Lulus Kuliah Mudah Tanpa Skripsi Hanya Ilusi, Nyatanya Menerbitkan Artikel Jurnal SINTA 2 sebagai Pengganti Skripsi Sama Ruwetnya

Lulus Kuliah Mudah Tanpa Skripsi Hanya Ilusi, Nyatanya Menerbitkan Artikel Jurnal SINTA 2 sebagai Pengganti Skripsi Sama Ruwetnya

Lulus Kuliah Mudah Tanpa Skripsi Hanya Ilusi, Nyatanya Menerbitkan Artikel Jurnal SINTA 2 sebagai Pengganti Skripsi Sama Ruwetnya (Unsplash.com)

Teman-teman saya yang memilih mengganti skripsi dengan menerbitkan artikel jurnal SINTA 2 nasibnya lebih apes daripada saya yang skripsian.

Skripsi bukan hanya momok buat mahasiswa tingkat akhir seperti saya, namun juga bagi mahasiswa baru yang mulai dari semester awal sudah harus menentukan tema dan topik skripsinya. Pasalnya, skripsi di pendidikan tinggi seolah menjadi barang yang sakral. Sebab, apabila mahasiswa nggak mampu menghasilkan skripsi, status kemahasiswaannya dipertanyakan.

Akan tetapi, di beberapa universitas, tercatat sudah mengganti skripsi dengan tugas non-skripsi. Salah satu tugas yang dimaksud adalah mahasiswa harus menerbitkan artikel jurnal setidaknya SINTA 2. SINTA merupakan kependekan dari Science and Technology Index yang memiliki fungsi sebagai kumpulan jurnal ilmiah berbasis Indonesia dan diawasi oleh Kemenristekdikti. Setidaknya ada 6 tingkatan SINTA. Semakin kecil tingkatan SINTA, maka semakin tinggi cakupan dan keseriusannya.

Opsi publikasi artikel jurnal SINTA 2 menggantikan syarat skripsi ini memang disambut meriah oleh kalangan mahasiswa pada awalnya. Tapi, perlahan-lahan, kemeriahan ini sirna setelah mengetahui kalau proses dan keruwetannya ternyata sama saja dengan proses mengerjakan skripsi. Soalnya sama-sama menguras jiwa, raga, mental, dan materi.

Mahasiswa menunggu waktu lama tapi belum tentu publikasi jurnal SINTA 2 kelar tepat waktu

Mengerjakan jurnal terakreditasi SINTA, apalagi SINTA 2, bukanlah pekerjaan yang main-main dan asal-asalan bagi mahasiswa. Pasalnya, jurnal SINTA 2 bagi kalangan akademis sifatnya lebih serius, bahkan biasanya diisi oleh dosen-dosen maupun para peneliti yang sudah ahli di bidangnya. Jadi, mengerjakan artikel jurnal ini nggak bisa kelar hanya dalam waktu beberapa minggu.

Pengalaman saya mengerjakan SINTA 4 saja harus membutuhkan waktu setidaknya 4 bulan pengerjaan, baik ketika sedang turun lapangan maupun penulisan naskah. Itu pun saya harus nunggu waktu satu bulan untuk di-acc oleh publisher, dan satu bulan lagi menunggu review dari reviewer jurnal. Ketika hasil review keluar, proses pengerjaannya juga membutuhkan waktu. Itu pun belum tentu tuntas satu kali revisi, kalau berkali-kali revisi, otomatis waktunya makin lama. Belum lagi menunggu kapan terbitnya yang terkadang juga molor.

Nah, itu baru yang SINTA 4. Lha, kalau SINTA 2 apa nggak tambah puyeng?

Pengalaman kating saya yang juga ingin lulus kuliah tanpa skripsi mendorongnya untuk mempublikasi artikel jurnal SINTA 2 pada saat kritis menjelang kelulusan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan nggak main-main lamanya. Totalnya 1 tahun dia menunggu tanpa kepastian. Padahal semua prosedur sudah dilakukan, revisi sudah dikerjakan. Akan tetapi, jadwal publikasi kadang-kadang molor dan nggak tentu. Batin saya, mending langsung ngerjain skripsi dan nggak perlu nunggu-nunggu ini dan itu. Cepat kelar terus lulus.

Menghubungi dosen pembimbing adalah momok bagi mahasiswa, tapi menurunkan persentase plagiasi adalah tantangan yang tak bisa disepelekan

Permasalahan utama ketika kita skripsian atau melaksanakan tugas akhir adalah dosen pembimbing yang ghosting di tengah-tengah perjalanan. Menghubungi dosen pembimbing itu susahnya bukan main. Bahkan, kalau diibaratkan seperti Manchester United yang ingin mengembalikan masa kegemilangannya, alias ora mungkin.

Akan tetapi, hal yang lebih nggak mungkin dari itu adalah berusaha menurunkan persentase plagiasi menjadi seminim mungkin dengan waktu yang sangat minim juga. Pasalnya, jurnal sekelas SINTA 2 merupakan jurnal yang nggak syukur submit lalu publish, nggak syukur nulis lalu bagus, dan nggak syukur neliti lalu lulus. Tapi, penuh kehati-hatian, keseriusan, dan kebaruan. Logikanya, mosok jurnal pengganti skripsi isinya ecek-ecek? Kan nggak mashok blas!

Belum lagi, jika kita gagap dalam aspek kepenulisan, utamanya untuk parafrase kalimat dan gaya kebahasaan. Bisa-bisa tenggat waktu yang digunakan untuk mengerjakan revisi akan habis. Dan sudah dipastikan, lulus mudah tanpa skripsi adalah ilusi. Soalnya, mahasiswa sepantaran saya juga banyak yang mengambil langkah ini, yakni menghindari skripsi dengan berupaya penuh menerbitkan artikel jurnal SINTA 2. Namun, pengalaman mereka ternyata lebih pahit ketimbang saya yang sedang skripsian.

Malahan, alih-alih dipermudah, mahasiswa justru malah tambah susah. Sebab, selain mereka habis di waktu dan tenaga, mereka juga habis di materi. Lantaran untuk menerbitkan artikel jurnal SINTA 2, kebanyakan mahasiswa harus membayar publication fee minimal Rp1 juta hingga Rp6 juta per artikel. Itu pun masih jadi perdebatan, apakah artikelnya benar-benar layak menggantikan skripsi atau nggak. Angel, Bolo!

Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 10 Jurnal Ilmiah Gratisan yang Dibutuhkan Mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version