Liga 1 2023/2024 sudah bergulir. Gairah sepak bola kembali menggeliat di Indonesia. Para suporter kembali “turun gunung” untuk membela tim idolanya. Apa yang mereka sebut sebagai hiburan kembali tayang di TV setelah libur jeda kompetisi. Setelah Liga 1 tahun lalu berjalan, meski sempat berdarah-darah karena Tragedi Kanjuruhan di mana keadilan jauh dari pelupuk mata.
Adalah Arema FC dan Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 yang menyita perhatian sepak bola internasional. Sebanyak 135 suporter gugur di tangan gas air mata yang “dibelokkan” karena tiupan angin. Liga sempat berhenti beberapa waktu untuk saling berbenah, mulai dari suporter hingga federasi.
Singo Edan kembali ikut di Liga 1 tahun ini, di kompetisi sebelumnya banyak yang meng-cancel karena imbas tragedi kemanusiaan itu: tetap bermain meski suporternya bergerak sendiri mencari keadilan. Tim ini merilis jersey baru dengan angka 135 di belakang dalam aksara Jawa, melambangkan jumlah pendukungnya yang pergi di tragedi itu.
Mencantumkan jumlah korban Tragedi Kanjuruhan itu buat apa?
Bagi saya, penyematan angka 135 di belakang jubah perang Arema FC ini tidak ada gunanya sama sekali. Untuk apa menuliskan jumlah korban Tragedi Kanjuruhan jika keluarga korban tidak dibantu hingga mendapatkan keadilan?
Kita lihat sendiri berbagai proses hukumnya. Aremania dan Aremanita yang survive atau keluarga korban mencari tim bantuan hukum sendiri. Dimana peran klub yang mereka banggakan itu? Seolah membisu. Tidak segarang singa di logo, semuram monumen singa di halaman Stadion Kanjuruhan.
Bukannya menarik diri atau bubar demi membela mereka yang menjadi korban, Arema FC malah tetap main. Berbagai penolakan di sana-sini bukannya membuat mereka mawas diri, malah tetap ikut kompetisi. Alasannya, pemain dan manajemen tidak mau kehilangan prestasi. Anehnya, mereka seolah tutup mata saat para keluarga kehilangan anggotanya untuk selama-lamanya.
Lihat saja, betapa tidak pedulinya klub dan beberapa suporter Arema FC. Sepak bola bergairah lagi, seakan Tragedi Kanjuruhan itu hilang terbawa angin. Mereka hanya sebatas mengucapkan bela sungkawa. Setelah itu seolah tidak ada tragedi yang membuat beberapa orang trauma dengan sepak bola selamanya.
Baca halaman selanjutnya