Kalau Bikin Kajian Strategis BEM, Tolong Referensinya Jangan Makalah Anak SD

Kalau Bikin Kajian Strategis BEM, Tolong Referensinya Jangan Makalah Anak SD kastrat BEM kampus makalah APA style mojok.co

Kalau Bikin Kajian Strategis BEM, Tolong Referensinya Jangan Makalah Anak SD kastrat BEM kampus makalah APA style mojok.co

Sebagai seorang pengamat media sosial dan orang yang berkecimpung langsung dalam kehidupan per-BEM-an duniawi. Saya merasa terkejut abang terheran-heran melihat beberapa kajian strategis BEM atau kastrat yang baru-baru ini dirilis oleh beberapa kampus di Indonesia.

Saya di sini bukan orang yang paling ahli soal kastrat, tapi tolong lah kalau BEM-BEM itu bikin kastrat ajaklah orang-orang yang ahli, berkompeten, dan berpengalaman. Jangan orang yang cuma biasanya buatin makalah untuk adiknya yang masih SD tentang kesenian atau olahraga, tiba-tiba disuruh bikin kajian strategis BEM.

Akibatnya bener-bener kacau, Cuy. kastrat jadi terlalu ngawang, idealis, dan nggak sesuai dengan kompetensi. Itu kalau dianalogikan ada ibu-ibu yang biasanya cuman bisa pakai motor matic tiba-tiba disuruh pake moge Harley Davidson 1000cc. Ya jadinya kalau kata bang Iwan Fals, “Busyettt… standing dan terbang”.

Ternyata beberapa BEM masih melakukan blunder besar dalam pembuatan kajian strategis. Dalam hal ini kita nggak ngomongin soal substansi kajian karena akan terlalu panjang, ruwet, dan njelimet. Tapi, kita akan bahas soal referensi atau daftar pustaka yang dijadikan bahan kajian.

Sebab, saya termasuk tipe orang yang sebelum membaca sebuah kastrat, hal pertama yang saya lakukan adalah mengecek daftar pustakanya. Bukan apa-apa, tujuannya cuma buat memastikan apakah kajian strategis BEM ini meyakinkan atau tidak untuk dibaca. Ya, referensi memegang peranan penting dalam kualitas suatu kajian selain analisis yang dilakukan oleh penulis.

Blunder soal dafpus ini pernah dilakukan oleh salah satu aliansi BEM terbesar di Indonesia pada 2018. Pada saat itu aliansi BEM tersebut merilis sebuah kastrat yang berjudul “Peran dan Pengaruh IMF-WB”. Dalam hal ini yang membuat terheran-heran adalah bagaimana bisa dalam sebuah kajian strategis BEM mengambil referensi dari brainly.co.id dan dari sebuah blogspot. Iyaaa, kalian tidak salah baca referensi yang mereka ambil adalah dari Brainly dan Blogspot, situs yang biasa digunakan oleh adik-adik SD untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Selain itu dalam kajian tersebut, tidak mencantumkan jurnal, buku, atau sumber ilmiah lain dalam kajiannya.

Di tahun yang sama, aliansi BEM tersebut juga sempat merilis kajian yang berjudul “Dollar Kian Meroket”. Dalam kajian tersebut pun dari 8 referensi yang diambil, tujuh di antaranya diambil dari situs portal berita (seperti Tribunnews, dkk.) dan satu dari situs resmi Kemenperin.

Apalagi penulisan referensinya langsung dituliskan link situsnya saja, tanpa menggunakan standar yang telah ditetapkan seperti APA style atau yang lainnya. Kalau memang si penulis sudah terbiasa membuat kajian ilmiah harusnya hal-hal dasar seperti ini sudah ada di luar kepala. Atau sepertinya memang di luar kepala sampai-sampai mereka lupa. Kalau seperti ini ya apa bedanya dengan tugas makalah yang disusun oleh adik saya yang masih SD?

Alih-alih mendapatkan simpati dari masyarakat atau atensi dari pemerintah, dua kajian strategis BEM tersebut malah menjadi bahan olok-olokan warganet. Mending bikin makalah anak SD aja, dijamin tetap tentram dan damai walaupun memakai referensi yang agak aneh.

Namun, sepertinya pengurus BEM ini tidak kapok atau memang tidak pernah belajar dari seniornya. Baru-baru ini pemerhati media sosial terutama akun-akun resmi BEM kembali dibuat terpingkal-pingkal.

Bagaimana tidak dua akun media sosial salah satu BEM di Indonesia merilis sikap terkait penolakan terhadap RUU-PKS. Alih-alih mendapatkan dukungan dari masyarakat atau mahasiswa internal kampus, komentar unggahan tersebut malah dipenuhi oleh hujatan. Resistensi bukan hanya soal substansi dari orang-orang yang mendukung RUU P-KS, namun juga warganet menyoroti referensi yang digunakan oleh kajian strategis BEM tersebut.

Misalnya pada kastrat yang berjudul “RUU PK-S Perlindungan atau Kekerasan” (ini penulisan P-KS mereka saja udah typo) yang diterbitkan oleh BEM U KBM UNILA. Alih-alih menggunakan berbagai jurnal, buku, atau hasil penelitian terkait, sebagai referensi mereka lebih memilih menggunakan notulensi diskusi yang mereka adakan sendiri, link video youtube, hingga dari link postingan Instagram.

Sudah ada yang dari link postingan instagram, terus salah satu referensi kalo kita klik sudah dihapus lagi postingannya. Kurang greget apalagi coba? Itu kalau Mad Dog lihat kegregetan mereka, ia pun pasti langsung insecure.

Tak lama setelah rilisnya kastrat tersebut pun ternyata disusul oleh BEM sebelah yaitu dari BEM KM UNAND yang merilis kastrat yang berjudul “Tolak RUU P-KS”. Entah janjian atau mereka sudah ada telepati, mereka juga menggunakan notulensi diskusi dan webinar yang mereka buat sendiri sebagai bahan referensi.

Saya merasa risau, galau, dan gundah gulana akibat kastrat seperti ini bukan tanpa alasan. Dampak daripada kastrat seperti ini bisa merambat ke berbagai hal. Di sini saya akan mencoba untuk merangkum kegelisahan saya.

Pertama, perihal tujuan dari kastrat tersebut yang seharusnya untuk memberikan pandangan terhadap kebijakan pemerintah atau edukasi bagi masyarakat akhirnya berujung absurd. Kebanyakan pembaca kastrat tersebut bukan malah terinspirasi, tapi malah nggerundel dalam hati.

Kedua, kita tahu sendirilah bahwa masyarakat negara ber-flower ini suka menggeneralisir sesuatu. Dengan adanya kajian strategis BEM, masyarakat umum bukan tidak mungkin akan beranggapan bahwa memang kualitas semua BEM seburuk ini. Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi kebanyakan BEM yang mempunyai kualitas kastrat yang luar biasa.

Ketiga, ketika saya membaca kolom komentar postingan kastrat tersebut, alih-alih bangga atau merasa terwakilkan suaranya, mahasiswa internal kampus (non pengurus BEM) pun malah menghujat bahkan malu terhadap postingan tersebut. Saya pun lebih merasa kasihan bagi pengurus BEM yang tidak ikut-ikut bikin kajian tapi bisa saja tetap dapat bully dari temen-temennya yang non pengurus BEM.

Seharusnya kasus seperti ini menjadi evaluasi bagi organisasi BEM ke depannya, saya sadar bahwa pengurus BEM yang merupakan mahasiswa masih dalam tahap proses pembelajaran sehingga wajar saja kalau ada ketidaksempurnaan. Tapi, ya tolong lah ya, BEM adalah representasi mahasiswa sebuah kampus, kalau nggak bisa bikin yang berkualitas ya paling tidak bikin yang nggak malu-maluin lah. Masa udah mahasiswa, tapi referensinya masih mirip makalah anak SD, lha ya jelas ora mashok toh.

BACA JUGA Pembagian Kasta Mahasiswa PKN STAN Berdasarkan Tempat Ngambisnya dan tulisan Ardiansyah Dwi Prasetyo lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version