Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Media Sosial

Jika Kita Mau Berhusnuzan, Pansos di Instagram Ternyata Punya Sisi Positif

Ade Vika Nanda Yuniwan oleh Ade Vika Nanda Yuniwan
4 Agustus 2019
A A
pansos instagram

pansos instagram

Share on FacebookShare on Twitter

Dunia memasuki era digital. Bagi generasi milenial hingga generasi Z, era ini merupakan ajang bagi mereka (termasuk saya) untuk berlomba-lomba mengeksistensikan diri, terutama dengan kehadiran Instagram. Seakan-akan mendukung niat anak kekinian untuk eksis, teknologi dengan keleluasaannya memperbarui IT, memfasilitasi kami dengan beragam media sosial. Ya tentu saja, adanya media sosial kami seakan-akan mendapat cara untuk memampangkan diri di pulik maya.

Tidak terkecuali saya. Sejak kelahiran Facebook di tahun 2004, saya mulai tertarik dengan fungsi media sosial. Berbekal rasa penasaran dan ketertarikan yang tinggi akhirnya saya (dengan bantuan kakak saya waktu itu) memutuskan untuk mendaftarkan akun Facebook saya untuk pertama kalinya di tahun 2008. Saya yang masih piyik alias masih SD kelas 6 waktu itu senangnya bukan main saat mulai bisa mengelola sendiri akun media sosial saya.

Saat itu, saking kemaruknya punya mainan medsos baru, saya bahkan bisa bikin status 10 kali dalam sehari. Kebiasaan itu terhitung sejak pagi hingga malam menjelang tidur, alias kegiatan saya selama seharian akan menjadi pembaharuan status Facebook saya (zaman ini adalah puncak ke-alay-an saya). Sejak itu saya menyadari bahwa saya berpikir keras buat sekedar mengisi tulisan di kotak apa yang sedang anda pikirkan.

Saya ingat sekali, saat itu saya memperlakukan Facebook sebagai buku diary (yang tidak rahasia) saya yang berguna untuk menyimpan unek-unek saya setiap hari. Mulai dari konflik berebut remote TV dengan adik saya, kehabisan nasi padang kesukaan saya karena kerakusan kakak, atau jatuh dari motor saat pertama kali belajar mengendarainya, semua saya bagikan di Facebook.

Dari kebiasaan yang bisa dikatakan alay ora ketulungan itulah, kini saya memanen buahnya.  Setelah kemunculan cucu anak Friendster yang bernama Facebook dan Twitter (yang saat itu saya lewatkan karena ketidak-telatenan mengoperasikannya) akhirnya sampailah teknologi menemui Instagram. Dalam hati saya girang sekali sejak awal kemunculan Instagram.

Kemunculan instagram sudah saya anggap layaknya saya mendapat mainan baru serupa Facebook hanya saja mainan ini mempunyai kecanggihan yang lebih baik dari pendahulunya. Setelah ponsel Nexian NX-G522 qwerty saya mengalami pembuangan pembaruan saat saya kelas 2 SMA, akhirnya (setelah negoisasi alot dengan ayah dan ibu) saya berhasil memiliki Samsung Galaxy Star Duos yang super mini untuk menunjang kebutuhan bermedia sosial saya.

Kebetulan saja sejak mendapat ponsel imut itu, saya iseng membuka PlayStore. Lalu sebuah aplikasi berlogo polaroid coklat dengan garis berwarna merah kuning hijau biru, berhasil memikat hati saya. Yap, Instagram!

Tidak ada alasan lain untuk mengunduh Instagram kala itu selain kepopulerannya di kalangan teman sebaya saya di sekolah. Kata mereka, lewat instagram kami jadi lebih bebas mengekspresikan diri baik dari unggahan foto (selfie sedang tren saat itu) atau dengan caption yang bisa menunjang foto selfie kita di time line Instagram. Dan ketika saya mulai mencoba bertualang di jejaring sosial Instagram, pengalaman itu sungguh di luar dugaan saya!

Baca Juga:

Drama Cina: Ending Gitu-gitu Aja, tapi Saya Nggak Pernah Skip Menontonnya

Cerita Orang Jakarta Selatan di Perantauan: Dicap Anak Gaul, padahal Aslinya Biasa Aja

Meski tidak jauh berbeda dengan pendahulunya—Facebook, Instagram yang saat itu lebih terbatas jumlah karakter yang dapat dituangkan menjadi caption memaksa saya untuk mengubah kebiasaan ber-alay ria seperti yang saya lakukan di laman Facebook saya. Sejujurnya saat itu saya sempat mengalami culture shock karena saya masih di tahap peralihan dari sebelumnya adalah pengguna Facebook kemudian jadi pengguna Instagram.

Di Instagram, saya harus menggunakan parafrasa untuk mempersingkat sebuah peristiwa yang ingin saya bagikan pada khalayak namun tidak mengubah isi dari peristiwa itu sendiri. Karena Instagram juga muncul di zaman mulai adanya pansos (bukan zaman alay lagi sih) walhasil saya harus sebaik mungkin menjaga imej saya yang sebenarnya alay. Ya singkatnya, secara tidak langsung saya dipaksa mikir alot Jeh buat sekadar nulis kepsyen aja!

Alih-alih ruwet memikirkan caption yang akan saya tulis untuk bahan pencitraan, saya jadi berhusnuzan kalau media sosial bikinan Kevin Systrom ini dibuat juga untuk mengasah keterampilan menulis penggunanya. Tentu saja rasa husnuzan itu muncul berkat kesulitan saya dalam menulis parafrasa yang tepat untuk memberi keterangan pada foto unggahan saya tanpa meninggalkan kesan alay di benak teman-teman.

Instagram bisa bikin kita lebih mikir soal penggunaan bahasa di caption

Bahkan saya rasa kepusingan seseorang yang peduli dengan aksi social climbingnya (baca: pansos) tidak hanya berusaha memperbaiki citra mereka lewat unggahan foto melainkan juga dari keterangannya alias caption. Bukan rahasia umum lagi kan, jika caption di media sosial juga ikut menunjang aksi social climbing kita semua sebagai para netizen (baca: biar dapat pengakuan dari netizen lain).

Instagram bisa bikin kita lebih termotivasi belajar bahasa asing

Selain memperbaiki tata bahasa caption dengan menggunakan kalimat yang bijak, menggunakan bahasa asing (selain bahasa alien) juga bisa nunjang aktivitas social climbing kita, Lur! Lha wong kita yang minim kemampuan berbahasa asing ini maksain pakai bahasa asing (biar diakui jago ngomong bahasa asing) mau tidak mau akhirnya jadi sering belajar bahasa asing yang jadi caption netizen lain atau sekadar pakai jasa translatenya Mbah Google. Oke, kan?

Instagram yang serba bikin pansos, menghindarkan kita dari bahasa 4L4Y yang sama sekali tidak baku

Coba bandingkan ketika kita jadi netizen Facebook dan netizen Instagram, di sana kalian akan menemui banyak perbedaan. Isi timeline yang lagi usum pencitraan dari netizen-netizen yang tidak lain dan tidak bukan adalah teman kita sendiri, akhirnya memaksa kita untuk pelan tapi pasti harus mengusir sisa-sisa ke-alay-an kita jika tidak ingin dikatai belum tobat. Dan salah satu ciri alay yang menonjol adalah penggunaan abjad angka dan bahasa yang jauh dari kata baku (berkat Instagram, kita bukan kaum alay lagi).

 

Dari beberapa keuntungan yang sudah saya sebutkan, beberapa netizen (tidak terkecuali saya) terdampak dari kepusingan bikin caption di Instagram. Dampak itu biasanya berupa keambiguan arti dari caption yang saya tulis sehingga menimbulkan reaksi negatif dari sobat netizen saya yang lain. Pesan saya, alangkah baiknya sesama netizen memaklumi kesalahn sobat netizen yang lain. Bukankah media sosial akan aman terkendali jika sesama netizen saling memaafkan?

Sesekali jadi netizen yang berpikiran luas dan positif itu sangat menguntungkan. Berhusnuzan pun juga lebih baik dari pada mengumbar kejelekan sesama netizen manusia di dunia maya yang bagaikan nabung dosa. Betul kan, sobat netizen?

Terakhir diperbarui pada 9 Februari 2022 oleh

Tags: anak gaulMedia SosialNetizenpanjat sosialpansos
Ade Vika Nanda Yuniwan

Ade Vika Nanda Yuniwan

Pekerja literasi yang mencintai buku, anak-anak, dan pendidikan. Suka berdiskusi sambil nulis ringan untuk isu-isu yang di sekelilingnya.

ArtikelTerkait

influencer beli followers instagram, Tren Instagram Stories Terbaru Bikin Banyak Orang Gede Rasa! Penghapusan Jumlah Like di Instagram dan Kebiasaan Pamer Kehidupan

Penghapusan Jumlah Like di Instagram dan Kebiasaan Pamer Kehidupan

15 November 2019
Drama Korea Celebrity, Lebih dari Sekadar Sisi Gelap Influencer

Drama Korea Celebrity, Lebih dari Sekadar Sisi Gelap Influencer

6 Juli 2023
people nearby

People Nearby: Sebuah Sensasi Mencari Cinta Baru

8 Oktober 2019
Dear Ferdian Paleka, YouTuber yang Udah Ngerjain Transpuan terminal mojok.co

YouTuber yang Kontennya Nyampah Cukup Dihadapi dengan 4 Hal Ini

8 Mei 2020
Memahami Apa Itu NT dalam Bahasa Gaul yang Lagi Banyak Diomongin Belakangan Ini

Memahami Apa Itu NT dalam Bahasa Gaul yang Lagi Banyak Diomongin Belakangan Ini

16 Mei 2023
Merasa Selalu Diawasi Orang Tua yang Memiliki Akun Media Sosial

Merasa Selalu Diawasi Orang Tua yang Memiliki Akun Media Sosial

7 November 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.