Jokowi Sebaiknya Turun Mendamaikan Babarsari, ketimbang Ngurusin Putin yang Ngeyelan

Jokowi Sebaiknya Turun Mendamaikan Babarsari, ketimbang Ngurusin Putin yang Ngeyelan

Jokowi Sebaiknya Turun Mendamaikan Babarsari, ketimbang Ngurusin Putin yang Ngeyelan (ActionVance via Unsplash)

Agenda Jokowi ke Rusia memang mulia. Misi perdamaian untuk perang Rusia-Ukraina diharapkan berbuah hasil. Tapi, saat Pak Presiden masih sibuk melobi Putin, ada perang sendiri di dalam negeri. Yap, mana lagi kalau bukan Gotham van Java alias Babarsari Jogja.

Sekali lagi, sentra kos-kosan dan coffee shop ini menjadi medan perang. Isu suku dan ras dituding sebagai biang keladi. Bukan tanpa alasan, toh memang benar konflik di Babarsari sering melibatkan lintas suku dan ras. Dari pembacokan, baku hantam, sampai sepakbola sering jadi pemantik. Namun, kerusuhan Babarsari selalu membawa isu kesukuan yang kental.

Mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa kerusuhan Babarsari seperti event tahunan. Wajar jika banyak yang yang menyebut Babarsari sebagai Gotham City. Beberapa lagi menyebut Babarsari sebagai Babarscary. Ya memang nggak salah, kalau menilik betapa menakutkan suasana Babarsari.

Tanpa bermaksud menakuti Anda, gesekan dan kisruh kecil-kecilan memang sering terjadi. Saya sendiri pernah dipukul karena menekan klakson saat mau menyeberang. Yah bukan berarti setiap detik Babarsari berlumuran darah. Kadang berlumuran keringat dari kos LV yang berpadu dengan aroma ratusan gerai kuliner. Tapi, anyir darah kadang tercium pasca kerusuhan atau sekadar baku hantam singkat.

Melihat situasi ini, saya pikir Pak Jokowi perlu segera kembali ke Indonesia. Urusan Pak Putin uring-uringan bisa ditunda karena konflik berdarah di Babarsari. Meskipun dalam artikel sebelumnya saya dukung Jokowi menjadi pendamai selayaknya Akagami Shanks. Tapi untuk kali ini, urusan dalam negeri istimewa perlu jadi prioritas.

Melihat penanganan konflik yang belum sampai tahap preventif, saya pesimis Babarsari akan bebas dari konflik antarsuku. Maka dari itu, siapa tahu turunnya Jokowi bisa meredakan konflik panas ini.

Kan presiden kita sudah menang langkah urusan perdamaian. Jokowi rela terbang ke Rusia dalam misi perdamaian. Rela meninggalkan rakyat yang sedang sibuk beli BBM pakai aplikasi yang mbuh. Kalau sampai sekeras itu pergi ke Rusia, berarti Jokowi paham kapasitas dirinya. Jokowi percaya diri untuk tampil sebagai juru damai dalam konflik berdarah.

Toh Jokowi juga sukses “mendamaikan” cebong dan kampret secara simbolis. Dengan masuknya Prabowo Subianto ke dalam kabinet, konflik ideologi antara cebong dan kampret jadi tidak relevan. Setidaknya secara simbolis saja. Lha wong di media sosial masih ramai kisruh kubu politik. Tapi, itu kan memang ulah para pecundang yang nggak berani brasbres di dunia nyata, makanya berantem di medsos. Jadi, bisa dibilang, blio berhasil.

Tapi, alasan saya berharap pada Jokowi adalah keadaan yang nggatheli. War of Babarscary bukanlah konflik seumur jagung. Perang antarsuku ini adalah produk sosial yang jadi warisan antargenerasi. Memang, model kisruh sebesar ini (dan yang viral) baru rutin 5 tahun terakhir.

Nah kalau sudah 5 tahun geger dan viral, lalu apa solusi pemerintah setempat? Apakah Pemda dan Pemprov telah angkat tangan dengan konflik Babarsari? Saya yakin tidak. Tentu di tengah sibuk pembangunan estetika Jogja, pemerintah daerah tetap mengurusi konflik Babarsari. Tapi, 5 tahun berlalu tanpa ada dampak signifikan.

Wajar jika masyarakat mulai pesimis dengan perdamaian di Babarsari. Mungkin War of Babarscary akan tetap terjaga kelestariannya. Tapi mau seperti itu? Yo nek aku sih wegah!

Lalu solusinya? Yang ndak tau kok tanya saya. Opo-opo kok aku, yo wegah.

Maka dari itu saya berharap Pak Jokowi sudi kiranya hadir di Gotham van Jogja ini. Lagi pula mau ke mana lagi kami rakyat Jogja akan menuntut? Menuntut ke pemerintah setempat sudah sampai jenuh. Mengancam mengganti gubernur, tapi terlanjur jadi jabatan abadi. Mau minta tolong Sultan, kok ya ini tugasnya gubernur. Mau main hakim sendiri, sama saja menambah bensin ke dalam kobaran api rusuh Babarsari.

Ya tinggal menuntut ke pemerintahan pusat, mumpung RKUHP terbaru belum disahkan. Masih mandali untuk protes. Kalau tetap tidak terselesaikan, mau tidak mau ya narimo ing pandum.

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Tidak Ada Batman di Babarsari Gotham City

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version