah satunya, adalah ketika mau belok ke kanan. Maka secara implisit, aturan itu memang menuntut pengendara agar berhenti di lajur kanan saat di lampu merah mau belok kanan.

#3 Berkendara dengan pelan, tapi malah mengambil lajur kanan

Lalu kebiasaan ketiga pengendara motor yang sebenarnya berpotensi mencelakakan adalah berkendara pelan tapi mengambil lajur kanan. Ini sering banget saya temui saat berada di jalan nasional. Para pengendara seolah menganggap lajur kiri dan kanan sama saja, sehingga bisa bebas berada di lajur kanan dengan kecepatan rendah. Akibatnya, pengendara lain yang mau menyalip pun terpaksa lewat lajur kiri.

Tak hanya itu, kebiasaan ini juga sangat mungkin memicu terjadinya tabrakan beruntun. Kok bisa? Ya karena pengendara di belakang yang berkecepatan tinggi bisa kaget, lalu ngerem secara mendadak.

UU Nomor 22 Tahun 2009 pun melarang kebiasaan bodoh ini. Tepat pada Pasal 108 ayat (3), dijelaskan bahwa pengendara dengan kecepatan rendah, haruslah berada di lajur kiri. Yang boleh pakai lajur kanan hanya pengendara yang berkecepatan tinggi. Ketentuan itu juga diatur pada pasal yang sama ayat (4).

#4 Kebiasaan pengendara motor yang sebenarnya berpotensi mencelakakan adalah keluar gang tapi tanpa tengok kanan-kiri dulu

Kebiasaan keempat ini sering terjadi saat keluar dari gang. Sampai sekarang masih banyak pengendara motor yang nggak tengok kanan-kiri dulu pas keluar gang. Mereka langsung nyelonong aja, asal ambil lajur kiri. Seolah-olah, kalau langsung ambil kiri, udah pasti aman dari potensi kecelakaan.

Kalau kalian salah satu pelakunya, tolong banget mulai sekarang hentikan kebiasaan bodoh itu. Kami, pengendara motor dari jalan utama, itu beneran kaget. Kalau pengendaranya nggak kagetan, plus nggak ngebut sih, no problem. Lha kalau nggak, sudah gitu posisinya terlalu ke kiri, gimana? Sudah tentu terjadi kecelakaan, bukan?

Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009, juga melarang kebiasaan ini. Pasal 113 ayat (1) huruf b disebutkan, bahwa pengendara dari cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan, wajib memberi hak kepada pengendara dari jalan utama. Dengan kata lain, kalau dari gang mau masuk ke jalan utama, itu harus menunggu kendaraan sepi alias tolah-toleh dulu.

#5 Mengganti suara klakson motor dengan suara klakson mobil

Kemudian kebiasaan pengendara motor yang terakhir tapi berpotensi mencelakakan adalah mengganti suara klakson motor dengan suara klakson mobil. Jujur saja, sampai saat ini saya tuh heran sama pengendara motor tersebut. Biar apa sih ganti suara klakson sampai menusuk kuping kayak gitu? Biar keren? Oh nggak, itu justru kelihatan menjijikkan pake banget.

Bagi kalian yang masih menjadi pelaku, saya ingin katakan: klakson kalian itu nggak guna. Beneran. Soalnya malah bikin orang jantungan dan memicu kecelakaan. Pengendara lain bisa nggak fokus gara-gara bingung cari sumber bunyinya. Bunyi klakson motor itu khas. Pun saya yakin, mau setuli apapun kuping pengendara, nggak mungkin dia nggak dengar bunyi klakson motor.

Kebiasaan pengendara motor satu ini juga dilarang meski tidak secara eksplisit. Dalam PP Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 39, menjelaskan bahwa klakson tidak boleh mengganggu konsentrasi pengendara. Kalau mengganggu, maka akan kena denda paling banyak Rp250 ribu sebagaimana UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 285. Jadi, ketimbang kena denda hanya demi gaya-gayaan, mending ganti lagi itu klakson sesuai pabriknya.

Itulah tadi 5 kebiasaan pengendara motor yang dianggap normal, tapi sebenarnya melanggar aturan dan memicu kecelakaan. Saya pikir, beberapa kebiasaan buruk pengendara motor di atas tidak terlalu berat untuk ditinggalkan. Toh ya, demi kebaikan kalian sendiri juga. Tapi kalau memang masih kolot, tidak mau berubah, ya sudah. Semoga saja dalam waktu dekat, motor kalian mengalami turun mesin. AMIN!

Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Susahnya Jadi Pengendara Sepeda Motor di Indonesia: Bahan Bakarnya Kotor, Jalannya Remuk, Penerangan Jalan Semakin Remuk!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version