Karnaval Sound System di Malang, Hiburan yang Sama Sekali Nggak Menghibur. Hiburan kok Bikin Budek dan Merusak Fasilitas!

Karnaval Sound System di Malang, Hiburan yang Sama Sekali Nggak Menghibur. Hiburan kok Bikin Budek dan Merusak Fasilitas!

Karnaval Sound System di Malang, Hiburan yang Sama Sekali Nggak Menghibur. Hiburan kok Bikin Budek dan Merusak Fasilitas! (Pixabay.com)

Karnaval sound system ini, saya pikir bukan lagi sebuah hiburan. Tapi cuman pamer ego saja. Hiburan yang merusak itu nggak pantas disebut hiburan

Tingkat volume yang aman bagi pendengaran manusia adalah di bawah 85 dB (decibel) untuk durasi 8 jam. Ini World Health Organization (WHO) yang ngomong. Angka 85 dB itu adalah angka maksimal. Kalau mau pendengaran kita sehat, ya jangan sampai ada volume suara yang melebihi angka itu. Kalau sampai kita terpapar suara yang decibel-nya melebihi 85 dB, bisa jadi akan ada masalah di telinga kita.

Tapi entah kenapa, batas maksimal angka volume suara ini seperti tidak berlaku ketika Agustus tiba. Agustus, yang identik dengan bulan kemerdekaan, juga identik dengan pawai atau karnaval. Tidak jarang muncul hal-hal yang luar biasa, bahkan aneh ketika karnaval berlangsung.

Dalam dua atau tiga tahun terakhir, karnaval yang identik dengan panggung ekspresi dan kreativitas, berubah menjadi panggung untuk pamer suara sound system. Iya, semuanya jadi karnaval sound system.

Sumpah, menulis ini saja sudah geleng-geleng saya.

Wujud karnaval sound system

Kita semua tahu apa dan bagaimana bentuk serta wujud karnaval sound system ini. Bayangkan sebuah truk, dipasang setelan sound system di bagian belakang bak yang kadang besarnya melebihi besar truk itu sendiri. Mereka, yang jumlahnya puluhan ketika karnaval ini, berkeliling desa/kecamatan tempat diadakannya karnaval. Tema? Kreativitas? Persetan, yang penting ada sound system, dan yang penting kencang. Kalau kata orang-orang, yang penting horeg.

Permasalahan lalu muncul. Pertama, jelas soal suara. Kita tahu bahwa sering kali suara dari sound system karnaval ini melebihi batas maksimal pendengaran manusia. Tidak jarang kita tahu atau jumpai sound system yang angka desibelnya sampai melebihi 85 dB, bahkan lebih dari 100 dB. Dan sound system ini sudah nyala sejak siang hingga lewat tengah malam. Lebih dari 8 jam lho itu. Dan di satu karnaval bisa ada puluhan sound system yang menyala tanpa henti. Apakah aman untuk telinga manusia? Jelas tidak.

Padahal, di sekitar mereka mungkin ada anak kecil atau orang tua yang sangat tidak dianjurkan terpapar suara sebesar itu. Risiko terbesarnya, ya bisa meninggal. Coba saja cari berita soal orang yang meninggal karena terpapar sound system, pasti kita akan nelangsa bacanya. Tidak hanya terhadap manusia. Terhadap bangunan juga bersifat merusak. Dentuman suara keras sound system ini tidak jarang merusak tembok, atap, atau bahkan kaca jendela warga.

Tapi apakah mereka peduli? Oh, saya kurang yakin mereka akan peduli.

Sangat sedikit orang yang mau bertanggung jawab atas kerusakan yang diakibatkan sound system. Orang-orang seperti tidak peduli dengan hal ini. Yang penting karnaval sound system jalan, persetan dengan efek yang ditimbulkan. Sekali lagi, yang penting adalah horeg.

Baca halaman selanjutnya: Kepentingan umum diabaikan…

Kepentingan umum diabaikan

Permasalahan kedua adalah soal jalanan dan fasilitas umum. Ini bisa dibagi lagi dalam dua aspek. Pertama soal penggunaan jalan, dan kedua soal perusakan (entah konsensual atau tidak) fasilitas atau bagian rumah hanya agar sound system yang besarnya melebihi besar jalan bisa lewat. 

Kita bahas dulu soal penggunaan jalan. Kita sebenarnya bisa maklum jika karnaval itu memakai jalanan umum. Ini jalan kita semua, dan kita semua punya hak. Tapi, mbok ya dipikirkan gitu lho dampaknya. Maksudnya, kalau karnavalnya dari siang sampai sore menjelang malam, masi oke lah. Lha karnaval sound system ini sekarang mulainya dari siang (biasanya jam 10), dan selesai lewat tengah malam bahkan menjelang dini hari. Otomatis jalanan umum akan seharian ditutup.

Apalagi pada Agustus, karnaval sound system ini bisa nyaris setiap hari. Di Malang Raya saja, ada puluhan karnaval yang mayoritas adalah karnaval sound system hanya dalam kurun waktu satu bulan. Bayangkan betapa mumetnya masyarakat kalau sudah berhadapan dengan karnaval yang menutup jalan umum ini. Belum lagi jalan alternatifnya tidak bagus. Yang ada malah emosi. Mau protes juga tidak bisa, lha wong backingan-nya orang-orang karnaval ini kadang punya kuasa.

Masalah selanjutnya adalah soal perusakan fasilitas atau rumah, baik konsensual maupun tidak. Coba saja lihat berita beberapa hari terakhir ini. ada saja berita tentang panitia karnaval yang merusak dan menghancurkan tembok rumah, kanopi rumah, pagar jembatan, atau apa pun hanya agar truk sound system ini bisa lewat.

Beberapa memang dilakukan secara konsensual. Maksudnya, panitia akan membangun ulang atau mengganti kerusakan tersebut. Beberapa warga memang ada yang terima, tapi tidak sedikit juga yang menolak. Dan kalau dipikir-pikir lagi, ini buat apa coba? Mengapa nggak cari rute lain saja yang tidak perlu menghancurkan? Mengapa otaknya nggak mikir sampai di situ? Nggak mampu mikir, ya?

Budek sih, mau gimana lagi.

Siapa sebenarnya yang mau dihibur?

Dari semua yang sudah terjadi ini, pertanyaannya adalah, karnaval ini (termasuk karnaval sound system), itu tujuannya untuk menghibur masyarakat umum atau hanya sekadar memuaskan ego segelintir orang saja?

Kalau jawabannya untuk menghibur masyarakat umum, harusnya diperhatikan keselamatan, keamanan, serta kenyamanan masyarakat. Caranya mudah, kok. Tidak perlu pakai suara yang kelewat keras, tidak perlu merusak atau menghancurkan rumah orang dan fasilitas umum, serta tidak harus sampai lewat tengah malam karnavalnya. Cukup dari siang sampai sore menjelang malam saja sudah cukup. Tidak perlu sampai lewat tengah malam atau menjelang dini hari. Egois dan zalim itu namanya.

Tapi saya yakin, bukan itu jawaban sebenarnya. Karnaval sound system ini bukan untuk menghibur masyarakat umum. Karnaval sound system ini digelar untuk memuaskan ego segelintir orang saja. Segelintir orang itu siapa? Bisa jadi petinggi masyarakat sekitar, bisa jadi “penguasa” atau orang-orang berduit di sana, atau bisa orang-orang lain. Yang jelas, segelintir orang ini punya kuasa yang cukup besar sehingga masyarakat yang keberatan dengan karnaval sound system ini tidak punya kekuatan untuk protes atau menolak.

Karnaval sound system jelas tidak lebih penting ketimbang hajat hidup orang banyak

Sebenarnya tidak ada yang salah (salahnya banyak, saya cuman mau keliatan moderat aja sih) dengan karnaval sound system ini. Silakan saja. Tapi mbok ya diperhatikan hak-hak masyarakat lain. Perhatikan hak-hak tentang kenyamanan dan keselamatan masyarakat. Jangan egois, jangan semaunya sendiri. Toh sekarang sudah ada aturannya, kan? Mbok ya itu ditaati.

Oke lah kalian akan berdalih bahwa karnaval sound system ini hanya sekali setahun, Agustusan ini hanya sekali setahun. Tapi ya jangan sampai perayaan sekali setahun ini jadi mimpi buruk atau jadi bencana bagi masyarakat lain. Kalian bebas memuaskan ego kalian, tapi mbok ya nalar dan akal sehatnya dipakai, jangan sampai mengganggu hak orang lain. Kalau sampai mengganggu hak orang lain, itu zalim namanya. 

Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kafe di Malang Sudah Terlalu Banyak, Jangan Ikut-ikutan Bikin Kafe Lagi di Sini!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version