Jogja Selalu Dianggap Manis, Padahal Ujungnya Selalu Pahit

Jogja Selalu Dianggap Manis, Padahal Ujungnya Selalu Pahit (Unsplash)

Jogja Selalu Dianggap Manis, Padahal Ujungnya Selalu Pahit (Unsplash)

Jogja, kota yang katanya bikin baper dan penuh romansa. Banyak orang tolol yang menganggap ini tempat sempurna untuk jatuh cinta. Serius deh, jangan bodoh! Jangan jatuh cinta di sini! 

Jogja itu terlalu asyik buat disia-siakan dengan drama cinta yang basi. Kamu pikir Jogja butuh kisah cinta picisanmu? Nggak sama sekali! Di sini, lebih baik kamu “mabuk” gudeg, tenggelam dalam suasana, dan menikmati hidup tanpa beban perasaan yang menyebalkan. Jadi, simpan saja rayuan gombalmu, dan biarkan kota ini menjadi tempat untuk kebebasan, bukan baperan!

Jogja memberi kenangan manis yang berujung pahit

Setiap sudut Jogja menyimpan kenangan manis dari hubungan cinta yang pernah kita alami. Tapi, oh ironi, ketika hubungan itu kandas, kenangan-kenangan itu berubah menjadi racun yang mematikan. 

Pantai Parangtritis yang dulu menjadi saksi bisu dari cinta kita, kini hanya menyisakan kekosongan dan rasa kehilangan yang tak terobati. Pantai yang dulu menjadi saksi dari momen-momen manis, kini hanya menambah derita dan memperdalam luka.

Kenangan yang dulu kita bagi bersama pasangan di Jogja sering menjadi bumerang yang mematikan. Tempat-tempat yang dulu dipenuhi dengan tawa dan kebahagiaan, kini hanya menjadi pengingat dari keretakan hubungan yang tak terelakkan. Dan setiap melintasi sudut kota, luka itu semakin dalam dan pedih, menjerat kita ke dalam jurang kesedihan yang tak berujung.

Jogja, dengan segala pesonanya, seolah menjadi pelaku kejahatan yang kejam. Mengundang kita untuk jatuh cinta, hanya untuk kemudian merobek hati kita menjadi serpihan-serpihan yang tak terhitung jumlahnya. 

Ini adalah ironi yang tak terbantahkan, bahwa tempat yang dulu menjadi saksi kebahagiaan, kini menjadi penjara jiwa yang tak terlupakan. Mungkin saja Jogja adalah tempat yang ideal untuk menciptakan kenangan indah, tapi juga tempat yang paling berbahaya untuk menempatkan hati kita. 

Setiap sudut kota ini menjadi saksi dari kesedihan dan kekecewaan yang tak terkira. Dan setiap langkah yang kita ambil di sana, semakin memperdalam luka dan merajam hati yang hancur.

Baca halaman selanjutnya: Jogja itu memberi makna, meski terasa menyakitkan.

Keindahan yang tak menjamin hubungan abadi

Jogja, kota yang selalu dipuja karena keindahan alamnya, warisan budayanya yang kaya, dan nuansa romantis yang tak tertandingi. Namun, jangan sampai pesona kota ini membutakan kita terhadap kenyataan pahit.

Keindahan Jogja tidak menjamin keabadian hubungan cinta kita. Kota ini akan tetap menjulang megah, tak peduli berapa banyak hati yang hancur di sana. Meskipun kota ini bersinar dengan pesona yang menggoda, hubungan cinta kita tak akan selalu mengikuti alur yang sama. 

Tempat-tempat yang dulu menjadi saksi dari momen-momen indah bersama pasangan, kini hanya menjadi pengingat dari kegagalan hubungan yang tak terelakkan. Setiap jalan yang kita lewati di kota ini, menyimpan cerita sedih tentang cinta yang tak bertahan lama.

Lebih baik kita menikmati keindahan Jogja sebagai individu yang merdeka, tanpa terbelenggu oleh ikatan asmara yang berujung tragis. Kita harus belajar untuk mencintai diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum mencari cinta di tempat lain. Kota ini seharusnya menjadi tempat di mana kita menemukan kedamaian dalam diri sendiri, bukan tempat di mana kita terperangkap dalam siklus cinta yang tak kunjung berujung.

Kota ini menyakitkan, tapi memberi makna

Kesimpulannya, Jogja itu bukan “gudang asmara”. Jadi, di tengah gemerlapnya kota ini, biarkanlah hatimu tetap tajam seperti kopi hitam di sudut warung. Jangan biarkan pesona kota ini merayu dan membutakanmu. 

Jadilah pemberani yang berani mengeksplorasi Jogja bukan hanya dengan mata, tapi juga dengan hati yang teguh. Karena, di antara rindu yang terucap dan senyum yang terpendam, mungkin kota ini bukan hanya tempat untuk jatuh cinta, melainkan juga untuk bangkit dan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Selamat menjelajah, para petualang kehidupan!

Penulis: Suci Nengtyas

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Pandangan Saya Terhadap Jogja Berubah Setelah Merantau, Ternyata Kota Ini Nggak Istimewa Amat

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version