5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

Kebiasaan-kebiasaan feodal di sekolah ini telanjur mengakar. Saatnya dibasmi.

Kalau saya katakan bahwa feodalisme di bangsa ini masih mengakar, sepertinya pasti akan banyak yang sepakat. Sebab, buktinya dipertontonkan pada kita setiap saat. Misal, jabatan para politisi di negeri ini, jarang sekali yang berdasarkan kompetensi. Hanya ada dua cara mendapatkannya, kalau bukan anaknya pejabat, ya paling hasil menjilat.

Makin ke sini saya pun semakin tidak heran. Setelah hampir setahun berprofesi sebagai guru, praktik feodal ini ternyata juga banyak dibiasakan secara perlahan oleh guru. Profesi yang katanya akan digugu dan ditiru itu. Saya yakin, masih banyak guru yang tidak menyadari praktik feodal kecil-kecilan yang sering kita temukan di sekolah.

Nah, melalui tulisan ini, saya akan coba bantu jelaskan dengan harapan kebiasaan-kebiasaan ini bisa segera kita buang!

#1 Siswa wajib turun dan menuntun motor begitu masuk gerbang sekolah, guru tidak

Saya tidak tahu apakah di sekolah kalian menerapkan aturan ini. Namun aturan ini selalu berlaku di semua sekolah yang pernah saya kunjungi, baik statusnya swasta ataupun negeri. Sekolah tempat saya mengajar saat ini juga menerapkan aturan ini.

Di lingkungan sekolah, siswa tidak boleh menaiki motor. Jika sudah masuk gerbang, siswa harus turun, lalu motor dituntun. Sementara guru bebas-bebas saja menggunakan motor di sekolah. Apa maksud dari aturan seperti ini kalau bukan benih-benih feodalisme.

Nah, makanya yuk mulai sekarang guru-guru juga turun jika ingin ditiru siswanya!

#2 Siswa bergantian membersihkan ruang guru

Bagi saya tak ada yang lebih feodal dari aturan ini. Tak sedikit sekolah yang menerapkan aturan ini, terutama sekolah swasta. Biasanya, kewajiban membersihkan ruang guru akan dipasrahkan pada siswa berdasarkan perwakilan kelas secara bergantian. Ya, sekali lagi mungkin guru-guru tidak menyadari hal kecil ini. Padahal kebiasaan ini sangat-sangat feodal.

Jangankan menyuruh siswa, menggunakan tenaga pembersih untuk membersihkan ruang guru saja bagi saya tak patut. Untuk mengajarkan tanggung jawab kebersihan pada siswa, seharusnya guru perlu membuktikan bahwa mereka juga berkenan melakukan hal itu. Layaknya pembagian piket siswa di kelas, akan lebih baik jika guru juga punya jadwal piket untuk membersihkan ruangan mereka sendiri.

Masa guru-guru yang ngotorin, orang lain yang suruh bersihin. Aneh!

#3 Ruang kelas di sekolah seadanya, ruang guru bak istana

Fenomena ini mungkin sudah banyak yang sadar, tapi tetap saja dibiarkan. Perbandingan ruang kelas dan ruang guru di sekolah sangat berbeda jauh. Di ruang kelas hanya ada sarana untuk belajar, ya meskipun terbatas. Sedangkan di ruang guru, lengkap. Bahkan barang yang tak berhubungan dengan kebutuhan belajar mengajar juga ada di sana.

Misalnya di sekolah saya dulu, ruang gurunya ada TV-nya. Itu mau ngajar atau nobar? Lalu sangat umum di ruang guru disediakan AC, sedangkan ruang kelas hanya kipas angin. Itu pun kalau ada kipasnya, banyak yang tidak ada. Artinya apa yang lebih dipentingkan sekolah? Kenyamanan siswa dan guru saat belajar-mengajar, atau guru saja saat bersantai?

Banyak lagi lah pokoknya. Bahkan sangat umum ruang guru tersedia kulkas hingga kompor untuk masak-masak.

#4 Guru minta dibelikan makanan pada siswa

Konsep “minta tolong” adalah meminta bantuan ketika kita sendiri tidak mampu melakukannya. Nah, konsep ini jarang diterapkan oleh guru saat ingin jajan seperti siswa di sekolah. Mereka lebih suka meminta siswa untuk membelikan sementara mereka sendiri duduk manis di kantor. Kalau tidak ngobrol santai, ya main HP.

Satu hal yang membuat saya jengkel dengan kebiasaan ini adalah siswa jadi kehilangan jam istirahat mereka. Rata-rata waktu istirahat di sekolah tak sampai 40 menit, eh, malah disuruh guru beli makan ke kantin. Padahal kan di kantin juga harus antre. Akhirnya siswa jadi tidak punya waktu luang untuk membeli makan bagi dirinya sendiri.

Kenapa guru tidak ke kantin sendiri, sih? Malas antre?

#5 Siswa serba salah, guru tak pernah salah

Tak sedikit guru yang menganggap dirinya dewa, sehingga tak mau mengaku salah pada siswa. Contoh kecilnya banyak, kebiasaan telat bahkan meninggalkan kelas bukan hanya dilakukan siswa, tapi juga guru. Tapi sanksinya akan berbeda.

Guru yang meninggalkan kelas biasa-biasa saja. Tidak ditindak. Giliran ada siswa yang telat hingga bolos, sanksinya dijemur di lapangan, orang tua dipanggi, hingga diancam dikeluarkan dari sekolah. Heboh pokoknya.

Banyaknya kasus kegagalan sekolah ikut jalur SNBP setiap tahun juga menjadi bukti bahwa guru merasa tak punya tanggung jawab. Bahkan tak merasa bersalah. Kalau tidak viral, tak mungkin mau minta maaf. Makanya banyak sekolah yang siswanya geram sampai harus mendemo guru.

Itulah kebiasaan kecil di lingkungan sekolah yang sebenarnya bisa menjadi benih feodalisme. Saya tak mengatakan semua guru seperti itu, tapi faktanya kebanyakan. Jika kebiasaan tersebut terus dibiarkan, jangan harap deh bangsa ini bisa lebih baik. Tidak yakin saya.

Penulis: Abdur Rohman
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sekolah Hanya Bangga pada Muridnya yang Keterima di Kampus Negeri, Sisanya Remah-remah, Dianggap Saja Tidak!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version