Jogja Provinsi Termiskin: Matur Nuwun Raja dan Gubernur Jogja

Jogja Resmi Provinsi Termiskin (Unsplash)

Jogja Resmi Provinsi Termiskin (Unsplash)

Rasanya bungah hati ini ketika sekali lagi, Jogja yang istimewa, mencetak prestasi. Saya sih nggak ingat sebelumnya provinsi kelahiran saya ini sudah mencatat prestasi apa. Namun, yang terakhir, provinsi DIY dinyatakan sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa. Saya sangat terharu.

Sebagai warga asli, saya ingin mengajak semua warga Jogja untuk mengucapkan terima kasih. Khususnya kepada Raja dan Gubernur. Berkat kerja keras mereka berdua, provinsi istimewa ini berhasil mencatat prestasi. DIY sendiri ditemani oleh Jawa tengah sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa.

Persentase penduduk miskin di Jogja sendiri mencapai 11,49 persen. Sementara itu, di Jawa Tengah, persentasenya mencapai 10,98 persen. Jumlah ini meningkat dari Maret 2022 yang hanya mencapai 10,93 persen. Oiya, ini catatan BPS ya. Bukan catatan saya sendiri. Mana sempat saya mencatat yang begituan, wong sampai saat ini saya masih kerepotan dan sibuk mengamalkan makna terdalam dari “nrimo ing pandum”.

Saya sangat yakin kalau kalimat super bijak inilah yang menjadi kunci keberhasilan Jogja menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa. Tanpa keikhlasan warganya mengamalkan kalimat bijak ini, nggak mungkin prestasi ini bisa tercapai. Artinya, ada persatuan dan berbagi rasa di antara warga Jogja. Miskin satu miskin semua. Luar biasa.

Makna kalimat bijak yang tertanam di hati warga Jogja

Arti kalimat bijak ini saya tulis khusus untuk para pendatang dan yang bukan Jogja asli. Kalau warga asli, sih, sudah ngelotok di dalam kepala. Kalau ujian nggak perlu buka buku lagi.

Nah, istilah nrimo ing pandum itu istilah dalam Bahasa Jawa. Kata “nrimo” punya makna ‘secara tulis menerima’. Sementara itu, istilah “pandum”, punya makna ‘pemberian’. Jadi, kalau digabungkan, maknanya menjadi ‘secara sangat tulus dan ikhlas menerima segala sesuatu tanpa mempertanyakan ulang.’

Luar biasa banget, kan warga Jogja itu. Coba bayangkan, kalau warga tidak mengamalkan kalimat bijak ini. Prestasi menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa tidak akan terwujud. Makanya, kita harus super membanggakan daerah sendiri, kalau perlu mencaci provinsi lain yang menjadi terkaya di Pulau Jawa. Jadi kaya dan bisa menyejahterakan warganya, kok, bangga!

Baca halaman selanjutnya….

Menikmati kemiskinan

Makna lain dari kalimat bijak nrimo ing pandum adalah ‘selalu merasa cukup dengan kekayaan yang kita miliki.’ Tidak menuntut, tidak protes meski keadaan menghimpit sampai sesak. Gaji di bawah 2,3 juta rupiah, yang mana termasuk golongan warga miskin, ya wajib diterima.

Saya tidak bisa membayangkan kalau warga Jogha geger gedhen dan protes kepada Gubernur dan Raja. Bisa-bisa tahun depan prestasi menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa akan lepas ke Jawa Tengah. Kita, sebagai orang dengan KTP Jogja tidak boleh membiarkannya. Prestasi itu, setidaknya, harus dijaga kalau tidak bisa ditingkatkan.

Oleh sebab itu, saya mengusulkan kepada semua warga miskin untuk merayakan kemiskinan. Kalau perlu Gubernur dan Raja menentukan satu hari nasional untuk menjadi “Hari Miskin se-Jogja”. 

Di hari spesial itu, semua aktivitas harus berhenti. Warga masuk ke rumah masing-masing, lalu bertapa, dan merenungi makna “akar hening”. Syahdu sekali. Biarkan wisatawan luar dan investor yang menikmati Jogja secara lebih proper. Biarkan mereka foya-foya bersenang-senang dan mengeruk potensi daerah karena kita semua nggak punya uang untuk sekadar healing.

Healing-nya warga Jogja itu menggerutu di angkringan, tapi diam saja, karena tidak punya daya mengubah situasi. Eits, ini bukan kekurangan. Inilah bentuk pengalaman nrimo ing pandum. Hati saya sangat terenyuh.

Terima kasih Gubernur dan Raja Jogja

Terakhir, sekali lagi, saya ingin mengajak warga Jogja untuk menghaturkan terima kasih kepada Gubernur dan Raja. Tanpa kolaborasi mereka berdua, prestasi menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa tidak bisa kita raih. 

Mengingat kita sama-sama nggak punya duit, saya mengusulkan patungan sesama warga untuk beli karangan bunga tanda terima kasih. Kalau patungan kan jatuhnya lebih ringan. 

Lagian, bukankah warga Jogja sudah terbiasa untuk mengatasi segala masalah itu sendirian? Sampah terbengkalai, warga pilah sampah. Klitih tidak teratasi, warga diminta tidak keluar malam. Ya kalau mau beli karangan bunga, mari kita patungan.

Menderita itu memang enak kalau bersama-sama. Kalau sudah begitu, apa kamu nggak bangga banget menyandang KTP asli Jogja? Kalau saya sih bangga banget.

Penulis: Yamadipati Seno

Editor: Yamadipati Seno 

BACA JUGA Jogja Istimewa: Ketika Trotoar Lebih Penting dari Rumah Rakyat

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version