Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Jika Warga Jogja Antikritik, Siapa yang Senang?

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
12 Mei 2022
A A
Jika Warga Jogja Antikritik, Siapa yang Senang?

Jika Warga Jogja Antikritik, Siapa yang Senang? (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya heran, sudah 2022, tapi masih saja menemukan warga Jogja yang antikritik. Komentar pada tulisan saya yang berjudul “Mati Tua di Jalanan Yogyakarta” mempertegas itu semua. Salah satu komentar ada yang berbunyi begini, “Kayaknya bukan warga Jogja asli. Cuma nunut cari nasi.” Setelah saya cerna kata-katanya, kenapa warga Jogja masuk dalam tahap antikritik tahap kronis seperti itu?

Alih-alih menyangkal memakai fakta dan data pendukung, mereka memilih cara paling purba yakni menanyakan bahwa yang mengkritik ini asli Jogja atau bukan. Sebenarnya saya bisa saja langsung menjawab. Namun tindakan itu urung saya lakukan, sebab akan menghasilkan sesat pikir yang lumayan gawat.

Jika Istilah Klitih Diganti, Apakah Jogja Akan Lebih Baik-baik Saja? Terminal Mojok.co
Kawasan Tugu Jogja (Shutterstock.com)

Memangnya, semisal saya bukan orang Jogja, namun memiliki data yang akurat dan pengalaman empiri yang nyata, salah jika berkomentar tentang kota ini? Kan, nggak. Di berbagai peradaban dunia, para pemikir masuk dan keluar dari satu daerah makmur ke daerah makmur lainnya untuk membuat negara tersebut “tetap” makmur.

Misalkan saja di Alexandria. Dalam buku Carl Sagan yang judulnya “Cosmos”, pada bab-bab awal menyebutkan bahwa tempat ini merupakan persilangan keilmuan yang menawan. Penduduk di Alexandria amat beragam, saling tukar keilmuan mulai dari pendeta Mesir, aristokrat Yunani, pelaut Fenisia, pedagang Yahudi, sampai pendatang dari India dan Afrika.

Sagan menuliskan, “Wajah dan arwah jota pualam nan megah ini tidak tersisa lagi. Penindasan dan rasa takut terhadap pembelajaran telah menghapus hampir semua kenangan mengenai Alexandria kuno.”

Kenapa saya tiba-tiba membahas Alexandria ketika sedang berbincang tentang kota yang dapat Dana Istimewa ini? Apakah terlalu muluk menyamakan peradaban maju bernama Alexandria kuno dengan Yogyakarta? Ada benar, ada juga tidaknya. Jogja adalah kota pelajar, seluruhnya adalah pemikir yang nantinya akan cemerlang. Ada bukti? Kita bisa melihat Gubernur Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Presiden Indonesia, mereka dulu mengenyam pendidikan di sini.

Di Jogja ada UGM, UNY, UII, dan universitas digdaya akan keilmuan lainnya. Jogja seperti Alexandria—dalam skop kecil—yang didatangi oleh keberagaman manusia. Jika di Alexandria agendanya ada banyak; ilmu, binis, politik, idealisme, dan lainnya. Di Jogja tujuannya lebih sempit; yakni mengenyam pendidikan.

Para pendatang akan mendapatkan pengalaman empiri. Mereka akan paham seiring berjalannya waktu perihal apa yang kurang, apa yang bangsat, dan apa yang menjadi luka menahun namun ditahan dan diabaikan oleh masyarakat.

Baca Juga:

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

Pengalaman saya kenal dengan berbagai macam orang dari sepenjuru Indonesia yang mengenyam pendidikan di kota ini, daya kritis mereka dalam melihat bopeng di kota ini amat baik—alih-alih hanya menarik. Indikasinya, mereka punya pembanding sepadan, yakni kota di mana mereka datang. Menurut saya, orang yang berasal dari luar Jogja justru melihat kota ini dalam sudut yang lebih luas. Dalam permasalahan daerah asal mereka yang hampir serupa, mereka punya gambaran riil bagaimana pemimpin daerah mereka dalam membuat aturan dan cara mengatasi masalah di daerahnya.

Bebal (Shutterstock.com)

Nah, masalahnya, jika argumen kawan-kawan saya yang berasal dari luar itu keluar, entah via tulisan atau diskusi, komentar beberapa warga yang bebal selalu bernada template, “Jangan banding-bandingkan Jogja dengan daerah asalmu!”

Para mahasiswa yang bertungkus lumus menyelam ke dasar paling dalam dari buku-buku kuliah yang tebalnya ratusan bahkan ribuan, ketika berkomentar, bukannya ditanya data dan basis keilmuan, justru ditanya asalnya.

Mahasiswa (baik orang Jogja maupun bukan) ketika berkomentar tentang Jogja, justru dianggap banyak ikut campur. Warga Jogja merasa bahwa bisa makan hari ini, itu sudah cukup. Doktrin macam itu rasanya cukup berbahaya karena rakyat seperti disunat nalarnya, dikebiri rasa untuk mendapatkan kesejahteraan sebaik-baiknya.

Masalahnya, hidup bukan hanya perkara bisa makan hari ini atau tidak. Lebih luas dari itu, sistem dan birokrasi pemerintahan yang berkelindan rumit dalam kehidupan masyarakat juga harus diperhatikan. Padahal, dalam tulisan saya “Mati Tua di Jalanan Yogyakarta” itu dangkal sekali. Hanya tentang sistem transportasi. Belum ke ranah lainnya yang rasanya wajib untuk dikomentari.

Transjogja (Rembolle via Shutterstock.com)

Alhasil, Jogja hanya seperti mesin pencetak pemikir yang akan dikirim ke daerah-daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh ide dan pikiran mahasiswa luar Jogja ketika berkomentar kritis tentang Jogja itu tidak dibutuhkan. Lantas, ke mana perginya mahasiswa asal Jogja? Apakah mereka bebas untuk bersuara perihal kondisi Jogja? Nyatanya saya masih saja dipersekusi.

Monarki, dalam sejarah panjang sistem pemerintahan ini ada, setidaknya selalu menimbulkan satu pola; raja adalah mutlak. Maka akan ada pola pikir macam ini; mengkritik raja, itu artinya kau sudah durhaka. Protes terhadap raja, itu artinya kau melukai nilai-nilai tradisi. Rakyat akan nrimo dan menunduk. Mereka akan menelan mentah-mentah segalanya tanpa memproses melalui pikiran, walau ada sebuah kesalahan.

Siapa yang senang jika masyarakat menjadi bebal, sulit untuk diajak berdiskusi perihal apa yang kurang dari Jogja dan apa yang harus dibenahi, dan menganggap semua keputusan “yang di atas” itu sudah terbaik tanpa harus ada koreksi? Ya, siapa lagi, tho, kalau bukan…

Penulis: Gusti Aditya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Warga Jogja Jangan Mimpi Kaya kalau Separuh Gajinya untuk Ongkos Transpor

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Mei 2022 oleh

Tags: antikritikJogja
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

candi prambanan

Jangan Bawa Pacarmu ke Prambanan: Nanti Putus!

16 Agustus 2019
Dosa Pedagang Bubur Ayam Khas Jakarta yang Berjualan di Jogja Mojok.co

Dosa Pedagang Bubur Ayam Khas Jakarta yang Berjualan di Jogja

26 Februari 2025
3 Alasan yang Membuat Orang Purwokerto Minder dan Iri pada Warga Jogja Mojok.co

3 Alasan yang Membuat Orang Purwokerto Iri pada Warga Jogja

15 Juli 2025
Perbedaan Rumah Makan Padang Jogja vs Medan yang Bikin Kaget: Rasanya Manis dan Penyajiannya Prasmanan, kek Mana Ini? warung padang murah, warung makan padang

Perbedaan Rumah Makan Padang Jogja vs Medan yang Bikin Kaget: Rasanya Manis dan Penyajiannya Prasmanan, kek Mana Ini?

6 Agustus 2024
3 Cara bagi Klaten untuk Mengalahkan Ekonomi Jogja (Pexels)

3 Cara Kabupaten Klaten Mengejar Ekonomi dan Status Kota Jogja

26 Maret 2025
Mie Sapi Gajahan: Viral, tapi Nggak Bisa Disebut Spesial

Mie Sapi Gajahan: Viral, tapi Nggak Bisa Disebut Spesial

3 April 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Ilustrasi Banjir Malang Naik 500% di 2025 Bukti Busuknya Pemerintah (Unsplash)

Kejadian Banjir Malang Naik 500% di 2025, Bukti Pemerintah Memang Nggak Becus Bekerja

6 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Sungguh Mengganggu Keuangan Saya, Pengeluaran Semakin Boros! Mojok.co

Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Sungguh Mengganggu Keuangan Kaum Mendang-Mending

6 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.