Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kasus Bullying Mudah Viral, tapi Selalu Dilupakan Setelah Korban Dapat Bantuan

Muhammad Arsyad oleh Muhammad Arsyad
21 Mei 2020
A A
cyberbullying, kasus bullying

Kasus Bullying Mudah Viral, Tapi Selalu Dilupakan Setelah Korban Dapat Bantuan

Share on FacebookShare on Twitter

Seorang bocah di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan mendapat perlakuan tidak menyenangkan, berupa pukulan dan bullying saat tengah beristirahat di Lapangan Bonto-bonto, Kecamatan Marang. Bocah berinisal RL ini adalah penjual kue Jalangkote. Ia mendapat perlakuan bullying dari seorang pria dan beberapa temannya.

Kasus ini pun kemudian sempat menjadi trending topik jagat Twitter. Saya yang mula-mula nggak tahu kasusnya, mendapati retweet videonya dari kawan saya. Dari awal sejujurnya saya males buat mengikuti lanjutan kasusnya.

Sebab, kasus-kasus perundungan seperti ini selalu mempunyai ending cerita yang nggak menarik babarblas. Mudah ditebak alurnya. Paling ujung-ujungnya, si pelaku ditangkap, lalu minta maaf, dan korban akhirnya mendapat bantuan dari berbagai macam pihak.

Selain itu, bisa juga ceritanya korban bullying ini pura-pura. Mengerjain orang-orang, dan mengaku-ngaku kalau si korban ini mendapat pukulan hingga lebam-lebam. Kasus bullying yang punya plot twist begini, mengingatkan kita akan kasus Audrey.

Kasus bullying sebagai permasalahan serius yang kerap menimpa anak-anak, remaja dan perempuan ini sepertinya bakal terus terjadi. Apalagi kasus ini selalu berakhir pelaku minta maaf dan korban dapat santuan. Tanpa ada sedikit niatan, atau gerakan supaya bagaimana caranya kasus ini tak terjadi lagi.

Kasus perundungan yang menimpa bocah di Pangkep ini akhirnya cuma menambah daftar panjang kasus bullying terhadap anak. Sejak 2011 hingga 2019, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut kasus bullying yang menerpa anak-anak sejumlah 2.473 kasus. Jika dikalkulasi, maka kira-kira per tahun ada 300-an kasus bullying.

Jumlah kasus tersebut tidaklah sedikit. Bahkan di beberapa kasus sebelum-sebelumnya, anak-anak korban bullying mengalami depresi. Sehingga akhirnya ada yang bunuh diri segala. Meski begitu, kasus-kasus bullying hanya ibarat tradisi tahunan yang bakal ramai sejenak, kemudian dilupakan.

Ironisnya lagi, kasus perundungan malah seolah jadi komoditi semata. Iya, komoditi, kamu nggak keliru baca. Sekarang coba lihat kasus kemarin saja. Saya mencoba cari tahu di Google, dengan mengetik kata kunci “perundungan”, seluruh kantor berita online hasil pencarian merujuk pada kasus di Pangkep.

Baca Juga:

Selama Kasus Baru Ditangani kalau Viral, Jangan Harap Imbauan untuk Tidak Share Video Bullying Akan Digubris Orang-orang

Pengin Tahu Cara Orang Problematik Bekerja? Lihat Saja Kasus PPDS dan Jet Pribadi

Seperti apa yang sudah saya duga di awal. Pasti lewat kasus ini, si korban akan mendapat bantuan dari berbagai elemen masyarakat. Dan benar saja. Situs berita yang saya temukan itu, nyaris semuanya memberitakan bantuan dari si A, si B, si C, sampai si X,Y, Z kepada korban. Setelah itu, informasi orang yang memberi bantuan mengalir deras di Twitter.

Dalam benak saya, bocah yang dibully ini justru bukannya tambah sedih, tetapi senang. Karena dia mendapat bantuan macam-macam. Andai bocah ini nggak hidup dan dibully di era semua orang keranjingan medsos, mungkin dia akan merasakan dampak bullying yang sesungguhnya menyedihkan.

Namun medsos mengubah segalanya. Nasib bocah yang kena bully lumayan mujur dan nggak sial-sial amat. Kasus di Pangkep ini mengingatkan saya akan kasus Audrey tahun 2019 lalu. Saat itu Audrey—sebelum ketahuan bullshit—mendapat bantuan yang begitu banyak, dari kalangan pejabat dan selebritis.

Loh, apa yang salah dari memberi bantuan? Mereka-mereka korban bullying itu harus mendapat perhatian. Wajib mendapatkan bantuan moril dan sedikit materiil. Supaya korban nggak ngerasa tertekan.

Cengli sih, nggak ada yang salah kok dengan memberi bantuan. Silakan ngasih apa pun ke korban bullying. Dan itu barangkali memang benar-benar bisa membantu korban.

Sayangnya, dengan masifnya bantuan ke korban bullying justru mampu mengaburkan informasi. Saya sendiri suka nggak percaya kalau ada kasus bullying. Terlebih ketika terjadi bullying, videonya bakal viral, kemudian pelaku ditangkap, berikutnya korban dapat bantuan, dan akhirnya pelaku minta maaf—kadang tidak.

Hampir begitu alurnya. Seperti sudah direncanakan masak-masak. Ini memang terkesan suudzon dan mengada-ada. Tetapi apa yang nggak bisa dilakukan di era semua bisa direkam ini? Semua orang pengin viral, pengin terkenal, pengin mendadak kaya.

Oleh karena pintu pekerjaan tertutup, kartu pra kerja nggak jelas, dan serba kepengin cepat dapat duit, segala cara dilakukan. Berkaca dari kasus Audrey, berpura-pura jadi korban bullying adalah salah satu—untuk tak menyebut satu-satunya—cara yang boleh dipilih.

Apa boleh begitu? Iya boleh saja. Dia yang menipu udah fitrahnya salah. Nah, tinggal kita saja yang terlalu mudah dikelabui. Kalau kasus perundungan yang sungguh-sungguh terjadi bagaimana? Apa kita juga nggak boleh bantu?

Nggak ada yang melarang membantu korban bullying. Sama sekali nggak ada yang bisa. Namun yang agak njelei adalah bantuan dari tokoh-tokoh publik, entah pejabat atau selebritis. Mereka kan juga manusia, boleh dong membantu sesama?

Iya deh… iya, artis-artis, pejabat publik, dan tokoh masyarakat, semua itu ya manusia, bukan skincare. Status mereka sebagai tokoh publik itulah masalahnya. Korban bullying jadi semacam komoditi. Tokoh-tokoh publik ini bisa sekadar numpang dompleng popularitas dengan alibi memberi bantuan ke korban.

Wartawan langsung mengejarnya. Meliputnya, dan jadilah satu produk berita bahwa walikota beri bantuan korban bullying, tokoh ini kasih sepeda, pejabat itu kasih beasiswa. Publik akhirnya memahami, oh pejabat dan tokoh masyarakat peduli akan kasus bullying.

Sebentar… sebentar… ngasih bantuan ke korban lantas dianggap peduli begitu? Dianggap ikut menyuarakan korban? Hilih. Ajaibnya lagi, mereka yang ngasih ini-itu ke korban bullying dalam narasi berita selalu dilebih-lebihkan. Seolah pernah senasib, korban dianggap pahlawan, dan yang paling nggak saya pahami, mereka ini menyesalkan adanya kasus bullying.

Hadeh. Sesal nggak akan menyelesaikan persoalan bosquee. Tetapi, pejabat publik paling sering bilang begitu sembari ngasih bantuan. Terkesan mulia memang. Namun di situ pula ada kewaguan yang saya sendiri akan menyesalkan kinerja otak saya apabila nggak menyebut argumen itu wagu.

Dengan ngasih bantuan dan bilang menyesalkan—sebuah kata pamungkas setiap kali terjadi bullying—pejabat-pejabat justru mencoba physical distancing dengan kasus bullying. Bahkan nih ya, bukan cuma jaga jarak, melainkan juga cuci tangan bahwa mereka nggak tanggung jawab terhadap kasus bullying.

Memang cuci tangan sedang digalakkan sih, tapi untuk perkara bullying yang mendarah daging ini harusnya beliau-beliau nggak cuci tangan gitu aja dong. Hukum pelaku, dan dampingi korban bullying. Sekalian mereka harus menjamin kesehatan psikologis korban dengan merehabilitasi, misalnya.

Kasus bullying nggak akan pernah putus kalau setiap kasus selalu berakhir dengan pemberian bantuan ke korban secara masif belaka. Kecuali jika si korban tidak benar-benar mengalami perundungan. Halahwismbuh~

BACA JUGA Apa yang Harusnya Orang Tua Lakukan kalau Anaknya Dibully? dan tulisan Muhammad Arsyad lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 20 Mei 2020 oleh

Tags: bullyingbullying sebagai komoditiPerundungan
Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad

Warga Pekalongan. Bisa disapa lewat IG @moeharsyadd

ArtikelTerkait

Twitter, Tempat Orang Berlomba Menjadi Jahat jerome polin elon musk akun base twitter

Twitter, Tempat Orang Berlomba Menjadi Jahat

10 November 2022
Body Shaming Dibalut Bercandaan Itu Emang Ada Faedahnya Terminal Mojok

Body Shaming Dibalut Bercandaan Itu Emang Ada Faedahnya?

23 Januari 2021
Tips Melayangkan Kritik Pemerintah tanpa Ditangkap Polisi terminal mojok.co

Jadi Orang Nggak Enakan Itu Berat, Kau Tak Akan Kuat, Biar Aku Saja

29 September 2020
Menghargai Keberadaan Waria yang Ada di Sekitar Kita

Menghargai Keberadaan Waria yang Ada di Sekitar Kita

7 Desember 2019
dibully

Apa yang Harusnya Orang Tua Lakukan kalau Anaknya Dibully?

20 September 2019
Wagub Jawa Barat Sebaiknya Belajar Lagi tentang Bullying biar Opininya Agak Mashok

Wagub Jawa Barat Sebaiknya Belajar Lagi tentang Bullying biar Opininya Agak Mashok

26 Juli 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.