“Gage, go!” hardikan biasa dari salah seorang teman yang berasal dari Juwana Pati. Kata mutiara yang sedikit mengumpat itu biasa digunakan untuk memperingatkan saya (baca: yang kadang agak ingah ingih kurang bergas). Hehehe.
Pas mendengar “gage go” sejujurnya saya merasa emosi, apalagi sebagai manusia yang pengin banget bisa slow living. Saya tersinggung. Saya pengin bisa mengerjakan segala sesuatu dengan kesadaran penuh, nggak buru-buru banget. Tapi, agaknya menurut teman saya, saya keterlaluan leletnya.
Maka ketika ada kesempatan berkunjung ke Juwana Pati saya bisa merasakan betapa kecamatan kecil ini begitu bergairah. Jika sudah tua, banyak orang yang ingin pensiun dan tinggal di daerah yang menenangkan, mohon maaf kalau saya harus mengatakan jangan pensiun di Juwana. Sebab Juwana bukan tempat yang tepat. Juwana layaknya ombak yang bergairah ganas menguatkan para nahkoda dan awak kapal yang berlayar di atasnya.
Alih-alih cocok bagi orang-orang yang mendambakan ketenangan, tempat ini justru cocok untuk kaum muda yang mungkin kurang semangat hidupnya. Alasannya begini.
Daftar Isi
Merasakan panas dan anomali cuaca di Juwana Pati
Kita tahu daerah pesisir sudah pasti panas menyengat. Yah, bisa dibilang panasnya potato-potato alias ngentang-ngentang, alias banget. Matahari seolah percaya diri sekali untuk bersinar di atas Juwana Pati. Keringat bercucuran di sini tapi masih banyak orang yang lalu-lalang di siang bolong. Gokil memang.
Belum lagi waktu saya berkunjung kemarin, baru kali itu saya merasakan anomali cuaca yang membingungkan. Gimana nggak bingung, hujan angin badai yang saya kira akan berlangsung lama ternyata cuma sebentar. Saya kira langit sudah terang, eh, malah mendung datang lagi. Duh, agak mengejutkan. Meski Juwana masih berada di pantura, saya nggak mengira cuaca di sana begitu labil.
Tapi, apakah ada yang berhenti beraktivitas di tengah anomali cuaca Juwana Pati? Nyatanya, di pasar dan tempat ramai, orang masih sibuk beraktivitas jual beli. Mereka semangat sekali menjemput rezeki.
Baca halaman selanjutnya: Pagi di Juwana nggak bisa santai…
Pagi, pagi, pagi
Pagi di Juwana Pati nggak bisa santai. Saat bangun pagi di Juwana, saya sudah disuguhi pemandangan indah. Udara yang agak sejuk di pagi hari itu sebenarnya cocok untuk tidur lagi, tapi kita nggak akan bisa tidur lagi di Juwana. Rasanya sulit sekali.
Juwana adalah daerah pesisir. Suara orang-orang di pesisir ini masyaallah… Jika di Temanggung, Magelang, dan daerah sekitarnya suara serta tone warganya lembut, di Juwana berbeda. Di sini orang-orang bak makan speaker semua. Suaranya kencang. Bicara biasa saja kedengarannya bisa sampai radius 50 meter. Mantap betul.
Jadi kalau di pagi hari kita memutuskan untuk tidur lagi, bakal ada hawa canggung luar biasa, apalagi kalau suara orang-orang Juwana Pati yang mantap itu masuk ke kamar. Bisa-bisa kita mendengar gibahan tetangga saking kerasnya suara mereka.
Pekerja sat-set anti lelet
Pekerjaan di Juwana Pati tergolong variatif, mulai dari nelayan hingga pegawai. Namun, rata-rata pekerjaan yang dikerjakan oleh orang Juwana ini menuntut kecepatan.
Mulai dari pagi hari hingga siang, pekerja tambang garam harus segera berpacu dengan waktu ambil air, menjemur, dan panen. Pengrajin kuningan juga tak kalah harus cepat, setelah mencairkan kuningan harus buru-buru memasukannya ke cetakan. Kurang cepat sedikit bisa-bisa perlu mengulang lagi memanaskan dari awal. Kan repot. Para nelayan pun tak kalah hectic. Mereka harus buru-buru ambil peluang ketika cuaca oke untuk melaut.
Apa cuma lelaki yang sat-set? Pekerja perempuan juga tak kalah cepat. Pedagang pasar harus gesit melewati jalan Pasar Juwana yang cantik. Saking cantiknya sampai mirip bulan, bopeng dan bolong sana-sini. Hehehe.
Perempuan Juwana Pati harus cantik
Juwana Pati itu gudangnya perempuan cantik. Saya nggak bercanda ketika menulis ini. Saya memiliki kenalan orang Juwana dengan ibu yang modis. Minimal mereka pakai gincu sehari-hari. Iya, biar nggak pucat katanya. Itu untuk perempuan yang usianya sekitar 40-an tahun ke atas, ya. Mereka juga rajin merawat diri.
Nggak heran kalau di sana perempuan belia rata-rata menawan. Bahkan seringnya mereka full makeup sekadar untuk ke pasar. Meski saya perempuan juga, saya kerap gemas melihat perempuan cantik dan rapi.
Belum lagi saya merasa takjub dengan orang-orang di sini. Di tengah panas Juwana Pati yang membara, banyak perempuan berkulit putih. Entah bagaimana caranya mereka tetap bisa menjaga kulitnya di tengah panasnya daerah tersebut. Sungguh, mereka perlu bagi-bagi resep gimana tetap putih nggak belang meski berada di tempat panas.
Jadi, nggak ada ceritanya perempuan di Juwana malas atau nggak merawat diri. Kalau tinggal di sana kayaknya saya rawan kena mental melihat kawan sepermainan yang cantik-cantik dan rajin merawat diri.
Kalau kalian belum bisa pensiun dan memang masih saatnya kerja cepat, coba tinggal di Juwana Pati. Tempat ini saya jamin penuh dengan kejutan menyenangkan yang membangun adrenalin. Masa muda nggak harus dihabiskan melulu dengan mencari tempat tenang karena biasanya yang tenang bisa menghanyutkan. Dan sebaliknya, tempat berbahaya bisa melatih kita lebih waspada.
Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Pulau Seprapat, Tempat Pesugihan Legendaris di Juwana, Pati.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.