Beredar kabar yang amat sangat menggemparkan dan mestinya bakal bikin kita bilang “blok goblok” seribu kali. Hanya karena nakal, Aisyah, gadis 7 tahun asal Desa Bejen,Temanggung, Jawa Tengah didiagnosis ketempelan genderuwo sehingga perlu dirukiah. Prosesi rukiah tersebut yang justru merenggut nyawa si gadis malang ini.
Ironis memang ketika orang tua Aisyah sepakat melepas putrinya untuk dirukiah oleh dua orang dukun dari dusun sebelah. Apalagi dengan dugaan yang banyak dari kita pun sepakat bahwa nyaris nggak ada korelasinya antara bocah nakal dengan pengaruh genderuwo. Lebih ironis lagi ketika mereka, dengan mata kepala sendiri, menyaksikan tubuh anaknya sudah terbujur kaku tak bernyawa tapi masih saja percaya dengan kata-kata si dukun kalau Aisyah akan hidup lagi dalam waktu empat bulan. Terhitung sejak bulan Januari 2021 lalu hingga kasus ini terbongkar pada Senin, 17 Mei 2021 lalu.
Seturut kabar yang beredar, Aisyah meninggal setelah menjalani ritual pembersihan dari si dukun, di mana kepala Aisyah harus dibenamkan ke dalam baik air untuk menghilangkan aura-aura negatif dalam dirinya. Namun nahasnya, bukannya sesuai apa yang mereka maksudkan, gadis malang itu malah meregang nyawa. Kematian yang semakin mengiris nurani ketika jasad Aisyah hanya dibaringkan di tempat tidur selama empat bulan, hingga akhirnya ditemukan dalam kondisi yang sungguh memilukan sekali. Malaikat wae sampek godek-godek, og.
Dalam kasus ini, tentu kita nggak bisa serta-merta menyalahkan kepercayaan mistis yang masih diyakini oleh sebagian besar masyarakat kita. Terlebih di lingkungan masyarakat Jawa-desa. Tapi setidaknya, terlepas dari Anda percaya atau nggak percaya terhadap praktik rukiah, ada dua hal yang perlu kita dudukkan terlebih dulu.
Pertama, perlu digarisbawahi kalau rukiah itu nggak melulu berhubungan dengan gangguan-gangguan mistis atau gaib. Meski nggak bisa dimungkiri juga, pada banyak kasus yang kita jumpai, seringnya rukiah digunakan sebagai sarana buat mengusir jin yang bersemayam dalam tubuh manusia.
Secara sederhana, rukiah artinya pengobatan segala penyakit melalui pembacaan ayat-ayat Al-Quran. Penyakit apa pun, mulai dari medis-biologis, psikis, maupun yang non-medis atau yang berhubungan dengan hal-hal mistis. Nah, sayangnya, yang lebih terekspose adalah bagian yang terakhir karena kita lebih sering melihat praktik rukiah untuk menangani kasus-kasus orang kesurupan. Ini nih yang akhirnya membuat rukiah identik sama gangguan jin.
Namun begini, menurut praktisi rukiah di desa saya, metode rukiah pada umumnya terbagi dua, yaitu rukiah syari (yang menggunakan ayat-ayat Al-Quran dan ritual yang dianjurkan syariat, umumnya dilakukan oleh ustaz praktisi rukiah) dan rukiah syirki (yang menggunakan praktik-praktik ritual di luar ketentuan syariat, umumnya dilakukan oleh para dukun).
Dalam pandangan Islam, tentu yang paling tepat adalah rukiah syari yang menurut praktisi rukiah di desa saya sebenarnya lebih mengarah pada sufisme-healing. Lantaran pada praktiknya, rukiah adalah tanda kepasrahan seorang hamba kepada Allah Swt. Misalnya saja, ada orang sakit yang sudah berkali-kali ke dokter. Lantaran nggak ada hasilnya, akhirnya memilih datang ke praktisi rukiah untuk disembuhkan. Di sini, praktisi rukiah akan memberi disclaimer bahwa metode rukiah nggak menjamin bisa menyembuhkan penyakit orang tersebut. Tapi paling nggak, di sini si pasien diajak bener-bener tawakal: menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt dengan keyakinan, Allah Swt yang menciptakan penyakit, Dia juga yang pastinya menyembuhkan, sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al-Syuara: 80.
Aspek tawakal—sebagai bagian dari laku sufistik—tersebut kemudian diperkuat dengan keyakinan terhadap keagungan ayat-ayat Al-Quran. Karena selanjutnya, praktisi rukiah akan membacakan ayat-ayat yang memiliki kandungan tertentu yang diyakini sebagai sarana penyembuh. Ini merupakan bentuk keimanan terhadap Q.S. Yunus: 57 yang menyebut bahwa Al-Quran memang diturunkan sebagai obat—untuk penyakit apa pun. Lantaran seorang hamba sudah sangat tawakal dan beriman, maka tidak ada hal lain yang diharapkan kecuali Allah Swt sendiri yang turun untuk menyembuhkan penyakit seorang hamba tersebut.
Termasuk dalam kasus orang dalam gangguan mental atau kesurupan, rukiah tetap dianggap sebagian banyak masyarakat sebagai metode penyembuhan alternatif yang cukup efektif. Tapi lagi-lagi, yang ditekankan oleh praktisi rukiah adalah, segala penyakit dan gangguan yang membuat manusia nggak berdaya itu memang harus dikembalikan dan diserahkan kepada Allah Swt, biar Dia sendiri yang menangani. Caranya dengan membaca ayat-ayat dan doa-doa penyembuhan yang ada dalam Al-Quran, Hadis, maupun anjuran dari ulama-ulama salaf.
Dari sudut pandang ini saja, kasus yang menimpa Aisyah sudah bisa dibilang salah kaprah. Praktik yang dilakukan bener-bener kebablasan. Terlepas dari bener atau nggak Aisyah nakal karena ketempelan genderuwo, tapi kita mesti se-iya se-kata. Alih-alih upaya menyembuhkan, praktik yang dilakukan sama dua orang dukun yang menangani Aisyah nyata-nyata adalah upaya pembunuhan. Dobel syirik lagi karena selain di luar konteks syari, mereka berani menjamin Aisyah, yang sudah terbujur kaku itu, bisa hidup lagi setelah empat bulan. Hilih taiiikkk!
Kedua, kita nggak bisa nggak menyalahkan kedua orang tua Aisyah karena telah percaya kalau nakalnya Aisyah karena ditempeli genderuwo, dan tentu sebagai yang mengambil keputusan menyerahkan Aisyah kepada dukun untuk “dibunuh”.
Maksudnya gini, loh, memangnya senakal apa sih bocah berusia 7 tahun sampai dianggap ketempelan genderuwo? Yang namanya anak-anak, lebih-lebih di umur segitu, kalau dalam bahasa masyarakat desa saya ya memang lagi ndablek-ndableknya. Wajar lah kalau bandel, dan itu nggak ada kaitannya sama pengaruh makhluk gaib.
Toh, kalau misal ada perilaku si anak yang dianggap kebangetan, ya itu mah tergantung bagaimana pola pendidikan yang diterapkan orang tuanya, dong, bukan malah mengambinghitamkan genderuwo. Asli, selama 21 tahun hidup di lingkungan yang akrab dengan hal-hal mistik, nggak pernah loh sekalipun saya mendengar kasus genderuwo memengaruhi anak-anak buat berperilaku buruk. Kalau ngagetin, sih, bolak-balik. Kecuali kalau memang tiba-tiba Aisyah jadi bertingkah aneh sambil teriak-teriak, “Aing macaaannn!!!”, nah itu lain cerita.
Kalau Aisyah yang mungkin nakalnya masih lumrahnya kenakalan anak-anak saja dicurigai ketempalan genderuwo dan dirukiah sampai tewas. Lalu, bagaimana dengan kejahatan yang dilakukan oleh si dukun dan orang tua Aisyah? Dajjal sampek sungkem tenan.
BACA JUGA Alasan Masyarakat Indonesia Lebih Pilih Pengobatan Alternatif daripada Pengobatan Medis dan tulisan Aly Reza lainnya.