Beberapa waktu lalu, dalam sebuah kegiatan di Kabupaten Jember saya sempat hampir tergocek oleh banyaknya benefit ditawarkan oleh sales mobil listrik salah satu pabrikan Cina di Indonesia. Harga mobil listrik yang sangat ramah kantong, berbagai subsidi yang diberikan, mulai dari subsidi listrik hingga pajak tahunan kendaraan bikin saya hampir tergocek.
Nggak mau tergocek gimana, pajak tahunan mobil listrik hanya sekitar Rp300 ribu. Lebih mahal kendaraan harian Saya Vario 125cc yang pajak tahunan kendaraannya seharga Rp375 ribu. Gila nggak tuh?
Selain itu, klaim jarak tempuh hingga 200 km dengan biaya isi ulang baterai 100 persen hanya Rp50 ribu itu amat menggiurkan. Dengan Rp50 ribu itu, biaya perjalanan Jember-Surabaya jadi sangat ekonomis.
Beruntung, sikap mendang-mending saya bisa menahan dan menyadarkan bahwa banyak pertimbangan perlu dilakukan sebelum membeli mobil listrik.
Daftar Isi
Subsidi mobil listrik itu tidak selamanya
Hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah subsidi terhadap mobil listrik itu tidak berlaku selamanya. Suatu hari, subsidi itu akan dicabut dan akhirnya pengguna mobil listrik harus membayar pajak tahunan dengan nominal normal.
Sekarang emang boleh, pajak tahunannya hanya Rp300 ribuan. Ini berdasar klaim resmi dari salesnya ya. Biaya itu tentu jauh lebih murah daripada mobil bensin yang bisa sampai jutaan rupiah pajak tahunannya.
Tapi, namanya juga subsidi, maka tidak akan berlangsung selamanya. Mengutip berita rilisan CNBC Indonesia, Subsidi untuk program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) sudah berlaku sejak 20 Maret 2023 sampai Desember 2023.
Nanti, kalau subsidinya sudah dihapuskan gimana dong? Ya gatau, kok tanya saya.
Infrastruktur pendukung belum merata, di kota lain saja masih jarang, apalagi Jember
Bicara soal mobil listrik, hal yang paling penting tentu adalah tenaga baterai untuk menyalakan mesin. Meski banyak mobil listrik telah mendukung sistem Fast Charging, namun fasilitas stasiun pengisian baterai kendaraan masih belum merata.
Bagi yang berdomisili di kota besar mungkin bukan masalah, kalau domisili di Jember seperti saya mau gimana? Masa mau diderek kalo tiba-tiba mati dan kehabisan baterai?
Kendaraannya sudah hi-tech kok diderek yekan? Malu dong.
Buat kalian yang bilang “Kan ada indikator baterai dll,” emang kalo perjalanan jauh semua kota itu ada stasiun pengisian baterainya kah? Belum tentu, Bos. Jangankan Jember ke Surabaya, dibawa muter Kabupaten Situbondo yang punya garis pantai sepanjang 150 Km kayaknya bakal bingung.
Service center mobil listrik masih sedikit
Meski diklaim bisa tempuh jarak 200 km dengan baterai penuh, jarak itu dapat berubah diakibatkan oleh medan tanjakan dan perawatan mesin. Dengan perawatan maksimal, jarak tempuh 200 km mungkin bisa terus dicapai dari awal beli sampai mobil listrik dijual kembali.
Masalahnya, service center mobil jenis ini tuh masih jarang. Tidak menjamur seperti AHM yang bisa ditemukan di mana-mana. Ditambah infrastruktur Jember masih jauh dari kata mendukung, bikin kendaraan listrik jadi kurang seksi bagi kaum mendang-mending. Padahal ya, sebenarnya tertarik. Tapi, mau gimana lagi?
Kendaraan listrik, tak bisa dimungkiri, adalah masa depan. Tapi, sebelum menuju masa depan, harus mempersiapkan banyak hal. Paling dasar adalah, pemerataan infrastruktur. Dan Jember, rasanya masih perlu menyiapkan itu.
Penulis: Agus Miftahorrahman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kata Siapa Mobil Listrik Ramah Lingkungan? Sembarangan!